M Jusuf Kalla, Kenikmatan Tertinggi pada Perdamaian

JK tetap saja mengabdikan waktu dan pikirannya untuk kebersamaan meraih nikmat yang tertinggi. Tidak lagi dalam batas geografis Indonesia, tetapi melampaui sekat organisasi, agama, dan negara.

Minggu, 14 Februari 2021 | 01:12 WIB
0
219
M Jusuf Kalla, Kenikmatan Tertinggi pada Perdamaian
M Jusuf Kalla(www.politik.rmol.id)

Kompas, Sabtu 13 Februari 2021 pada halaman 16 memberitakan dalam kolom Nama & Peristiwa, M. Jusuf Kalla.

Dari 5 paragraf di koran versi cetak tersebut, saya mencatat terkait dengan ikhlas dan menikmati proses. Dimana seusai menunaikan amanah sebagai wakil presiden, 2014-2019. M. Jusuf Kalla tetap memberikan pengabdian terbaik bagi kemanusiaan.

Rupanya, angka 4-9 memberikan keberuntungan tersendiri. Kali pertama menjadi wakil presiden untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, dengan angka itu. Selanjutnya, kali kedua sebagai wakil presiden, masih dengan angka 4-9.

Di akhir kolom berita tersebut Kalla menyatakan “…kenikmatan yang plaing tinggi untuk mendamaikan pihak berkonflik,” urai Kompas.

Sejenak menengok perjalanan bangsa. Dimana Ambon, Poso, dan Aceh, pernah berada dalam satu masa masing-masing bergejolak. Bahkan ada korban nyawa, akibat dari pertengkaran tersebut.

Hari ini, ketiganya kemudian menikmati anugerah tertinggi bagi kebersamaan, yaitu perdamaian.

Baca Juga: Jusuf Kalla, Perdamaian dan Produktivitas

Wujudnya perdamaian itu, tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan M. Jusuf Kalla sebagai mediator, antara pihak-pihak yang bertikai.

Walaupun, pilihan untuk berada di tengah konflik itu menjadikan dirinya harus dicaci. Kelompok yang tidak setuju, kemudian menyerang properti milik keluarga besarnya. Namun, itu tidak menjadikannya berhenti.

Salah satu Langkah yang dilakukan dengan mengumpulkan kedua belah pihak. Dimana Malino dalam dua kesempatan yang disebut Malino Satu, dan Malino Dua, dijadikan sebagai tempat berunding.

Ketika menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (menkokesra) pada tahun 2001, Ambon sementara bergejolak.

Terdapat angka 200.000 untuk pengungsi. Baik yang berada di pulau Maluku sendiri, maupun eksodus yang sampai ke pulau lain.

Untuk penanganan ini ada dua hal yang menjadi pesan JK dalam kesempatan kegiatan Semiloka Nasional Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019). Bahwa menjadi mediator harus menguasai masalah, dan juga berdiri netral untuk memberikan dan mendengarkan suara yang sama pihak yang bertikai.

Namun, dalam perjalanan memediasi konflik ada saja kegagalan. Diantaranya Srilanka dan Thailand Selatan. Dimana dua studi kasus tersebut, belum sepenuhnya dapat dicarikan kesepakatan.

“Walaupun demikian, tetap saja ada kemajuan. Dimana masing-masing pihak sudah mau membuka ruang dialog,” tutur JK dalam kesempatan yang sama dalam semiloka yang dilaksanakan Komnas HAM.

Nota Kesepahaman di Helsinki, 17 Juli 2005, menjadi momentum untuk mengatasi pergolakan di Aceh. Lagi-lagi, JK juga menjadi bagian dalam ikhtiar ini. Ketika masih berkampanye, SBY-JK sudah bertekad untuk mencari jalan damai bagi masalah Aceh. Tekad yang ada, akhirnya dapat terwujud.

Kini, M Jusuf Kalla bukan lagi hanya pendamai di tanah air. Jauh terbang sampai ke Kabul. Juga, Abu Dhabi dan Vatikan untuk menjadi bagian bagi proses penjurian Penghargaan Zayed untuk Persaudaraan Manusia (Zayed Award for Humanity Fraternity).

Di tanah air sendiri, M Jusuf Kalla juga masih aktif di Palang Merah Indonesia, dan Dewan Masjid Indonesia.

Akhir November 2020, Universitas Muslim Indonesia membentuk The Jusuf Kalla Research Center for Bugis and Makassar Culture.

Dalam perkenalan pusat studi tersebut, JK berkenan untuk langsung memberikan sambutan launching sekaligus membuka The 2nd International Conference on Halal Issue, Policy, and Sustainability, berlangsung 27-29 Desember dengan tempat utama di Auditorium Al Jibra, Universitas Muslim Indonesia.

Konferensi berlangsung dengan metode hybrid, dimana pembicara dan peserta mengikuti melalui media zoom. Panitia secara terbatas dan protokol Kesehatan yang ketat, berada di kampus UMI.

Pesan pada saat itu, JK memesankan bahwa budaya tetap perlu dijadikan pegangan. Tetapi tidak bisa hanya sekadar menengok masa lalu. “itu adalah museum,” kata JK.

Sebaliknya, justru transformasi kebudayaan yang ada itu dijadikan untuk menggerakkan masa depan untuk kepentingan daya sanding dalam pergaulan antarbangsa.

Kini, JK tetap saja mengabdikan waktu dan pikirannya untuk kebersamaan meraih nikmat yang tertinggi. Tidak lagi hanya dalam batas-batas geografis Indonesia, tetapi melampaui sekat organisasi, agama, dan negara.

Dalam kerangka tersebut, JK Center menyemai semangat dan menjadikan inspirasi bagi pembelajaran di perguruan tinggi untuk diteruskan ke masa depan. Sehingga apa yang sudah dicontohkan JK tidak berhenti sampai pada langkah sempurnanya ikhtiar, tetapi diteruskan juga ke masa hadapan.

***

Ismail Suardi Wekke

Research Fellow
The Jusuf Kalla Research Center for Bugis and Makassar Culture
Universitas Muslim Indonesia