Teroris Poso Jelas Kelompok Radikal Musuh Negara

Kita pun harus berhati-hati untuk tidak mudah terprovokasi oleh seruan-seruan radikal, apalagi dengan mudahnya mengatakan bahwa para teroris merupakan orang yang merindukan surga.

Kamis, 23 April 2020 | 17:51 WIB
0
187
Teroris Poso Jelas Kelompok Radikal Musuh Negara
Teroris poso (Foto: CNN INdonesia)

Pemakaman teroris Poso pada Jumat (17/4/2020) kemarin ternyata banyak disambut masyarakat. Segelintir oknum masyarakat pun salah kaprah dengan menyebut teroris Poso yang menembak Polisi tersebut sebagai Pahlawan. Padahal, teroris itu merupakan kelompok radikal musuh negara yang sering mengganggu masyarakat serta tidak segan untuk membunuh. 

Kita tentu sepakat bahwa Pahlawan adalah seseorang yang telah berjasa atau rela berkorban untuk sesuatu yang baik dan bermanfaat. Jika kita menganggap RA Kartini sebagai Pahlawan Nasional, tentu saja hal ini dikarenakan RA Kartini merupakan tokoh yang memperjuangkan kesetaraan perempuan.

Namun akan menjadi hal yang berbeda ketika makna Pahlawan itu sendiri dilihat oleh mereka yang memiliki ideologi radikal. Misalnya di Poso, dimana 2 orang Polisi diserang oleh 2 orang anggota jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Keduanya adalah Ali Darwin dan Muchlis Faron, yang menyerang petugas dengan senjata api rakitan.

Entah bagaimana setelah polisi melakukan pengejaran, kedua teroris tersebut sudah ditemukan tewas. Kedua mayatnya dibawa ke RS Polri untuk diotopsi. Setelah diproses kemudian Polisi mengantarkan kedua mayat tersebut ke keluarganya.

Lalu apa yang terjadi, kedua jenazah itu disambut oleh sekitar 30 kendaraan yang ditengarai merupakan simpatisan dari kedua teroris. Keluarga teroris tersebut pun ikut menjemput. Sebagian orang dari ratusan orang yang ada tampak mengibarkan bendera ISIS.

Saat upacara pemakaman berlangsung, tampak seorang ustaz memberikan sambutannya, ia mengatakan bahwa kali ini kita telah menyaksikan 2 perindu surganya Allah, saya hanya berwasiat kepada antum sekalian bahwa surganya Allah itu tidak murah.

Tak hanya sampai disitu, sang ustaz juga menambahkan sambutannya, ia mengatakan bahwa para sahabat yang meninggal tersebut tengah memegang bendera tauhid. Mereka dibunuh oleh orang-orang kafir laknatullah.

Sikap dan sambutan tersebut tentu saja menunjukkan bahwa, teroris yang meninggal adalah sosok pahlawan, atau sosok yang merindukan Surga. Namun tentunya ada kegagalan logika secara akut yang ada didalam pikiran mereka, apakah dengan rindu kepada surga lantas harus menyerang petugas yang sedang berjaga?. Tentu saja hal tersebut 100 persen sesat.

Aksi yang dilancarkan mereka bukanlah simbol dari perilaku beragama, meskipun sudah diembel-embeli jihad. Nyatanya para teroris hanya menjadikan agama sebagai sarana untuk melampiaskan sisi kebinatangan dalam diri mereka.

Jika teroris disambut bak pahlawan yang meninggal, tentu kita patut curiga dengan para simpatisan yang menyambutnya. Bayangkan ratusan orang menyambut mayat yang sebelum akhir hayatnya masih sempat melukai sesama manusia.

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan yang ada di Ungaran, dimana Jenazah seorang Perawat yang meninggal karena tertular virus corona di Rumah Sakit, justru mendapatkan penolakan dari masyarakat.

Hal ini tentu menunjukkan bahwa krisis kemanusiaan di Indonesia masih ada didepan mata. Seseorang yang sengaja membuat orang lain celaka, disambut layaknya Pahlawan, sedangkan jenazah yang meninggal karena tugas kemanusiaan justru mendapatkan penolakan.

Kedatangan Jenazah teroris disambut dengan teriakan takbir saat pengantar masuk di daerah Poso.
Tentu saja hal ini haruslah menjadi perhatian kita semua, bahwa teroris masih menyisakan akar-akar yang kapanpun bisa tumbuh, bahkan tidak menutup kemungkinan akan ikut serta dalam melancarkan aksi yang tidak berperikemanusiaan.

Perlu diketahui, bahwa teroris yang masih berada di Penjara, juga masih bisa menyebarluaskan ideologi radikalisme ke masyarakat. Bahkan dirinya juga bisa mendoktrin narapidana yang lain untuk turut serta menjadi seseorang yang radikal.

Selain doktrin-doktrin mengenai demokrasi yang tidak sesuai dengan syariat Islam, para napi teroris juga bisa menyebarkan teori bahwa dengan membunuh seseorang yang kafir merupakan salah satu jalan menuju surga.

Padahal, sosok pahlawan yang sesungguhnya adalah orang yang dengan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan orang yang rela mempertaruhkan jiwa raga untuk keselamatan banyak orang, bukan lantas dengan sengaja membuat orang celaka.

Menyambut kedatangan jenazah teroris merupakan dampak dari kerusakan logika yang digembar-gemborkan oleh kelompok radikal.

Pahlawan dikenang karena kebaikannya, bukan dengan dengan sesuatu yang tidak dibenarkan oleh negara tempat tinggalnya.

Para Polisi yang bertugas saat itu tentu tidak mengetahui jika dirinya hendak diserang, dalam urusan perang, serangan seperti ini tentu saja hanya dilakukan oleh para pecundang.

Kita pun harus berhati-hati untuk tidak mudah terprovokasi oleh seruan-seruan radikal, apalagi dengan mudahnya mengatakan bahwa para teroris merupakan orang yang merindukan surga.

***