Jelas ini sangat disayangkan, seorang anggota DPD tidak memahami apa itu hak imunitas, sehingga bisa semena-mena menyebarkan hoak di media sosial.
Terkait penyebaran Hoaks Virus Corona di akun Twitter-nya, Fahira Idris, anggota DPD RI diadukan? Muanas Alaidid ke Bareskrim Polri. Sebelumnya, Fahira menolak pemanggilan Bareskrim terkait aduan tersebut, Fahira menyatakan tidak bisa dituntut secara hukum, karena sebagai anggota DPD memiliki hak imunitas.
Memang benar, anggota DPR/DPD memiliki hak imunitas terhadap pernyataannya, disaat sedang menjalankan tugas sebagai anggota dewan, tapi persoalannya, hak imunitas itu hanya berlaku jika mengeluarkan pernyataan disaat sidang atau pun rapat anggota dewan, bukan pernyataan di media sosial.
Alhasil, pernyataan Fahira terkait hoaks virus Corona yang diposting di twitter, tidaklah dilindungi hak imunitas sebagai anggota DPD. Secara diam-diam ternyata Fahira menyambangi Bareskrim Polri untuk memenuhi panggilan, terkait aduan Muanas Alaidid.
Seperti dilansir Detik.com, Anggota DPD RI Fahira Idris hari ini menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri terkait cuitannya soal virus Corona di Twitter. Usai diperiksa, Fahira meminta maaf dan menyatakan tak ada niat membuat gaduh lewat cuitan itu.
"Kalau ada pihak yang salah mengerti, juga ada yang tidak mengerti, saya mohon maaf. Karena pasti dengan adanya posting-an itu, ada yang salah mengartikan atau salah mengerti, saya mohon maaf. Jadi tidak ada niat membuat gaduh, saya minta maaf bila dianggap membuat gaduh," kata Fahira di gedung Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (6/3/2020).
Sebelumnya, karena merasa punya hak imunitas, Fahira pun akhirnya berencana melaporkan balik orang yang mengadukannya ke Bareskrim Polri, tapi terakhir dia juga membatalkan rencana pengaduannya tersebut.
Hak imunitas anggota DPD/DPR tidak diberikan untuk semena-mena, dan bukan tanpa batas. Hak itu dibatasi oleh etika politik DPR. Seperti yang dikatakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bivitri Susanti kepada Hukumonline,
"Hak imunitas atau hak untuk tidak dituntut secara hukum atas pernyataannya di dalam sidang parlemen, bertujuan untuk melindungi anggota parlemen agar mereka lebih bebas dalam menjalankan tugas pengawasannya. Karena anggota DPR harus meminta keterangan, atau mempertanyakan sebuah asumsi, jika tidak dilindungi oleh hak imunitas, maka mereka tidak akan dapat bekerja secara efektif".
Bivitri juga mengatakan, hak tersebut ada batasnya, yaitu sepanjang untuk menjalankan tugas secara efektif. Dalam Undang-undang No 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan lembaga MPR, DPR, DPD dan DPRD, selain mengatur soal hak imunitas, dalam pasal 28 I diatur bahwa kewajiban anggota DPR menaati kode etik dan peraturan tata tertib DPR. Sedang pada pasal 28 J disebutkan DPR harus menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga terkait.
Pernyataan di media sosial, meskipun dalam konteks menjalankan tugas pengawasan terhadap kinerja pemerintah, tidak dilindungi hak imunitas, jadi Fahira tidak memahami hak imunitasnya sebagai anggota DPD, sehingga beranggapan tidak bisa dituntut atas pernyataannya tersebut di twitter.
Jelas ini sangat disayangkan, seorang anggota DPD tidak memahami apa itu hak imunitas, sehingga bisa semena-mena menyebarkan hoak di media sosial. Seharusnya tabayyun dulu sebelum menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya.
Kalau semua pernyataan anggota dewan dilindungi hak imunitas, bisa dibayangkan seperti apa kegaduhan politik dinegara ini, hanya dikarenakan pernyataan-pernyataan anggota dewan, yang jumlahnya lebih dari 500 orang tersebut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews