Awal Tahun Sudah Bikin Hoax yang Bikin Geleng-geleng Kepala

Minggu, 6 Januari 2019 | 08:47 WIB
0
189
Awal Tahun Sudah Bikin Hoax yang Bikin Geleng-geleng Kepala
Andi Arief (Foto: Detik.com)

Tahun baru atau awal tahun biasanya dijadikan bagi sebagian orang untuk mengawali sesuatu dengan cita-cita dan harapan yang baik. Tapi bagi sebagian orang, terutama politikus, awal tahun juga malah dijadikan untuk membuat berita bohong atau hoax yang sifatnya hanya untuk buat keresahan. Memang sih ini tahun politik sampai enam bulan ke depan.

Sebagai contoh saja, berita hoax yang tidak jelas sumbernya, yaitu tujuh konteiner surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan capres dan cawapres no urut 01 yang berasal dari China.

Berita hoax itu dicuitkan oleh politisi Andi Arief. Dengan narasi cuitan seakan bertanya atau mengingatkan. Padahal itu hanya satu trik untuk menghindari dari jeratan hukum. Bagaimana bisa seorang politisi yang berwawasan luas bisa membuat berita hoax atau yang tidak jelas sumbernya?

Bukankan kartu suara saja belum dicetak dan belum ditentukan pemenangnya oleh pihak KPU? Tentu cuitan hoax soal tujuh konteiner kartu suara yang berasal dari China mempunyai motif politik.

Yang selalu menjadi tertuduh adalah "negara China". Baik itu e-KTP atau tenaga kerja asing. Nama negara China selalu muncul. Kenapa? Karena memang cara itu yang paling mundah dan efektif untuk membangkitkan sentimen negatif untuk tujuan politik.

Cara itu sengaja dihembuskan terus-menerus supaya masyarakat antipati pada negara China atau minimal kepada warga Thiongha di sini.

Yang menarik dari kasus cuitan Andi Arief yaitu ia merasa menjadi pahlawan sudah mengingatkan kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, Bawaslu dan Pemerintah. Ia merasa tidak menyebarkan hoax, tapi sekedar mengingatkan dan minta dikroscek. Harusnya pemerintah, KPU dan Bawaslu berterima kasih pada dirinya karena sudah mengingatkan. Alur logika seperti terasa aneh dan janggal.

Justru akibat cuitannya itu, pihak KPU dan Bawaslu harus sibuk untuk mengkroscek sumber berita yang tidak jelas. Menambah beban perkerjaan saja. Tapi anehnya, kalau Andi Arief merasa tidak menyebarkan berita bohong atau hoax, kenapa cuitannya harus dihapus? Dan kalau ada berita yang tidak jelas sumbernya, KPU dan Bawaslu harus mengkroscek, maka akan mengganggu kinerja dari KPU dan Bawaslu.

Bukan tidak mungkin cuitan atau hoax seperti itu akan muncul lagi. Misal: tinta untuk pemilu mengandung minyak babi, masyarakat harap hati-hati. Nah, kalau sampai itu terjadi, maka akan timbul keresahan di masyarakat terkait berita bohong atau hoax dari ulah para politisi.

Pihak kepolisian harus menindak tegas orang-orang yang menyebarkan berita bohong atau hoax. Kalau tidak tegas, maka orang-orang itu akan merasa di atas angin dan akan mencuitkan lagi kalimat yang berbau provokasi atau hoax.

Kasus cuitan Andi Arief ini mirip cuitan Mostofa Nahra pada kecelakaan jatuhnya Lion Air, ia mencuitkan kalau pesawat itu tidak jatuh, tapi sudah mendarat di Halim Perdanakusma. Karena merasa cuitannya tidak benar, ia segera menghaspusnya. Dan mengaku itu hanya informasi untuk istrinya.

Kurang kerjaan amat ngasih tahu istrinya harus lewat cuitan twitter. Dan sampai sekarang ia bebas dari jeratan hukum. Dan masih mencuitkan berita-berita yang mengandung unsur hoax atau tidak jelas sumber beritanya.

Kalau sudah terpojok atau terancam, maka mereka akan berlindung dari jeratan hukum dengan alibi atau ngeles yang terkadang lucu-lucu pembelaanya.

Sebenarnya cerita tujuh konteiner ini mengingatkan kekalahan Prabowo-Hatta Rajasa pada pilpres 2104. Pada waktu itu tim hukum dari pasangan tersebut tidak terima dengan hasil sementara dari KPU. Mereka menggugat ke MK dan mengaku mempunai banyak bukti-bukti, bahkan sampai 10 truck konteiner.

Ternyata bukan 10 truck konteiner, hanya empat bundle berkas yang sudah dijilid dan dimasukan dalam kotak plastis. Dan kubu mereka waktu itu juga ngeles, maksudnya bukan 10 truck konteiner, tapi kotak plastik konteiner.

Inilah lagu-lau orang kalah atau jawaban orang kepepet.

"Bibir atasmu setipis silet, kata-katamu setajam silet".

***