Tahun baru atau awal tahun biasanya dijadikan bagi sebagian orang untuk mengawali sesuatu dengan cita-cita dan harapan yang baik. Tapi bagi sebagian orang, terutama politikus, awal tahun juga malah dijadikan untuk membuat berita bohong atau hoax yang sifatnya hanya untuk buat keresahan. Memang sih ini tahun politik sampai enam bulan ke depan.
Sebagai contoh saja, berita hoax yang tidak jelas sumbernya, yaitu tujuh konteiner surat suara yang sudah dicoblos untuk pasangan capres dan cawapres no urut 01 yang berasal dari China.
Berita hoax itu dicuitkan oleh politisi Andi Arief. Dengan narasi cuitan seakan bertanya atau mengingatkan. Padahal itu hanya satu trik untuk menghindari dari jeratan hukum. Bagaimana bisa seorang politisi yang berwawasan luas bisa membuat berita hoax atau yang tidak jelas sumbernya?
Bukankan kartu suara saja belum dicetak dan belum ditentukan pemenangnya oleh pihak KPU? Tentu cuitan hoax soal tujuh konteiner kartu suara yang berasal dari China mempunyai motif politik.
Yang selalu menjadi tertuduh adalah "negara China". Baik itu e-KTP atau tenaga kerja asing. Nama negara China selalu muncul. Kenapa? Karena memang cara itu yang paling mundah dan efektif untuk membangkitkan sentimen negatif untuk tujuan politik.
Cara itu sengaja dihembuskan terus-menerus supaya masyarakat antipati pada negara China atau minimal kepada warga Thiongha di sini.
Yang menarik dari kasus cuitan Andi Arief yaitu ia merasa menjadi pahlawan sudah mengingatkan kepada penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, Bawaslu dan Pemerintah. Ia merasa tidak menyebarkan hoax, tapi sekedar mengingatkan dan minta dikroscek. Harusnya pemerintah, KPU dan Bawaslu berterima kasih pada dirinya karena sudah mengingatkan. Alur logika seperti terasa aneh dan janggal.
Justru akibat cuitannya itu, pihak KPU dan Bawaslu harus sibuk untuk mengkroscek sumber berita yang tidak jelas. Menambah beban perkerjaan saja. Tapi anehnya, kalau Andi Arief merasa tidak menyebarkan berita bohong atau hoax, kenapa cuitannya harus dihapus? Dan kalau ada berita yang tidak jelas sumbernya, KPU dan Bawaslu harus mengkroscek, maka akan mengganggu kinerja dari KPU dan Bawaslu.
Bukan tidak mungkin cuitan atau hoax seperti itu akan muncul lagi. Misal: tinta untuk pemilu mengandung minyak babi, masyarakat harap hati-hati. Nah, kalau sampai itu terjadi, maka akan timbul keresahan di masyarakat terkait berita bohong atau hoax dari ulah para politisi.
Pihak kepolisian harus menindak tegas orang-orang yang menyebarkan berita bohong atau hoax. Kalau tidak tegas, maka orang-orang itu akan merasa di atas angin dan akan mencuitkan lagi kalimat yang berbau provokasi atau hoax.
Kasus cuitan Andi Arief ini mirip cuitan Mostofa Nahra pada kecelakaan jatuhnya Lion Air, ia mencuitkan kalau pesawat itu tidak jatuh, tapi sudah mendarat di Halim Perdanakusma. Karena merasa cuitannya tidak benar, ia segera menghaspusnya. Dan mengaku itu hanya informasi untuk istrinya.
Kurang kerjaan amat ngasih tahu istrinya harus lewat cuitan twitter. Dan sampai sekarang ia bebas dari jeratan hukum. Dan masih mencuitkan berita-berita yang mengandung unsur hoax atau tidak jelas sumber beritanya.
Kalau sudah terpojok atau terancam, maka mereka akan berlindung dari jeratan hukum dengan alibi atau ngeles yang terkadang lucu-lucu pembelaanya.
Sebenarnya cerita tujuh konteiner ini mengingatkan kekalahan Prabowo-Hatta Rajasa pada pilpres 2104. Pada waktu itu tim hukum dari pasangan tersebut tidak terima dengan hasil sementara dari KPU. Mereka menggugat ke MK dan mengaku mempunai banyak bukti-bukti, bahkan sampai 10 truck konteiner.
Ternyata bukan 10 truck konteiner, hanya empat bundle berkas yang sudah dijilid dan dimasukan dalam kotak plastis. Dan kubu mereka waktu itu juga ngeles, maksudnya bukan 10 truck konteiner, tapi kotak plastik konteiner.
Inilah lagu-lau orang kalah atau jawaban orang kepepet.
"Bibir atasmu setipis silet, kata-katamu setajam silet".
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews