Bagaimana menghadapi masalah bangsa ini dengan saling bergandengan tangan, bukan dengan menciptakan permusuhan. Biar bagaimana pun, pemimpin itu adalah teladan bagi masyarakat.
Said Didu tidak ingin minta maaf, dan itu memang haknya. Begitu juga Luhut, tetap akan menyeret Said Didu ke meja hijau, itu pun haknya Luhut. Kita yang ada diluar panggung perseteruan itu, cuma bisa menonton seperti apa babak akhir ceritanya.
Pernyataan Said Didu sudah melukai hati Luhut, karena pernyataan Said Didu yang menuding Luhut cuma memikirkan yang, uang dan uang itu sangat memperburuk citranya, baik dimata masyarakat, maupun dimata keluarganya.
Keduanya mendapatkan pelajaran yang berharga dari peristiwa ini, Said Didu yang tadinya tiada hari tanpa nge-twit, terlebih lagi sejak dicopot dari komisaris PT. Bukit Asam, harusnya mulai bisa membedakan mana serangan yang mengarah ke pribadi, mana pula yang ke arah kebijakan.
Begitu juga dengan Luhut, akan menjadi lebih sadar kalau posisinya selalu menjadi sorotan publik, jadi tahu apa yang dibicarakan menjadi konsumsi publik, juga bisa menolak tugas disaat merasa sudah over capacity.
Tidak ada yang bisa melarang Luhut untuk memperkarakan Said Didu, meskipun Said Didu sudah mengirimkan surat sebagai klarifikasi. Luhut berhak menolak klarifikasi tersebut, karena apa yang disampaikan juga hanya berupa dalih.
Luhut sudah memberikan kesempatan lebih dari 2 x 24 jam untuk Said Didu meminta maaf, namun Said Didu tetap tidak ingin minta maaf, dia menganggap dengan meminta maaf itu artinya dia sudah mengakui kesalahan, sementara dia merasa tidak bersalah menyerang pribadi Luhut.
Euforia sebagai penyuara kebenaran sudah menyelimuti Said Didu, sehingga dengan jumawa dia menganggap mendapat banyak dukungan atas kesalahan yang sudah dia lakukan, dia pun lupa kalau manusia tempatnya salah dan khilaf.
Sementara Luhut pun menganggap apa yang sudah dilakukannya, dengan memperkarakan Said Didu, adalah untuk menegakkan kebenaran. Hukumlah nanti yang menentukan siapa yang benar, dan siapa yang salah.
Kebenaran yang harus diperjuangkan adalah kebenaran yang universal, bukanlah kebenaran atas sudut pandang pribadi atau kelompok. Semua kita adalah pejuang kebenaran, untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.
Tapi juga, tidak bisa hanya atas dasar nafsu dan ego pribadi. Acuan kebenaran dinegara hukum adalah hasil keputusan hukum. Itulah yang mendasari Luhut memperkarakan Said Didu, agar tahu siapa yang benar, dan siapa yang salah.
Setiap orang pasti tidak terima kalau diserang secara pribadi. Pejabat publik yang patut diserang adalah kebijakannya, bukanlah karakter dan pribadinya. Menyerang kebijakan adalah tindakan yang konstitusional, dan dilindungi undang-undang.
Secara hukum harus diklarifikasi, apakah yang dilakukan Said Didu termasuk pelanggaran hukum atau tidak. Untuk mengetahui duduk perkaranya, maka perlu dibawa kepengadilan.
Padahal kasus ini seharusnya bisa diselesaikan tanpa harus ke pengadilan, masih ada ruang pemaafan, namun rupanya ruang tersebut tidak ingin dimanfaatkan oleh Said Didu, karena dia merasa apa yang dilakukan sudah benar.
Sebagai masyarakat, teladan apa yang bisa kita peroleh dari kasus perseteruan antara mantan pejabat negara dengan pejabat negara ini? Tidak ada, keduanya hanya memperlihatkan ego pribadinya masing-masing.
Keduanya tidak bisa memberikan teladan, bagaimana sebaiknya menjaga lisan, mengumbar ucapan dan ujaran kebencian secara berlebih-lebihan di media sosial, adalah manifestasi dari sikap frustasi yang tidak bisa dikendalikan.
Sama juga dengan mengumbar ucapan yang tidak penting, hanya karena sedang memegang kekuasaan, itu pun bukan teladan yang baik dari sseorang pejabat negara.
Ditengah krisis dan kemelut yang sedang dihadapi negara dan bangsa saat ini, sangat dibutuhkan keteladanan, baik dari pejabat negara yang sudah tidak aktif, maupun yang masih aktif.
Bagaimana menghadapi masalah bangsa ini dengan saling bergandengan tangan, bukan dengan menciptakan permusuhan. Biar bagaimana pun, pemimpin itu adalah teladan bagi masyarakat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews