Memang ia bukan orang teknik. Bukan elektro. Tapi sudah pernah menjadi wadirut lima tahun. Ia sudah sangat paham masalah PLN --yang teknis sekali pun. Ia sudah ”orang dalam” PLN.
Lihat dulu ”kelas” kementeriannya. Lihat pula ”kelas” BUMN-nya.
Dari Menteri Kominfo ke Direktur Utama PLN harusnya tidak termasuk yang bisa disindir sebagai turun pangkat.
Bahkan naik ”kelas”.
PLN memang di bawah menteri. Secara struktur. Demikian juga Pertamina. Tapi dirut dua BUMN tersebut bisa dibilang tidak kalah kelas dengan menteri.
Banyak kementerian yang anggaran jauh di bawah PLN atau Pertamina.
Kalau ke Tiongkok saya sering diperkenalkan sebagai menteri kelistrikan.
”Saya bukan menteri,” sergah saya. ”Saya ini hanya Dirut PLN”.
”Di sini kelas Dirut PLN disebut menteri,” tukasnya.
Terserah saja.
Yang penting saya harus mulai waspada. Mereka boleh pinter, kita tidak boleh bodoh.
Dirut PLN --dan Pertanina-- tidak jarang diundang ikut sidang kabinet --meski duduknya di barisan belakang. Dan tidak boleh bicara kalau tidak diminta.
Saat bicara pun harus pandai-pandai mengatur lidah: banyak atasan yang bisa terjepit di forum itu.
Ejekan bahwa dari Menteri Kominfo ke Dirut PLN itu turun kelas pasti datang dari orang yang sangat sadar-kelas.
Rudiantara tidak harus merasa turun kelas. Harus merasa naik kelas.
Memang ia kan Menteri Komunikasi dan Informasi. Tapi kan mantan. Tentu ia harus mau ditugaskan menjadi Dirut PLN.
Saya justru salut kepada orang yang punya ide menempatkan mantan menteri itu ke Dirut PLN. Kok terpikir ya.
Memang sulit mencari dirut baru PLN saat ini. Banyak yang hebat-hebat di dalam PLN. Tapi mungkin saja belum dikenal oleh para pengambil putusan.
Dikenal itu penting. Untuk diketahui akan bisa dipercaya atau tidak. Terutama kemampuan dan integritas mereka.
Memilih dirut perusahaan sekelas PLN memang juga harus mempertimbangkan iklim kerja di dalam.
Misalnya apakah ada kubu-kubun di dalamnya. Yang pro dirut lama dan yang kontra. Yang di tengah pun dianggap kejepit: dianggap kubu yang lain lagi.
Para ahli di dalam PLN dikhawatirkan sudah berada dalam salah satu kubu --biar pun sebenarnya tidak.
Itu bagian dari nasib.
Setidaknya Rudiantara tidak terlibat perkubuan itu.
Memang ia pernah menjabat Wakil Direktur Utama PLN. Tapi itu sudah 10 tahun lalu. Sebelum ada kubu-kubuan.
Memang ia bukan orang teknik. Bukan elektro. Tapi sudah pernah menjadi wadirut lima tahun. Ia sudah sangat paham masalah PLN --yang teknis sekali pun. Ia sudah ”orang dalam” PLN.
Di PLN Rudiantara banyak menangani energi primer. Yakni yang menangani pengadaan solar, batubara, gas, dan sejenisnya. Di zaman ialah PLTGU Muara Tawar berubah total. Dari 100 persen Solar ke 100 persen gas.
Itu berarti sebuah penghematan sekitar Rp3 triliun sendiri setahun.
Ia memang tidak termasuk yang saya ajak di BOD. Padahal, saya menilai ia mampu. Beberapa staf juga mengusulkannya. Tapi saya telanjur menghapus jabatan wadirut. Sedang untuk menjadikannya direktur saya merasa tidak sopan: menurunkan jabatannya.
Saya benar-benar salut pada pengambil keputusan ini. Kok terpikir nama Rudiantara. Kok bisa merayunya agar mau untuk turun pangkat.
Pemilihan Rudiantara bisa menghindarkan PLN dari persoalan tarik-menarik.
Sesekali alumni Universitas Padjadjaran Bandung menjabat Dirut PLN. Memang bukan dari fakultas tekniknya, tapi dari jurusan statistik. Tidak terlalu jauh. Pasti lebih baik dari sekedar lulusan pesantren seperti saya.
Apalagi Rudiantara pernah menjadi Wadirut Semen Gresik. Pernah juga jadi CEO banyak perusahaan besar.
Naluri bisnis Rudiantara sangat baik. Keahliannya di bidang keuangan juga istimewa.
Kedisiplinan salat lima waktunya jangan ditanya.
Di PLN itu titik beratnya ”hanya” pada leadership. Ahli-ahlinya luar biasa banyak. Yang lebih berat adalah masalah politiknya. Saya bisa bercerita banyak soal ini.Terlalu banyak proyek di PLN. Terlalu besar-besar nilai proyeknya. Anggaran di PLN jauh lebih besar dari kementerian Kominfo. Dari segi anggaran Rudiantara jelas naik pangkat.
Saya yang justru pernah turun pangkat. Saat dipindahkan dari jabatan Dirut PLN menjadi Menteri BUMN.
Turun pangkat?
Benar.
Dirut PLN gajinya Rp170 juta/bulan.
Menteri BUMN gajinya Rp19 juta/bulan.
Untung penurunan itu tidak terasa --saya tidak pernah melihat keduanya.
Dari segi ini, siapa bilang Pak Rudiantara turun pangkat.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews