Jangan Biarkan Damai Itu Pergi

Jumat, 1 Maret 2019 | 22:06 WIB
0
385
Jangan Biarkan Damai Itu Pergi
Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai Bersama Pepnew! [Foto: Dok Pribadi]

Indonesia, menjadi laboratirum raksasa yang sedang dan terus berevolusi. Meski telah berusia 73 tahun lebih, Indonesia masih harus belajar terus menerus untuk menjadi negara-bangsa (nation-state). Sejak berdirinya negara ini, Indonesia memilih menerapkan berbagai sistem demokrasi.

Bentuk negara yang dipilih adalah negara kesatuan. Dalam perjalanannya, demokrasi kesatuan di negara ini berjalan dengan penuh dinamika. Setelah melewati masa penjajahan yang cukup panjang, masyarakat Indonesai—terutama golongan terdidiknya—bisa belajar dari tangan para pendidik dan literatur penjajah tentang makna kebebasan (freedom).

Para bapak bangsa beranggapan bahwa bentuk  negara yang paling tepat untuk Indonesia adalah Republik Presidensial.Mereka tak lagi percaya bahwa bentuk kerajaan dan otoritarianisme cukup tepat mengelola Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa. Satu-satunya bentuk negara yang paling tepat REPUBLIK.

Diterapkannya sistem demokrasi, pemimpin pasca kemerdekaan tak pelak harus memikirkan dilakukannya PEMILU (pemilihan umum) sebagai sistem untuk mengatur peralihan kekuasaan.  Bermula pada 1955, PEMILU dilangsungkan.  Namun, kisruh politik masih terus membayangi Indonesia sehingga tidak dapat dengan segera melaksanakan pemilu yang dimaksud. Kisruh politik sesasa elit politik pun masih berkecamuk.

Perjalanan pemilu tak berhenti sampai di sini. Multipartai pemilu pertama pun sudah berlangsung dan tak bisa dielakkan. Setelahnya, di zaman orla  Pemilu tak pernah lagi dilakukan, semua legislatif diangkat langsung oleh presiden. Boleh dibilang, pemerintahan yang otoriter.  Semua berdasarkan kemauan presiden.Artinya, kedamaian pun terpinggirkan.

Beda orla  beda pula orba. Pemilu pertama tahun 1971  pun merapkan banyak partai. Setelah Pemilu pertama dilaksanakan, selanjutnya pemerintah menerapkan tri partai. Pemilu terus berlangsung hingga jatuhnya pemerintahan Orba.

Pasca Reformasi, masyarakat semakin menuntut pemilu yang benar-benar demokratis dan tidak anarkis.  Partai dan caleg bena-benar diminta dan dituntut untuk bisa menarik simpatik  dengan kompetisi strategi politik.

Kontestan sekarang harus merebut pengaruh dan menarik simpatik masyarakat. Partai dan politisi yang gagal dalam melakukan  hal ini sudah bisa diramalkan, akan kalah mendapatkan perolehan suara . Dalam sistem multi partai yang dianut saat ini, kontestan pemilu langsung berhadapan dengan kenyataan persaingan yang sangat ketat agar dapat berebut suara, memberi kepuasan, dan memberi keyakinan pemilih kenapa dia harus terpilih.

Finalnya adalah persaingan antarpartai dan kontestan membawa mereka ke TPS dan membuat tanda centang di pilihan. Nah, perubahan mekanisme Pemilu di negara ini otomatis mengubah semua pola hubungan antarkontestan, baik itu partai politik, calon presiden, atau calon kepala daerah dengan yang memilih.

Hal-hal yang berkenaan dengan Pemilu terkadang masih banyak menimbulkan keributan.   Seperti ribut antarpendukung calon, penyebaran berita hoax terkait paslon, atau black campaign calon, maupun paslon.

Ya, perlu disadari, hal-hal ini yang justru menjauhkan kedamaian pemilu, ricuh di mana-mana. Menjadi catatan besar kita adalah bahwa masyarakat Indonesia tidak homogen. Setiap kelompok masyarakat setidaknya pernah mengalami ragam juga tahapan perubahan berbeda-beda satu dengan lainnya. Masyarakat yang ada di kota bisa jadi sangat berbeda dengan mereka yang tinggal di desa.

Ada lapisan-lapisan pemilih yang lebih rasional. Swing voters pun juga tak bisa dikecilkan. Kalau dilihat-lihat sah-sah saja partai politik membuat pilihan “indifference”. Ya, yang diperlukan dalam Pemilu ini adalah keterbukaan, transparansi, dan fairness untuk lebih mendewasakan pemilih dalam memilih atau menentukan pilihannya.

Justru agar tak terjadi keributan berkepanjangan, membawa pesan damai kepada seluruh pemilih  itu baik dan benar. Dengan semakin besarnya gelombang demokratisasi, masyarakat sudah punya peran dan memainkan peran penting dalam memengaruhi  kebijakan dan keputusan politik yang akan diambil pemerintah.

Pemilu tetaplah pemilu yang membawa begitu banyak perubahan. Pesan damai mestilah tersampaikan. Bagaimana pemilu dicoretkan  dalam barisan kalimat penuh damai? Inilah yang dilakukan 30 orang penulis pesan damai pemilu Pepnews!. Tak perlu ribut berkepanjangan jika itu dapat diurai. Sama halnya ketika seseorang mengemukakan alasan kebebasan bicara yang tak perlu dikekang dengan tetap membawa pesan damai.

Tak perlu mengumpul ujaran kebencian yang memberi batas pada kebebasan. Bagir Manan mengatakan, bahwa  ujaran kebencian merupakan salah satu batas dari kebebasan menyatakan pendapat, di samping pembatas lain seperti ucapan cabul (obscenity), ucapan yang berisi ancaman (threats), ucapan yang menghast  (incitement), ucapan kasar (fighting words), dan lain-lainnya.

Hal-hal tersebut membawa pada jurang kehancuran kedamaian yang ingin kita ciptakan bersama. Dengan adanya kebebasan yang bertanggung jawab, mestilah kita dapat berkontribusi terhadap kemajuan masyarakat dan juga manusia secara damai.

Kebebasan yang damai mesti kita gaungkan kepada semau warga negara. Namin kebebasan punya basts yang harus dan bisa menghormati hak atau reputasi orang lain, serta untuk melindungi kepentingan keamanan nasional dan kepentingan umum. Makanya, kebebasan itu tidaklah bersifat absolut.

Sudah selayaknya, Pemilu damai digaungkan dan dijalankan tanpa ada intoleransi, radikalisme, dan juga terorisme. Masing-masing kita saling menjaga dan menghormati. Demokrasi yang semakin berkualitas dan terinstitusi membuat pemilu sudah dilakukan oleh Komite Independen juga diawasi oleh Badan Independen mulai dari tingkat nasional hingga tingkat II. Demokrasi multi partai dan multi capres cawapres dengan syarat kualitas semakin dewasa. Proses persiapan yang semakin matang dan akuntable juga proses penghitungan suara yang semakin akuntabel.  Kualitas SDM yang semakin meningkat sebgai hasil intervensi negara pada sektor pendidikan dan kesehatan.  Infrastruktur nasional yang semakin merata.

Tingkat daya ekonomi Indonesia di dunia semakin meningkat dengan menduduki peringkat 45 dari 140 negara, akan terus naik sejalan dengan perkembangan infrastruktur yang sudah dan akan dikembangkan seluruh proses perizinan pun cepat dan transparan. Kualitas SDA pun semakin meningkat.

Jangan biarkan damai itu pergi. Jangan biarkan semuanya berlalu.Pemilu damai jadi dambaan. Semoga!

***