Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan bahwa supremasi sipil tetap dijaga dan bahwa militer tidak melampaui peran yang telah ditetapkan oleh hukum.
Dalam perkembangan terbaru yang mengejutkan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah dikerahkan untuk mengamankan kantor-kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Langkah ini, yang diumumkan melalui Surat Telegram Panglima TNI No. TR/422/2025 tertanggal 5 Mei 2025, memerintahkan pengerahan satu peleton (sekitar 30 personel) untuk setiap Kejati dan satu regu (sekitar 10 personel) untuk setiap Kejari.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan bahwa pengamanan oleh TNI merupakan bentuk kerja sama antara TNI dan Kejaksaan dalam menjalankan tugas-tugasnya . Namun, tidak ada penjelasan rinci mengenai latar belakang kerja sama ini. Beberapa pihak mengaitkan langkah ini dengan pembentukan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) dan peristiwa penguntitan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus oleh personel Densus 88 Antiteror Polri pada akhir 2024.
Pelibatan TNI dalam pengamanan institusi sipil seperti Kejaksaan menimbulkan pertanyaan serius dalam konteks sistem ketatanegaraan Indonesia. Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dari ancaman militer dan bersenjata. Sementara itu, penegakan hukum dan pengamanan institusi sipil merupakan domain aparat penegak hukum sipil, seperti Polri.
Koalisi masyarakat sipil, termasuk SETARA Institute, menilai bahwa pengerahan TNI untuk mengamankan Kejaksaan bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku . Mereka mengkhawatirkan bahwa langkah ini dapat mengaburkan batas antara fungsi militer dan sipil, serta mengancam prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi.
Dampak dan Implikasi
Pelibatan TNI dalam pengamanan Kejaksaan dapat memiliki dampak jangka panjang terhadap demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. Secara filosofis, langkah ini mencerminkan kecenderungan militerisasi dalam ranah sipil, yang dapat mengikis prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas.
Dalam jangka pendek, kehadiran TNI di institusi penegak hukum sipil dapat menciptakan persepsi intimidasi dan mengurangi independensi Kejaksaan dalam menjalankan tugasnya. Dalam jangka panjang, hal ini dapat membuka pintu bagi keterlibatan militer dalam urusan sipil lainnya, yang bertentangan dengan semangat reformasi dan demokratisasi yang telah diperjuangkan sejak era Reformasi.
Pengerahan TNI untuk mengamankan Kejaksaan merupakan langkah yang kontroversial dan menimbulkan kekhawatiran mengenai pelanggaran prinsip-prinsip dasar negara hukum dan demokrasi. Meskipun kerja sama antar-lembaga negara penting untuk menjaga stabilitas, perlu ada kejelasan dan batasan yang tegas agar tidak terjadi tumpang tindih fungsi dan pelanggaran konstitusi.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memastikan bahwa supremasi sipil tetap dijaga dan bahwa militer tidak melampaui peran yang telah ditetapkan oleh hukum.
Langkah ke depan harus mencakup evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ini, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum tetap tegak di Indonesia.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews