Mengapa Deklarator Demokrat Subur Sembiring Gugat Kepemimpinan AHY?

Situasi ini tidak bisa juga dianggap seperti, "biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu", karena dasar gugatan Subur Sembiring juga tidak bisa dianggap remeh.

Minggu, 31 Mei 2020 | 08:01 WIB
0
347
Mengapa Deklarator Demokrat  Subur Sembiring Gugat Kepemimpinan AHY?
Foto:Tempo.co

Kepemimpinan Agus Harimurti Yudhyono (AHY) digoyang dari internal partai, legalitas kepemimpinannya dipertanyakan, karena sampai saat ini SK dari Kemenkumham tentang kepengurusan baru Partai Demokrat belum terbit.

Salah seorang deklarator Partai Demokrat, Subur Sembiring tiba-tiba kembali muncul, menyeruak di tengah euforia kepemimpinan AHY, dan mendeklarasikan diri sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Demokrat.

Padahal kepengurusan AHY sedang di masa "bulan madu", selepas Kongres Partai Demokrat beberapa bulan yang lalu, sedang melakukan konsolidasi untuk menggerakkan roda organisasi, dengan para petinggi Partai yang baru saja dilantik.

Subur menganggap, selepas kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhyono (SBY), maka kepengurusan Partai Demokrat demisioner, mengalami kepakuman, karena kepengurusan baru dibawah kepemimpinan AHY belum mengantongi SK Kemenkumham.

Atas dasar itulah maka Subur mengambil alih kepemimpinan AHY, dan siap-siap menggelar Kongres Luar Biasa Partai Demokrat. Bukan baru kali ini kisruh internal Partai Demokrat ini terjadi, sebelumnya kepemimpinan SBY pun pernah digugat oleh para pernah diri Partai Demokrat.

Ada yang sedikit agak menggelitik dari gugatan Subur ini, dia menganggap SK Kemenkumham adalah sesuatu yang penting sebagai legalitas kepengurusan partai, karena dengan adanya SK Kemenkumham, maka pencairan dana bantuan untuk partai politik.

Kalau bisa difahami, sebetulnya kebutuhan Subur sangatlah sederhana, dan sangat mudah diatasi oleh partai, makanya kegaduhan ini tidak terlalu mempengaruhi stabilitas kepengurusan partai saat ini.

Secara tekhnis sebetulnya tidak ada halangan bagi Kemenkumham untuk menerbitkan Surat Keputusan, yang mengakui kepengurusan AHY, persoalannya, Subur juga mempersoalkan posisi Kosgama di dalam organisasi partai.

Kalau secara tekhnis Kemenkumham menganggap ada hal yang bisa menghalangi untuk diterbitkannya SK, maka bisa jadi kepengurusan AHY dianggap ilegal. Kisruh di internal partai akan menjadi sesuatu yang serius.

Baca Juga: Tugas Pidato Almira AHY, Reaksi Demokrat dan Kreativitas Orang Tua

Sangat mungkin apa yang terjadi di internal partai akan berdampak pada perpecahan, dan Demokrat akan mengalami nasib yang sama dengan Partai Amanat Nasional (PAN) , yang sudah terpecah belah, dimana Amien Rais sebagai pendiri PAN, didepak secara halus dari PAN.

Subur secara terang-terangan secara de facto menganggap dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, seperti yang dilansir RMOL.id,

"Saat ini kepengurusan Partai Demokrat kosong. Saya sudah nyatakan saya ambil alih. Secara de facto, Ketua Umum Partai Demokrat sekarang adalah saya sebagai Plt. Ketua Umum FKPD," tegas Subur Sembiring.

"Secara de jure, saya akan lakukan kongres segera mungkin selesai PSBB tanggal 4 Juni 2020. Mudah-mudahan kota Jakarta PSBB-nya dicabut oleh Pak Anies pada tanggal 4 Juni 2020 mendatang. Saya akan perjuangkan Partai Demokrat bisa ikut pilkada dan proses politik untuk bersama-sama menyukseskan Pilkada," tandasnya

Kisruh internal Partai Demokrat ini sepertinya tidak ditanggapi secara serius oleh para pengurus Partai Demokrat, karena belum ada klarifikasi secar resmi dari para petinggi Demokrat.

Situasi ini tidak bisa juga dianggap seperti, "biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu", karena dasar gugatan Subur Sembiring juga tidak bisa dianggap remeh.

Kalau dimasa Orde Baru, situasi seperti ini sangat bisa dimanfaatkan penguasa untuk memecah belah kekuatan partai, itulah yang terjadi dengan PKB dimasa lalu, dimana ada PKB Gus Dur, ada juga PKB Muhaimin Iskandar.

Juga seperti yang terjadi pada partai PPP, yang beberapa kali diobok-obok people penguasa, dan dipecah belah berkali-kali, sejak zaman Orde Baru, maupun zaman reformasi.

***