Situasi ini tidak bisa juga dianggap seperti, "biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu", karena dasar gugatan Subur Sembiring juga tidak bisa dianggap remeh.
Kepemimpinan Agus Harimurti Yudhyono (AHY) digoyang dari internal partai, legalitas kepemimpinannya dipertanyakan, karena sampai saat ini SK dari Kemenkumham tentang kepengurusan baru Partai Demokrat belum terbit.
Salah seorang deklarator Partai Demokrat, Subur Sembiring tiba-tiba kembali muncul, menyeruak di tengah euforia kepemimpinan AHY, dan mendeklarasikan diri sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Demokrat.
Padahal kepengurusan AHY sedang di masa "bulan madu", selepas Kongres Partai Demokrat beberapa bulan yang lalu, sedang melakukan konsolidasi untuk menggerakkan roda organisasi, dengan para petinggi Partai yang baru saja dilantik.
Subur menganggap, selepas kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhyono (SBY), maka kepengurusan Partai Demokrat demisioner, mengalami kepakuman, karena kepengurusan baru dibawah kepemimpinan AHY belum mengantongi SK Kemenkumham.
Atas dasar itulah maka Subur mengambil alih kepemimpinan AHY, dan siap-siap menggelar Kongres Luar Biasa Partai Demokrat. Bukan baru kali ini kisruh internal Partai Demokrat ini terjadi, sebelumnya kepemimpinan SBY pun pernah digugat oleh para pernah diri Partai Demokrat.
Ada yang sedikit agak menggelitik dari gugatan Subur ini, dia menganggap SK Kemenkumham adalah sesuatu yang penting sebagai legalitas kepengurusan partai, karena dengan adanya SK Kemenkumham, maka pencairan dana bantuan untuk partai politik.
Kalau bisa difahami, sebetulnya kebutuhan Subur sangatlah sederhana, dan sangat mudah diatasi oleh partai, makanya kegaduhan ini tidak terlalu mempengaruhi stabilitas kepengurusan partai saat ini.
Secara tekhnis sebetulnya tidak ada halangan bagi Kemenkumham untuk menerbitkan Surat Keputusan, yang mengakui kepengurusan AHY, persoalannya, Subur juga mempersoalkan posisi Kosgama di dalam organisasi partai.
Kalau secara tekhnis Kemenkumham menganggap ada hal yang bisa menghalangi untuk diterbitkannya SK, maka bisa jadi kepengurusan AHY dianggap ilegal. Kisruh di internal partai akan menjadi sesuatu yang serius.
Baca Juga: Tugas Pidato Almira AHY, Reaksi Demokrat dan Kreativitas Orang Tua
Sangat mungkin apa yang terjadi di internal partai akan berdampak pada perpecahan, dan Demokrat akan mengalami nasib yang sama dengan Partai Amanat Nasional (PAN) , yang sudah terpecah belah, dimana Amien Rais sebagai pendiri PAN, didepak secara halus dari PAN.
Subur secara terang-terangan secara de facto menganggap dirinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, seperti yang dilansir RMOL.id,
"Saat ini kepengurusan Partai Demokrat kosong. Saya sudah nyatakan saya ambil alih. Secara de facto, Ketua Umum Partai Demokrat sekarang adalah saya sebagai Plt. Ketua Umum FKPD," tegas Subur Sembiring.
"Secara de jure, saya akan lakukan kongres segera mungkin selesai PSBB tanggal 4 Juni 2020. Mudah-mudahan kota Jakarta PSBB-nya dicabut oleh Pak Anies pada tanggal 4 Juni 2020 mendatang. Saya akan perjuangkan Partai Demokrat bisa ikut pilkada dan proses politik untuk bersama-sama menyukseskan Pilkada," tandasnya
Kisruh internal Partai Demokrat ini sepertinya tidak ditanggapi secara serius oleh para pengurus Partai Demokrat, karena belum ada klarifikasi secar resmi dari para petinggi Demokrat.Situasi ini tidak bisa juga dianggap seperti, "biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu", karena dasar gugatan Subur Sembiring juga tidak bisa dianggap remeh.
Kalau dimasa Orde Baru, situasi seperti ini sangat bisa dimanfaatkan penguasa untuk memecah belah kekuatan partai, itulah yang terjadi dengan PKB dimasa lalu, dimana ada PKB Gus Dur, ada juga PKB Muhaimin Iskandar.
Juga seperti yang terjadi pada partai PPP, yang beberapa kali diobok-obok people penguasa, dan dipecah belah berkali-kali, sejak zaman Orde Baru, maupun zaman reformasi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews