Beda dengan Rini Soemarno, di Era Erick Thohir BUMN Jadi "Bancakan" Politisi

Politik bukan hanya dinamis semata, tetapi politik juga seni membagi kue kekuasaan. Bahkan kurang adil dalam membagi kue kekuasaan bisa timbul masalah dikemudian hari.

Jumat, 21 Februari 2020 | 09:40 WIB
0
433
Beda dengan Rini Soemarno, di Era Erick Thohir BUMN Jadi "Bancakan" Politisi
Rini Soemarno dan Erick Thohir (Foto: Bisnis.com)

Apa yang membedakan pemerintahan Jokowi periode pertama dan kedua khususnya di kementerian BUMN?

Seperti kita ketahui, menteri BUMN periode pertama pemerintahan Jokowi adalah Rini Soemarno. Sedangkan pada periode kedua menteri BUMN adalah Erick Thohir.

Mengapa menteri Rini Soemarno tidak disukai oleh kalangan politisi Senayan, bahkan yang bersangkutan tidak bisa melakuan rapat karena ditolak politisi Senanyan?

Malah politisi senayan sering mengusulkan kepada Presiden untuk memecat atau mengganti menteri Rini Soemarno sebagai menteri BUMN.

Akan tetapi setiap ada perngantian menteri atau reshuffle nama yang bersangkutan selalu muncul yang akan diganti, tetapi selalu dipertahankan oleh presiden Jokowi. Padahal selama periode pertama, Presiden Jokowi kurang lebih tiga kali melakukan pergantian kabinet atau menteri dan nama menteri Rini Soemarno selalu muncul. Dan sampai masa habis jabatan sebagai menteri BUMN.

Rini Soemarno adalah menteri BUMN yang menolak para politisi menjabat atau mengisi jabatan di BUMN, sekalipun hanya sebagai komisaris. Bisa dikatakan di masa Rini Soemarno tidak ada para politisi yang menjabat sebagai komisaris BUMN. Juga tidak ada mantan jenderal TNI dan Polri yang menduduki atau menjabat sebagai komisaris BUMN.

Inilah yang melatarbelakangi para politisi senayan tidak suka dengan Rini Soemarno.Dan selalu dimusuhi.

Hanya ada dua relawan Jokowi yang menjabat sebagai komisaris era Rini Soemarno yaitu Fajroel Rachman sebagai komisaris Adhi Karya dan Kartika Djoemadi sebagai komisaris Dana Reksa. Dan para politisi praktis era Rini tidak ada yang menjadi atau kebagian jabatan sebagai komisaris BUMN.

Bahkan kasus Jiwasraya yang melaporkan ke Kejaksaan juga menteri Rini sebelum akhir masa jabatannya. Dan ini juga sudah dikonfirmasi oleh Jaksa Agung. Bahwa kasus Jiwasraya yang ditangani oleh Kejaksaan atas laporan menteri Rini.

Nah, di periode kedua dan Erick Thohir sebagai menteri BUMN ada perbedaan. Kalau di masa Rini tidak ada politisi Senayan menjabat sebagai komisaris BUMN, maka pada masa Erick Thohir kembali para politisi menduduki atau menjabat sebagai komisaris.

Bukan hanya para politisi yang menjadi komisaris BUMN, akan tetapi para pensiunan jenderal TNI dan Polri juga mendapat bagian untuk menjabat sebagai komisaris BUMN.

Sebut saja Roy E. Maringkas politisi PDIP menjabat sebagai komisaris PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Basuki Tjahaya Purnama kader PDIP sebagai komisaris Pertamina. Zulhanar Usman politisi Hanura menjabat sebagai komisaris Bank BRI dan Dwi Ria Latifa politisi PDIP juga sebagai komisaris Bank BRI. Arif Budimanta dari politisi PDIP juga menjabat sebagai komisaris Bank Mandiri. Rokhmin Dahuri politisi PDIP menjadi penasehat menteri Edhy Prabowo di Kementerian Kelauatan dan Perikanan.

Dan akan masih banyak lagi komisaris akan diisi oleh para politisi seiring pergantian direksi di jajaran BUMN yang jumlahnya mencapai 142 BUMN. Karena banyak partai pendukung yang belum mendapat atau kebagian jabatan. Apalagi kuota jabatan menteri dan wakil menteri terbatas. Maka solusinya menempatkan para politisi di jabatan komisaris atau sebagai Duta Besar.

Politik bukan hanya dinamis semata, tetapi politik juga seni membagi kue kekuasaan. Bahkan kurang adil dalam membagi kue kekuasaan bisa timbul masalah dikemudian hari.

Saatnya para politisi menggangsir BUMN.

***