Media telah memberitakan bahwa ISIS mengalami kekalahan di Suriah, mereka memaksa mundur setelah diserang oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) di bulan Maret 2019 ditandai dengan jatuhnya pertahanan terakhir ISIS di Baghouz.
Sejak kejayaan hingga kejatuhan ISIS, terdapat sekitar 700 sampai 800-an WNI simpatisan ISIS di Suriah. Dari keseluruhan tersebut, baru sekitar 200 orang yang telah. dipulangkan ke Indonesia. Sisanya, masih menunggu bantuan pemerintah agar dapat pulang ke Tanah Air.
Namun, tidak semudah itu, toh tidak ada yang memaksa mereka untuk pergi ke Suriah. Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa kepulangan para WNI eks ISIS akan dilaksanakan apabila mereka berkomitmen untuk setia pada pancasila.
Tetapi jika mereka tidak mau mengubah ideologi mereka, maka Indonesia dengan tegas tidak menerima mereka.
Mari kita merujuk pada sebuah pepatah lama “kalaulah kamu mendengar gunung berpindah, bolehlah kamu percaya. Namun apabila kamu mendengar karakter orang berubah maka jangan mudah percaya”.
Kalimat tersebut seakan menyiratkan akan adanya bahaya yang mungkin muncul jika kita mudah percaya pada seseorang yang ingin mengubah karakternya.
Hal tersebut diperkuat oleh Kasandra Putranto selaku Psikolog Kasandra Associates yang mengatakan bahwa, ada potensi bahaya bila istri dan anak eks kombatan dan simpatisan ISIS tersebut pulang ke Tanah Air, hal tersebut dikarenakan adanya potensi mengembangkan sikap ekstrem sebagai dampak dari lingkungan sosial mereka saat berada di Suriah.
Tentu kita sudah tahu betapa ISIS sangatlah Radikal dan seakan pro dengan tindak kekerasan. Jika memang nanti mereka pulang ke Indonesia, apakah mereka akan bersikap damai dan toleran dengan perbedaan yang ada?
Bolehkah kita curiga, misal mereka pernah mengetahui cara membuat bom di Suriah, lalu setelah ISIS kalah mereka minta pulang dan dipulangkan, karena dalam hatinya masih ada sisa – sisa sikap radikalisme, tentu akan berbahaya jika mereka lantas tidak mau menyatakan bahwa pancasila sebagai ideologi.
Jika masih kurang bukti, mari kita tengok di tahun 1980-an, dimana pada saat itu seseorang yang berpaham radikal dan menamakan dirinya Mujahidin Afganistan kembali ke tanah air dan 20 tahun kemudian menjadi teroris bom bunuh diri di Bali.
Merujuk pada kisah tersebut bukan tidak mungkin hal ini dapat terlulang oleh para eks-simpatisan ISIS yang hendak pulang ke tanah air.
Menteri Pertahanan Republik Indonesa, Ryamizard Ryacudu telah menegaskan, bagi warga Indonesia yang memilih untuk bergabung dan berjuang bersama ISIS, Ia menyarankan agar tidak usah kembali ke Indonesia untuk bergabung dengan ISIS baik di Irak, Suriah maupun Marawi.
Penolakan ini mungkin akan memunculkan reaksi dari beberapa masyarakat yang merasa bahwa pemerintah sekarang ini zalim terhadap umat Islam.
Namun akan muncul sebuah pertanyaan, apakah saat mereka berangkat ke Suriah, mereka para simpatisan ISIS masih mau mengakui ideologi bangsa Indonesia, atau apakah mereka masih mau hormat kepada bendera merah putih.
Jika ada yang menuduh Pemerintah tidak pro terhadap umat muslim, tentu akan ada tanda tanya besar, umat Islam yang mana yang dibenci oleh Jokowi. Atau jangan – jangan umat Islam tertentulah yang ingin hidup dalam negara yang menganut sistem khilafah.
Kalau begitu, para simpatisan Eks ISIS lebih baik tidak usah pulang, daripada nanti menunjukkan sikap anti demokrasi dan toleransi di Indonesia, lebih baik mereka setia saja dengan ISIS yang sudah kalah, jangan lantas sudah kalah baru merengek pulang.
Jika tujuan mereka berjihad, tentu tidak sepenuhnya benar jika jihad dimaknai dengan upaya perang dan angkat senjata. Padahal menafkahi keluarga dan menyumbang harta kepada orang miskin juga termasuk Jihad.
Sekali lagi kita patut curiga bahwa kejatuhan ISIS ini bisa berdampak banya kepada para simpatisannya. Selain membuat kaget, runtuhnya kelompok radikal ini tentu bisa memicu sikap perlawanan dari simpatisan mereka dalam melanjutkan perjuangan melalui kelompok lain.
Kalau begitu, masih ingin Indonesia dilanda paham radikalisme hingga aksi terorisme yang membuat geger. Masih pengen denger kalimat “Allahu Akbar” tapi berniat untuk mencelakai seseorang?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews