Politisasi Kematian Petugas Pemilu, Kelicikan yang Merepotkan Diri Sendiri

Jika yang diinginkan adalah perebutan kekuasaan dengan people power setelah kalah dalam pemilu, ya memang cara-cara tak beretika akan terus digunakan.

Minggu, 5 Mei 2019 | 17:15 WIB
0
538
Politisasi Kematian Petugas Pemilu, Kelicikan yang Merepotkan Diri Sendiri
BPN Prabowo Sandiaga Mustofa Nahrawardaya yang mewacanakan bongkar makam kpps [Detik.com]

Manuver BPN Prabowo-Sandiaga memang kerab mengejutkan. Orang-orang ini sungguh militan sampai-sampai tak lagi menimbang terlebih dahulu pantas-tidaknya, etik-tidaknya, propaganda yang mereka lancarkan.

Saya sangat terkejut ketika petinggi BPN, Mustofa Nahrawardaya mewacanakan pembongkaran makam petugas penyelenggara (termasuk pengawas) pemilu yang meninggal.

"Kami mengusulkan kemarin kalau dipandang perlu maka seluruh jenazah yang meninggal misterius karena kami tidak mendengar secara detail penyebabnya apa secara medis, maka jika perlu semua jenazah itu dibongkar untuk dilakukan autopsi. Supaya tidak ada kecurigaan di antara masyarakat," kata Musota Nahrawardaya (Detik.com, 03/05).

Mudah sekali menangkap pesan di balik wacana ini. Ini sama sekali bukan wujud simpati terhadap keluarga korban. Pernyataan seperti ini adalah mata rantai dari propaganda kecurangan pemilu yang telah lama dirajut BPN Prabowo-Sandiaga.

Saya jadi ingat ketika adik bungsu saya meninggal di hari Sabtu Suci, beberapa jam sebelum perayaan Paskah 2 tahun lalu. Itu adalah masa akhirnya studi di STAN. Beberapa hari lagi ia masuk masa magang di sebuah kantor pajak pratama, kemudian diwisuda.

Di ujung malam Jumat Agung, ia makan-makan bersama kawan-kawan seangkatannya di STAN. Na’as, dalam perjalanan pulang, ia mengalami kecelakaan motor. Menurut polisi dan kawan-kawannya itu kecelakaan tunggal.

Setelah beberapa hari kami bisa menerima peristiwa tragis itu sebagai rencana Tuhan.

Baca Juga: Jangan Anggap Sepele Deklarasi Kemenangan dan Sujud Syukurnya Prabowo!

Tetapi kemudian ada saja orang-orang yang entah demi apa, tidak mampu menahan diri untuk melontarkan hal-hal yang menguak pilu di hati. Dengan berbagai macam analisis, mereka mengajukan dugaan ada yang tak beres dengan kematian itu.  "Sepertinya dikeroyok, ... Mungkin itu tabrak lari, ... seperti perampokan, ... tak mungkin jika itu kecelakaan tunggal," kata mereka.

Berhari-hari lamanya setelah mendengar masukan dari orang-orang lancang itu, sambil berlinangan air mata, saya mencari-cari berita di internet tentang geng motor, kelompok preman, peristiwa-peristiwa kekerasan dan kejahatan di seputar lokasi kematian adik saya. Nihil.

Demikianlah, bukannya mendapat keadilan, mendengar macam-macam dugaan penyebab kematian justru membuat keluarga korban larut dalam pedih dan sedih berkepanjangan.

Saya membayangkan reaksi serupa muncul dalam diri keluarga 400an petugas pemilu yang meninggal saat bertugas, ketika membaca pernyataan petinggi BPN Mustofa Nahrawardaya. Sebagian besar di antara mereka saya yakin telah berdamai dengan kesedihan kehilangan orang-orang tercinta. Pernyataan Mustofa Nahrawardaya mengorek kembali luka itu.

Sepenting itukah kekuasaan bagi kubu Prabowo-Sandiaga? Tak ada lagi kah cara lebih bermartabat untuk mempropagandakan pemilu curang versi mereka? Sudah raib sama sekali kah etika orang-orang ini dalam berpolitik?

Syukurlah ternyata belum semuanya. Masih ada di kubu Prabowo-Sandiaga yang menyadari betapa licik upaya tersebut dan mencoba memperbaikinya.

Juru bicara BPN Andre Rosiade terpaksa harus repot-repot meluruskan pernyataan rekan setimnya. Menurut Andre pihaknya bukan mengharuskan membongkar makan melainkan menyatakan setuju jika ada kecurigaan dari aparat atau keluarga dan mereka menginginkan membongkar makam.

Tetapi bagaimana pun Andre atau orang-orang BPN lain berusaha menarik ludah yang sudah menyentuh tanah, tak gunanya lagi. Luka dan duka kembali menganga di hati keluarga korban.

Yang perlu kubu BPN lakukan ke depan adalah hentikan propaganda yang menghalalkan cara dan upaya-upaya memobilisasi massa. Undang-undang sudah menyediakan mekanisme bagi sengketa pemilu dan pilpres. Kumpulkan saja bukti-bukti kasus-kasus kecurangan lalu ajukan ke MK.

Itu jika benar yang diinginkan BPN Prabowo-Sandiaga adalah keadilan. Jika yang diinginkan adalah perebutan kekuasaan dengan people power setelah kalah dalam pemilu ya memang cara-cara tak beretika akan terus digunakan. Namun saya yakin, rakyat sudah cukup cerdas sehingga manuver-manuver licik justru akan jadi senjata makan tuan.

***


Sumber:

  1. Detik.com (03/05/2019) “BPN: Bila Perlu Jenazah Petugas KPPS Dibongkar Supaya Tak Ada Curiga.”
  2. Detik.com (04/05/2019) “BPN Luruskan soal Usul Jenazah KPPS Dibongkar: Kalau Perlu, Bukan Harus”