Masuknya nama Andi Arief sebagai peraih "Kebohongan Award" dari PSI menjadi salah satu petanda menyatunya perjuangan Demokrat di Koalisi Adil Makmur. Pasalnya, Prabowo-Sandi juga mendapatkan award tersebut.
Di sisi lain, penghargaan "Kebohongan Award' menjadi sebuah kontroversialitas di tengah masyarakat. Dari hal tersebut, nama Andi Arief makin terkenal--yang relatif setara dengan Prabowo dan Sandiaga Uno (Sandi), khususnya soal "kebohongan" dalam politik di masa kampanye Pilpres 2019.
Secara pribadi, bagi Andi Arief, award itu menjadi bukti bahwa saat ini dia "serius" mendukung kampanye Capres/Cawapres Prabowo/Sandi, setelah beberapa waktu sebelumnya Andi Arief sempat bikin malu Prabowo/Sandi. Pasalnya, saat itu Andi Arief membocorkan pemberian uang 500 Milyar kepada PKS dan PAN oleh Sandi yang konon untuk memperlancar menjadi cawapres mendampingi Prabowo.
Dari peristiwa itu Andi Arief menyebut istilah "Jenderal Kardus" terhadap Prabowo. Ulah Andi Arief tersebut sempat bikin heboh berbagai pemberitaan di dalam negeri. Istilah "Jenderal Kardus" kemudian jadi sangat terkenal dalam masyarakat, dan melekat pada diri Prabowo hingga kini.
Uniknya, ketiga tokoh yang terkait heboh "Jenderal Kardus" beberapa waktu lalu adalah mereka yang kini mendapatkan "Kebohongan Award". Dan mereka adalah satu tim politik di dalam Koalisi Adil Makmur.
Sandi mendapatkan kebohongan award setelah beberapa kali melakukan blunder politik yang dikategorikan kebohongan. Menurut Sandi "tempe setipis ATM"--namun sebenarnya tidak demikian (sumber). Kata Sandi "harga nasi sepiring nasi ayam 50 ribu di Jakarta jauh lebih mahal dibanding di Singapura yang cuma 35 ribu (kurs rupiah)"-namun ketika dia makan di warung ternyata hanya seharga 20 ribu (sumber). Sandi pernah membangun jalan tol Cipali tanpa hutang (sumber), namun sebenarnya pembangunan tol tersebut didukung pendanaan sindikasi bank sebesar total 8,8 trilyun (sumber).
Sedangkan kebohongan award Prabowo setelah berbagai blunder dia lakukan. Contohnya dia membuat peryataan "yang menikmati kekayaan Indonesia hanya 1 persen, sedangkan 99 persen hidup pas-pasan" (sumber)--namun yang sebenarnya tidak demikian (sumber).
Ratna Sarumpaet digebuk hingga wajahnya babak belur (sumber), namun sebenarnya Ratna Sarumpaet operasi plastik secara mandiri (sumber). Biaya pembangunan MRT/LRT Indonesia termahal di dunia" (sumber), namun sebenarnya tidak demikian (sumber). Satu selang cuci darah dipakai 40 orang" (sumber), namun sebenarnya tidak demikian,(sumber).
Hal yang mengherankan, tim Koalisi Adil Makmur terkena stigma pembohong dalam masa kampanye, sementara di dalam tim tersebut ada pak SBY yang berpengalaman pernah jadi pemimpin pemerintahan selama 10 tahun. Dengan pengalaman tersebut, mengapa beliau tidak membimbing Prabowo, Sandiaga Uno maupun Andi Arief sehingga tidak mengalami blunder?
Blunder mereka umumnya terjadi karena masalah interpretasi data yang keliru, cara yang tidak elegan dalam penyampaian 'kritik' terhadap petahana, membuat pernyataan yang tidak mendasar dan terkesan bombastis/provokatif--yang meresahkan, menakut-nakuti rakyat, dan pesimistis.
Lebih mengherankan lagi, Andi Arief--orang dekat SBY di Demokrat--berada di kelompok tersebut. Dia cukup eksis--mengalahkan AHY yang disiapkan Demokrat untuk Pilpres 2024. Tadinya AHY banyak diharapkan tampil di muka publik untuk ikut mengangkat citra Koalisi Adil Makmur.
Kalau pun SBY tidak bisa mengendalikan Prabowo secara pribadi karena faktor 'psikologis' sesama senior (ketua partai besar), dan faktor "historis" keduanya di masa lalu, namun di sisi lain SBY sejatinya membimbing Sandiaga Uno yang relatif jauh lebih muda, serta mengendalikan keliaran Andi Arief yang notabene adalah anak buahnya di Demokrat.
Pak SBY dengan bekal pengalamn tersebut bisa melakukan 'pendampingan politik yang intensif dan melekat' terhadap Sandiaga Uno yang berposisi cawapres. Misalnya dengan cara memberikan kontribusi data, pemahaman, tata cara, dan lain-lain. Begitu juga soal komunikasi politik dalam masa kampanye.
Dengan demikian diharapkan, performance politis Sandiaga Uno menjadi lebih elegan di hadapan publik. Hal untuk mengangkat citra Koalisi Adil Makmur, dan untuk mengimbangi gaya "koboy dan urakan" Prabowo sehingga Koalisi Adil Makmur tidak terjerumus pada stigma "kebohongan".
Namun yang terjadi saat ini, Sandiaga Uno berjalan sendiri dengan caranya "mengikuti bayang-bayang Prabowo". Ketika Prabowo melakukan blunder kebohongan, Sandiaga Uno pun permisif melakukan hal yang sejenis. Kondisi itu "ditambah" dengan adanya Andi Arief yang agresif pada bayang-bayang Prabowo tersebut.
Andi Arief seolah berperan "meng-endorse" berbagai blunder kebohongan Prabowo/Sandi. Dalam hal ini, masa depan politik Sandiaga Uno rentan hancur, seandainya pasangan Prabowo/Sandi gagal memenangkan Pilpres 2019.
Ada dua hal besar yang bisa dipertanyakan. Pertama, kebohongan (blunder) tersebut seolah merupakan pembiaran--dengan endorse Andi Arief. Apakah pembiaran tersebut untuk menggembosi Sandiaga Uno yang kemungkinan akan menjadi pesaing AHY pada kontestasi pilpres 2024?
Kedua, apakah tidak dominannya peran AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) di muka publik pada kampanye Koalisi Adil Makmur disengaja supaya nama baiknya tidak terkena stigma negatif dari cara kampanye Koalisi Adil Makmur?
Semoga saja dua pertanyaan tersebut tak lebih dari sebuah halusinasi atau imaginasi liar semata. Maklum saja, dinamika politik yang keras namun mudah dibentuk ke sana-ke sini karena sifatnya yang cair seringkali memunculkan beragam interpretasi, persepsi dan opini berdasarkan rangkaian fakta atau peristiwa lain yang menyertainya.
Semoga saja ke depannya semua baik-baik saja. Tidak ada saling dusta, penggembosan, atau saling menunggangi. Kalau aku yang menggembosi halusinasi sendiri, aku sih rapopo....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews