Risma dan Gajah di Pelupuk Matanya

Jadi pemimpin di Indonesia itu memang susah, karena harus menyenangkan 270 juta jiwa penduduknya. Jadi harus banyak sabar, dan tahu apa yang harus dikerjakan.

Sabtu, 9 Januari 2021 | 07:58 WIB
0
225
Risma dan Gajah di Pelupuk Matanya
Foto:Kompas.com

Saya tidak sedang membela Risma, karena kenal pun enggak, apa lagi kalau disebut buzzer, jauh panggang dari api. Saya hanya ingin melihat Risma dari sudut pandang saya sendiri. 

Yang saya lihat, Risma tahu apa yang harus dia kerjakan sebagai Menteri Sosial yang baru, dan dia pasti tahu dia bukanlah sebagai Walikota Surabaya lagi, yang skop kerjanya hanya di satu daerah. 

Apa yang dilakukan Risma memang bukanlah sesuatu yang mainstream, yang tidak biasa dilakukan oleh pejabat pada umumnya. Risma memosisikan dirinya sebagai 'pelayan rakyat' yang tidak terlayani. 

Membuktikan Risma Pencitraan atau tidak

Karakter atau Style Kerja Risma memang sudah dari sononya seperti itu, senang blusukan, tidak suka bekerja hanya dari belakang meja seperti halnya 'pejabat' yang bermental feodalistik.

Apakah Risma Pencitraan? Jawabanya bisa iya bisa tidak, tergantung seperti apa respon dia terhadap nyinyiran para politisi dan kaum frustasi. Kalau Risma konsisten, dan memang sudah tahu bahwa itu adalah tugas dan kewajibannya, maka dia tidak akan mengubah style kerjanya.

Sesorang pelayan rakyat yang memang yakin dengan apa yang dikerjakannya, dia akan selalu konsisten dengan sikapnya, karena dia sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Ada juga yang tiba-tiba blusukan, padahal itu bukanlah kebiasaannya.

Yang seperti ini biasanya lebih kepada pencitraan, begitu dinyinyirin, dia langsung berhenti blusukan, dan kembali kepada kebiasaannya yang bekerja dari belakang meja. Yang seperti ini bisa dilihat menjelang Pilkada atau Pilpres, tiba-tiba peduli pada rakyat miskin, karena punya kepentingan.

Lucu-lucu komentar yang muncul saat gebrakan pertama Risma sebagai Menteri Sosial, ada yang bilang kerja Mensos itu bukan cuma di Jakarta, tapi ke seluruh Indonesia. Benar sih anggapan itu, tapi Risma rupanya melihat lebih dulu Gajah dipelupuk matanya, bukan semut yang diseberang lautan.

Jelas dia lebih melihat apa yang ada didepan matanya terlebih dahulu, karena untuk setiap daerah sudah ada yang bertanggung jawab, bagian dari perpanjangan tangan Mensos. Ketika ada urgensinya dia harus kedaerah, tentunya itupun akan dilakukannya.

risma

Baca Juga: Surat untuk Warga Surabaya, Wujud “Ketakutan” Risma?

Bisa jadi Risma mengantisipasi pendapat umum tentang kinerjanya, dia kuatir ketika dia mengurusi yang lebih jauh terlebih dahulu, malah dinyinyirin "Gajah dipelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan malah tampak."

Begitulah selalu kebiasaan orang-orang yang nyinyiran, selalu mempersoalkan apa yang belum dikerjakan, tapi tidak biasa mengapresiasi yang sudah dikerjakan, karena benci kesumat sudah menyumbat akal sehatnya.

Yang seperti ini adalah 'Indonesia Banget,' kalau tidak seperti itu iklim demokrasinya, ya bukan Indonesia namanya. Itulah yang sedang di tiru Amerika sekarang ini, demokrasi ala kaum bar-bar, yang suka dengan sesuka-sukanya. 

Jadi pemimpin di Indonesia itu memang susah, karena harus menyenangkan 270 juta jiwa penduduknya. Jadi harus banyak sabar, dan tahu apa yang harus dikerjakan. Kalau mengurusi, dan cuma menyenangkan semua memang tidak mungkin. 

***