Benarkah memang terjadi “kontak-tembak” antara pengikut HRS dan polisi. Jenazah korban akan bicara faktanya!
Dalam investigasi Majalah TEMPO, pada 7 Desember 2020, sebanyak enam Laskar FPI tertembak. Argumentasi polisi, para korban terbunuh ketika merebut senjata para personil. Namun, tubuh para jenazah itu secara fisik berbicara: Mereka terbunuh akibat disiksa!
Bagian-bagian tubuh mereka terluka. Mereka tewas akibat tembakan jarak dekat. Dibuktikan dengan adanya kulit yang gosong di sekitar luka tembakan. Mereka ditembak jarak dekat agar diam, tak membongkar kekejaman yang dialami.
Mereka tertembak dalam modus sama. Di sekitar dada kiri. Arah jantung untuk membunuh. Masihkah tidak ada empati bagi masyarakat Indonesia atas pelanggaran HAM berat ini? Apakah kita harus menunggu Mahkamah Internasional turun ke Indonesia?
Sekarang ini masih menunggu keberanian Komnas HAM, apakah berani mengungkap semua bukti yang telah ditemukan. Terkait “rumah kejadian” yang disebut-sebut sudah ditemukan Komnas HAM saja, ternyata dinyatakan “Tidak Benar” alias Hoax!
Hal tersebut disampaikan Komnas HAM dalam Konferensi Pers Tim Penyelidikan Komnas HAM Atas Peristiwa Kematian 6 Laskar FPI di Karawang: Perkembangan Penyelidikan dan Hasil Temuan Lapangan, pada Senin, 28 Desember 2020.
Ironinya Temuan
Seperti dilansir Tempo.co, Senin (28 Desember 2020 11:28 WIB), Komnas HAM menyebut belum mengeluarkan kesimpulan atau rekomendasi terkait insiden tewasnya enam laskar FPI pada Senin, 7 Desember 2020.
“Kami tegaskan hingga saat ini, Komnas HAM belum mengeluarkan rekomendasi apapun, kami masih berproses mendetailkan insiden ini,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat konferensi pers pada Senin, 28 Desember 2020.
Anam mengatakan beberapa pekan terakhir, lembaga ini telah mewawancarai sejumlah orang mulai dari kubu FPI, penyidik Polda Metro Jaya, Bareskrim, dokter forensik, bahkan Jasa Marga sebagai pengelola jalan tol.
Komnas telah turun ke lapangan untuk mewawancarai saksi masyarakat yang melihat peristiwa dan memeriksa CCTV di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Mereka juga memperoleh rekaman di jalan tol sebelum kejadian dan sesudah kejadian.
Komnas HAM juga memperoleh proyektil peluru dan bekas pecahan mobil yang diperoleh dari lapangan. Komnas HAM mengantongi bukti-bukti ini, sebab mereka turun ke lokasi di hari yang sama saat insiden tersebut terjadi.
“Kami turun sebelum ada voice note yang beredar di masyarakat,” ungkap Anam. Menurut Anam, proyektil dan selongsong ini akan diuji balistik. Ia berjanji uji balistik ini akan terbuka. Anam mengatakan dari hasil pemeriksaan lapangan ada tujuh proyektil dan empat selongsong.
“Kami berjanji akan menggelar uji balistik secara terbuka dan transparan,” katanya. Anam mengatakan, dari hasil pemeriksaan lapangan ada tujuh proyektil. “Namun yang kami yakin hanya enam, karena satu bentuknya sudah tidak jelas,” kata Anam.
Berarti 3 selongsong “hilang”, padahal ada 7 proyektil yang ditemukan. Seharusnya, jumlah selongsongnya ada 19 biji, karena total lubang peluru di tubuh jenazah itu ada 19. Di mana 12 proyektil lainnya?
Juga, ada di mana 16 selongsong lainnya? Biasanya, selongsong peluru itu jatuhnya tidak jauh dari penembak. Komnas HAM seharusnya bisa mengungkap hal ini. Karena, tubuh jenazah itu bisa berbicara, tidak akan hoax!
Anam mengatakan, Komnas HAM sama sekali belum mengeluarkan rekomendasi apapun terkait insiden ini. Sebab, kata dia, Komnas HAM masih harus mengecek sejumlah hal.
Sebelumnya, seperti dilansir Detik.com, Kamis (24 Des 2020 19:23 WIB), Komnas HAM meminta keterangan polisi terkait insiden konta- tembak antara polisi dan laskar FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek.
“Tim penyelidikan Komnas HAM, hari ini, 24 Desember 2020, telah melakukan permintaan keterangan petugas kepolisian dari Polda Metro Jaya terkait berbagai peristiwa kematian 6 orang anggota laskar FPI,” ungkap Anam.
Permintaan keterangan ini berlangsung selama 5 jam dimulai pukul 11.30 WIB di Polda Metro Jaya yang diikuti oleh M Choirul Anam, Ahmad Taufan Damanik, beserta tim penyelidik Komnas HAM,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Taufan menerangkan pemeriksaan ini dilakukan guna memperjelas kronologi kejadian. Selain itu, sambungnya, untuk menguji kesesuaian dan keterangan yang telah didapat pihak Komnas HAM.
“Pemeriksaan untuk memperjelas alur kronologi, menguji persesuaian dan ketidaksesuaian, serta memperdalam beberapa keterangan yang sudah didapat,” ucapnya.
Tidak hanya itu, di tempat yang berbeda, Komnas HAM juga memeriksa saksi dari anggota FPI. Komnas HAM juga mendapati dua dokumen untuk ditelaah.
Pada hari itu juga tim penyelidik Komnas HAM sedang melakukan pendalaman pada saksi dari anggota FPI. Di samping kedua aktivitas itu, tim penyelidik Komnas HAM mengambil beberapa dokumen penunjang lainnya di tempat berbeda dari dua lokasi tersebut.
Komnas HAM menyebut proses investigasi sudah 70 persen. Komnas juga telah memeriksa tim Bareskrim Polri terkait dengan barang bukti senjata api milik polisi dan FPI serta handphone yang juga milik laskar FPI.
“Keterangan detail soal 4 senjata api milik petugas dan 2 senjata non-pabrikan yang diklaim polisi milik anggota FPI. Data yang ada di HP milik anggota FPI serta cacat di senjata tajam,” kata komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Rabu (23/12/2020).
Versi polisi, laskar FPI dan polisi terlibat kontak-tembak di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) dini hari. Kejadian bermula ketika aparat melakukan penyelidikan terhadap pengikut Habib Rizieq Shihab di Tol Jakarta-Cikampek.
Penyelidikan polisi dilakukan terkait adanya informasi pengerahan massa saat HRS diperiksa di Polda Metro Jaya pada Senin (7/12/2020). Namun, upaya pengejaran tersebut berujung perlawanan dari pengikut HRS.
Anam mengatakan, perkembangan penyelidikan kasus tersebut kini dalam tahap konsolidasi bahan. Rencananya, temuan-temuan Komnas HAM akan diuji oleh para ahli. Jika semua tahapan sudah dilalui, Anam memastikan akan mengumumkan hasilnya.
“Segera mungkin kalau semua prosesnya sudah kami lalui,” ujar dia kepada Tempo, Ahad, 27 Desember 2020. Versi Bareskrim Polri, pengikut HRS dan aparat kepolisian terlibat kontak-tembak hingga menewaskan 6 pengikut HRS.
Benarkah memang terjadi “kontak-tembak” antara pengikut HRS dan polisi. Jenazah korban akan bicara faktanya! (Bersambung).
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews