Mendekati gerbang pemilihan kepala daerah serentak 2020 suasana politik makin seru. Persaingan memperebutkan dukungan partai sebagai syarat paslon kian menajam. Koalisi parpol saat pilpres bukan cerminan keberpihakan mereka pada level pemilihan kepala daerah. Hubungan antar partai pengusung yang tegang pada pilpres bisa sangat harmonis di tingkat pemilihan kepala daerah.
Rusdin Abdullah (Rudal), politisi senior Partai Golkar, beberapa waktu lalu melontarkan pendapatnya menyangkut budget 80 miliar yang harus disiapkan seorang jika ingin mencalonkan diri sebagai Walikota Makassar. Pandangan Rudal diamini banyak kalangan.
Direktur lembaga survei 'Nurani Strategic', Dr. Nurmal Idrus, MM, yang juga seorang akademisi mencoba menjabarkan secara detail angka prediksi Rudal.
Tidak hanya politisi, pengamat dan para intelektual ikut terjebak melihat realitas politik transaksional sebagai hal yang normal. Bahkan tanpa sadar ikut menjustifikasi prilaku tersebut lewat diskursus di ruang publik. Para analis politik dan intelektual publik dengan sangat percaya diri memetakan peluang seorang tokoh bisa lolos sebagai paslon bahkan memenangkan kontestasi pemilihan kepala daerah dari sudut politik transaksional yang serba pragmatis tanpa sikap kritis.
Meminjam Pierre Felix Bourdieu, dominasi yang dioperasikan melalui wacana politik transaksional oleh elit politik mengakibatkan kekerasan simbolik (simbolic violence) terhadap rakyat di level grassroots. Alih-alih membangun wacana tandingan mengenai bahaya oligarki, pentingnya melonggarkan syarat jalur independen serta mendorong partisipasi publik melakukan pengawasan terhadap bahaya politik uang misalnya.
Justru kelas menengah terdidik mengadopsi prilaku dan pandangan elit politik yang dalam istilah Bourdieu, memosisikan diri sebagai borjuis kecil yang ingin naik kelas.
Sialnya rakyat sebagai pemilik sah kedaulatan, tanpa sadar justru menikmati politik transaksional dan serba paragmatis ini sebagai hal yang jamak bahkan niscaya. Tengoklah perbincangan warga di ruang-ruang publik mengenai syarat menjadi pemimpin. Track record serta kapabilitas seseorang dianggap variabel kesekian. Sebaliknya asal clan seseorang serta kekuatan sumber daya materil yang milikinya untuk memperoleh usungan partai serta kesanggupan menggerakan mesin pemenangan tim dianggap variabel utama.
Memasuki 2020 iklim demokrasi kecendrungannya makin memburuk. Menjelang pemilihan kepala daerah serentak sama sekali tidak menunjukkan peningkatan signifikan dibanding peristiwa yang sama di masa-masa sebelumnya. Politik transaksional, praktek oligarki, ketidakterwakilan perempuan serta absennya isu minoritas dalam pembahasan seperti hak komunitas masyarakat adat, pengusiran terhadap penganut kepercayaan tertentu, hak-hak difabel dalam pemilihan kepala daerah ikut berkontribusi menurungkan derajat demokrasi.
Tanpa ikhtiar bersama menyingkirkan awan tebal yang memayungi iklim politik dan demokrasi, sulit berharap datangnya hangat cahaya mentari di 2020
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews