Untuk mendapatkan substansi pelajaran kemuliaan, tak hanya butuh kecerdasan. Melainkan juga integritas moral, kejujuran, ketulusan.
Belum kering keringat kita, rakyat ini, para elite politik sudah lupa daratan, lautan, udaraan, dan kepolisian. Beberapa teman masih ribet bertengkar di medsos. Unggahan hoax dan ujaran kebencian, masih penuh bau anyir SARA, tapi di pusaran kekuasaan sudah ribut ngomongin bagi-bagi hasil.
Ada yang sibuk loba-lobi sana-sini. Si anu cocoknya jadi menteri nganu. Ndeketin Jokowi, agar didukung jadi Ketua MPR atau DPR. Bahkan, isu santer berhembus, ada yang minta duit Rp30 trilyun, agar Indonesia tenang-damai, tak ada kerusuhan paska Pilpres.
Begitulah, dan wajarlah, jika ada yang mengatakan politik memang bajingan. Nggak tahu diri. Rakyat hanya dipakai pendorong kendaraan mogok. Hanya diperbudak sebagai alamat palsu. Begitu kursi kekuasaan didapat atas nama rakyat, mereka sama sekali abai.
Menang tak siap, kalah apalagi! Mangkanya yang tampak lebih banyak sikap-sikap konyol. Tak ada kegelisahan bagaimana peradaban harus dibangun bersama.
Padahal, ketika Pilpres, sebagian milih Jokowi karena selain track-record, tentu karena iming-iming program kerja yang bakal dilakukan. Sebagian lagi yang milih Prabowo, tentu juga karena hal-hal yang didukungnya. Meski ada juga hanya ngikut karena takut masuk neraka jika nggak milih yang didukung ijtima ulama itu.
Makanya Amien Rais terus ngomong partai Allah dan partai setan. Siapa setannya? Sebagaimana di keributan pasar, ada copet teriak copet.
Bayangkan saja, setelah putusan MK pun, ada deklarasi relawan Prabowo-Sandi, tidak mempercayai keputusan mahkamah itu. Lantas, siapa yang dipercaya? Siapapun, asal menyatakan Pemenang Pilpres 2019 adalah Prabowo-Sandi bukan? Jika pun setan yang mengatakan demikian, bisa jadi dipercaya.
Pertengkaran di tingkat bawah, terus terjadi. Disengaja? Bisa jadi. Karena mendelegitimasi Pemerintah, adalah panggung terbaik bagi siapapun untuk tampil di panggung 2024. Denny JA sudah mengkili-kili, bahwa dalam radar politik 2024, nama Prabowo dan Sandiaga ikut terjaring.
Tak peduli kadar pernyataan-pernyataanya tak mengkorelasikan antara tingkat ketersekolahan dengan keterdidikan. Untuk mudahnya, bandingkan Fadli Zon dengan Susi Pujiastuti, lebih terdidik siapa?
Pemilu, termasuk segala macam pil seperti pilpres, pilkada dan pil-pil lainnya, sebenarnya bisa jadi tolok ukur peradaban bangsa ini. Jika masih jeblok, kenapa? Sekolah (lembaga pendidikan) dan agama, belum bisa dipercaya jadi bagian solusi. Tapi saya tidak ingin menutup dengan kalimat bombas, seperti ‘maka Tuhan memunculkan Jokowi’. Karena kalau ditangkap mentah, bisa kontra produktif.
Untuk mendapatkan substansi pelajaran kemuliaan, tak hanya butuh kecerdasan. Melainkan juga integritas moral, kejujuran, ketulusan. Sesuatu yang dalam ngendikannya Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wassallam sendiri, bagai ngeliat semut item di atas batu item yang guedeeee banget. Tak semudah Neno melihat sorga!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews