Penguasaan Teknologi "Onlen-Onlen"Jokowi Mampu Redam Retorika

Sabtu, 23 Februari 2019 | 07:37 WIB
2
415
Penguasaan Teknologi "Onlen-Onlen"Jokowi Mampu Redam Retorika

Presiden Joko Widodo bersama istrinya, Iriana, bersama siswa di Anglo-Chinese School International di Singapura mengambil (AP Photo/Wong Maye-E).
 
Drama "terplesetnya jari-jari" Achmad Zacky CEO Buka Lapak yang berdekatan Debat Capres Kedua telah menunjukkan sisi lain sosok pemimpin nasional yang sangat dibutuhkan negara dan bangsa ini pada zaman sekarang demi masa depan.

Tren gaya pemimpin masa kini terlihat menonjol dalam sosok Jokowi saat Debat Capres kedua. Hal itu terlihat pada penguasaan Jokowi pada beragam isu kekinian beserta langkah kongkritnya. 

Contohnya, pada bidang teknologi informasi, internet, aplikasi digital, dan lain-lain.  Jokowi menaruh perhatian besar pada bisnis online e-commerce seperti keberadaan startup, pengembangannya sampai pada tingkatan unicorn---yang sempat dibahasakan Prabowo sebagai : "onlen-onlen".

Jokowi menguasai ke detail masalah untuk memahami rangkaian di dalamnya, kemudian dia membuat kebijakan-kebijakan terkait masalah tersebut. Hal itu terlihat dari penjelasannnya terkait sistem, infrastruktur, market, dan potensi ekonomi dunia digital. Lihat saja bagaimana dia merespon cepat kasus BukaLapak agar tak larut dalam keterpurukan "Image" yang bisa berdampak luas pada aspek ekonomi.

Semua itu dilakukan Jokowi untuk pembangunan bangsa ini. Jokowi ingin mewujudkan visi masa depan bangsa dan negara di tengah persaingan global. Bukan semata karena saat ini Jokowi sebagai petahana, melainkan karena dia memilikipassion untuk menggeluti trend kekinian yang telah menjadi tuntutan dalam persaingan global. Keingintahuan yang besar dan semangatnya untuk belajar dari para ahli di bidangnya menjadikan dia begitu dekat dengan tren dunia milenial. 

Tak hanya sampai disitu, dia kemudian menggelutinya dalam keseharian---walau mungkin bagian kecil saja---namun  bisa mempertegas perannya dalam mendukung kemajuan dunia "onlen-onlen" di tanah air.

Keseharian Jokowi Bersama Vlog

Dalam keseharian menjalankan tugas rutin selaku presiden, Jokowi familiar menggunakan Vlog (video-Blogging) untuk mengabarkan kepada rakyat tentang kegiatannya di berbagai daerah. Vlog itu berisi berbagai pembangunan yang sedang dilakukan. 

Menariknya, semua itu dia lakukan langsung dari tangan sendiri menggunakan perangkat gawai (smartphone) pribadi. Dia men-Shoot dan mewawancarai langsung orang yang berada disekitarnya. 

Dengan Vlog nya itu dia juga menghadirkan para menteri, dirjen, bahkan para tukang bangunan di proyek pembangunan yang dia kunjungi. Selain itu Jokowi ber-Vlog-ria bersama rakyat tanpa pandang status sosial dan usia.   

 

Jokowi bersama pekerja pabrik. (Foto: Antara)
 
Bandingkan dengan Prabowo yang sama-sama tokoh besar. Walau bukan pejabat publik, Prabowo dia memiliki potensi masa yang luas dan banyak. Punya kelembagaan partai atau organisasi sosial, aksesibilitas, dan lain sebagainya tak kalah seorang kepala negara. Namun nyatanya, passionPrabowo tak menunjukkan diri dekat dengan teknologi terkini. 

Dia tak menguasai isu ekonomi zaman milenial dan masa depan. Hal tersebut tampak dalam Debat Capres kedua. Prabowo tergagap, dan kemudian membuat pernyataan tak sesuai konteks.

Padahal menguasai soal "onlen-onlen" tak butuh harus menjadi presiden terlebih dahulu. Banyak media dan pakar yang bisa mengajarkan betapa pentingnya bisnis "onlen-onlen" di masa kini dan masa depan. Bukankah dunia saat ini berada dalam genggaman?

Tanpa mengecilkan sosok politisnya, lihat saja cara komunikasi publik Prabowo, pernahkan dia menggunakan perangkatsmarthphone pribadi berbicara atau berkabar kepada publik dengan menggunakan aplikasi Vlog?

Pada beberapa kesempatan, ada Vlog yang menghadirkan Prabowo tapi bukan dilakukannya sendiri, melainkan oleh Dahnil Anzar---Koordinar Jubir Badan Pemenangan Nasional tim Prabowo-Sandi. 

Seperti saat Dahnil dan Prabowo menjelaskan soal 'adegan' Prabowo berjoget usai penarikan nomor urut capres 21/9/2018,  juga saat menjelaskan isu keterlibatan konsultan politik dari luar (asing) dalam tim kampanye mereka. Hal yang paling sederhana, Prabowo tak pernah memegang smartphone miliknya untuk ber-wefie (foto rawe-rame) dengan masyarakat pendukungnya. Akun twitter Prabowo pun terlihat "kering" dan tidak  familiar dengan generasi milenial.

Menjadi "pemain media sosial" atau pemegang smartphone yangh aktif di dunia "onlen-onlen" memang tidak bisa dijadikan tolak ukur utama kepemimpinan seseorang. Namun hal itu bisa menjadi pertanda kepeminatan seseorang terhadap teknologi terkini, yang kiranya bisa mengajaknya untuk membuat berbagai kebijakan terkait teknologi untuk kehidupan bangsa dan negara, serta performance pemerintahan yang dipimpinnya.

Sulit rasanya membayangkan seorang menjadi ketua PSSI tapi bukan pecandu bola, bukan? Bagaimana dia bisa memimpin dengan baik dan melahirkan prestasi prestasi masa depan?

 

Gambar Presiden Joko Widodo dan PM Malcolm Turnbull ber-selfie di pelabuhan Sydney, akhir Februari 2017. (VIA Twitter, Triawan Munaf @triawan). I sumber: Twitter Triawan Munaf @triawan
 
 
Jokowi yang Pembelajar 

Jokowi bukanlah pemimpin yang sempurna. Banyak hal di luar passion-nya yang harus dia urus dan dalami karena kompleksnya permasalahan pemerintahan, negara dan bangsa ini. 

Namun itu bukan halangan, karena Jokowi tipe pemimpin yang berusaha belajar dan menguasai sistem, bahkan sampai ke masalah detail. Dia terjun langsung (blusukan) ke berbagai proyek pembangunan, mengikuti agenda kegiatan dengan meniadakan kekakuan protokoler kepresidenan. Dia berinteraksi dan mendengar langsung dari pelaku di lapangan, baik rakyat kecil, pekerja proyek, pedagang, komunitas, dan lain sebagainya.

Dalam debat capres kedua lalu, beberapa kali Prabowo menyatakan Jokowi hanya menerima laporan asal bapak senang dari para jajarannya. Jokowi bukanlah seperti yang dibayangkan Prabowo---yang nampaknya terjebak dalam suasana kepemimpinan Orde Baru yang kental akan istilah "Asal Bapak Senang". Nyatanya tidak demikian. Jokowi bukan tipe pemimpin seperti itu.

Pukul 12 malam Jokowi diam-diam dan hanya ditemani sopir meninjau langsung ke lapangan mendengar langsung permasalahan dari masyarakat nelayan ketika permasalahan nelayan jadi agenda kerjanya pada waktu itu. Hal seperti itu bukan sekali dua kali Jokowi lakukan untuk memastikan kondisi nyata yang ada di lapangan, bukan hanya yang tertera di kertas laporan.

Semua yang Jokowi lakukan bukan semata untuk mengontrol jalannya program, melainkan juga sebagai bagian dari proses Jokowi belajar mengalahkan ketidakpunyaan passion dirinya dalam sejumlah asepk atau bidang.

Jokowi tak segan menjadi pendengar yang baik, atau berdialog dengan berbagai komunitas. Di dalam agenda itu, dia membangun chemistry dengan berbagai bidang unik di luar passion dan keahliannya. Itulah cara Jokowi belajar mengUp-Grade dirinya. 

Karena Jokowi sadar, semua hal di republik ini, suka atau tidak suka, menjadi tanggung jawabnya sebagai presiden, sebagai pemimpin bangsa dan negara serta sebagai kawan berjuang bersama rakyat dan berbagai elemen masyarakat. Semua itu, dia lakukan untuk meletakkan dasar pembangunan masa kini dan jalan bagi bangsa ini menghadapi masa depan.

Jokowi dan Prabowo, Dua Pribadi Unik dan Tuntutan Kekinian

Membandingkan dua pribadi manusia mungkin dianggap tidak adil karena setiap orang itu merupakan pribadi yang unik. Namun disisi lain, ada tuntutan bersama ketika seseorang menjadi pemimpin publik. Menjadi milik publik dan beranggungjwab pada kehidupan orang banyak.

Itulah mengapa, setiap orang yang unik memiliki era atau zamannya untuk menjadi pembuat sejarah bagi orang banyak.

Prabowo dikenal pandai pidato, sebuah cara komunikasi satu arah. Monolog. Penuh retorika. Dia tentu telah belajar banyak untuk itu. Bahkan dia bagai meng-copy paste gaya Soekarno.

Retorika memuat aspek emosional, yang dibutuhkan pada masa tertentu untuk membangkitkan semangat kebersamaan. Perjuangan melawan ketertindasan. Pada masanya, seperti masa peperangan, zaman awal kemerdekaan, z aman awal membangun diri, retorika mampu menjadi energi untuk mengalahkan ketidaberdayaan kolektif.

Tapi zaman kini, keutamaan perjuangan bangsa tak lagi pada retorika, melainkan pada penguasaan konsep, detail dan contoh kerja. Sebuah wujud rasionalitas yang nyata. Hal ini yang dimiliki oleh Jokowi untuk membawa bangsa ini menjadi lebih maju. Sayangnya, hal ini tak  dimiliki oleh seorang Prabowo yang tampak jelas dalam Debat Capres kedua. Begitu juga dalam keseharian Prabowo di ruang publik.

Kini bangsa ini tak ingin hanya makan retorika. Kita telah masuk zaman yang "pasti-pasti". Sebuah zaman yang butuh solusi, dengan target, sasaran dan aksi nyata.

Menjawab tantangan zaman "onlen-onlen"unicorn tak bisa hanya dengan retorika semata karena bisa terhenti hanya pada debat unicorn "persatuan jagung", unicorn atau udacorn, unicorn atau unisara, unicorn atau popcorn. Sampai mulut berbuih dan keringat menetes tapi perut lapar.

Sementara "onlen-onlen" sejatinya mampu menempatkan unicorn selanjutnya decacorn, hectocorn dan seterusnya bisa berperan menjadikan "jagung" Indonesia mendunia sekaligus membuat rakyat Indonesia sejahtera.

Kalau aku nganu "onlen-onlen" diunicorn, aku  sih rapopo....

***