Sebagai pemimpin bayangan yang Pro Khilafah, Rizieq Shihab senantiasa terus membayangi kiprah politik Prabowo yang tampak seperti kerbau dicucuk hidung.
Strategi HTI dan sekutunya merapat ke Kubu Prabowo-Sandi bukanlah tanpa tujuan. Pemerintahan Jokowi boleh saja membubarkan HTI, tapi bukan berarti cita-cita mereka untuk mendirikan negara khilafah sudah mati.
Tidak sedikit masyarakat yang sudah terpapar faham HTI, karena keberadaan mereka dinegara ini sudah cukup lama, mereka sudah menyusup dalam sendi-sendi birokrasi Pemerintahan, mereka juga sudah merasuki para kaum terdidik dan akademisi diberbagai perguruan tinggi.
Dalam gerbong Prabowo-Sandi mereka merasa terlindungi, azas manfaat simbiosis mutualism antar keduanya menjadi sinergi yang sangat dibutuhkan, terlebih lagi dimasa kampanye Pemilu 2019. Jumlah massa yang dimiliki HTI menjadi amunisi bagi kubu Prabowo-Sandi.
Yang mengusung negara Khilafah bukan cuma HTI, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dengan ikhwanul Musliminnya. Bahkan yang tidak terang-terangan mendukung berdirinya negara khilafah pun banyak, seperti Front Pembela Islam (FPI), Forum Ummat Islam (FUI), memang hanya HTIlah yang berani menolak Pancasila dan demokrasi secara terang-terangan.
Kalau saja ada Partai Politik yang mencalonkan Habib Riziek Shihab atau HRS, sebagai Capres saat Ijtima' Ulama memilih Capres, pastinya HRS sudah masuk dalam urutan Capres Ijtima' Ulama, dan sudah pasti pula pilihan ulama bukanlah Prabowo, tapi HRS. Meskipun posisi HRS bukan seorang Capres, tapi dia adalah pemimpin bayangan dalam kepemimpinan Prabowo.
Lihat saj Prabowo selalu membutuhkan advis HRS, bahkan kalau Prabowo terpilih menjadi Presiden, urusan pertama yang akan dia lakukan adalah menjemput HRS dengan pesawat pribadinya.
Begitu berarartinya HRS dimata Prabowo, lihat saja hari ini, (09/03/2019), dalam Kampanye Akbar Prabowo-Sandi, HRS kembali membuktikan pengaruhnya di Gelora Bung Karno, sejak sholat subuh berjama'ah, dilanjutkan dengan Kampanye. Pengaruh HRS lah yang menggerakkan massa tersebut, meskipun secara fisik HRS berada di Mekkah.
HRS bermain cantik, dia tidak perlu tampil sebagai Capres, tapi dia juga tidak ingin begitu saja mengubur niatnya untuk mendirikan negara khilafah bersama-sama dengan sekutunya HTI.
HRS sadar bahwa kekuatan massa yang dimilikinya sangat perlu didukung dengan massa HTI, yang sampai sekarang masih dirahasiakan jumlahnya.
Kalaupun Prabowo-Sandi memenangkan Pilpres 2019, tidak akan bisa melepaskan bayang-bayang HRS dan HTI, simbiosis mutualism antara Prabowo dengan kelompok ini sangat berkaitan erat, meskipun secara terang-terangan, Sandiaga Uno tidak terlalu dekat dengan kelompok ini.
Prabowo tidak bisa menampik kalau dalam barisannya ada kekuatan kelompok pengusung khilafah, HRS sendiri dalam Tablignya seringkali menyuarakan pendirian negara khilafah, hanya saja dia mulai mengurangi frekuensinya, sejak HTI dibubarkan, Karena dia kuatir akan berimbas juga pada FPI.
Kelompok pengusung khilafah sekarang ini sudah menyaru sebagai bunglon pengusung NKRI, karena secara politis mereka harus bermain cantik. Menyatu dengan kaum Nasionalis, membuat mereka menjadi aman dan tidak terdeteksi.
Mengalah secara politis demi kemenangan yang hakiki, adalah cita-cita kelompok ini yang tidak bisa dipadamkan begitu saja. Para penceramah mereka pun sudah tidak segarang sebelum HTI dibubarkan. Yang penting bagi mereka masih bisa tetap eksis di NKRI, sampai peluang itu mereka dapatkan.
Putihnya GBK dan Jakarta hari ini tidak terlepas dari napas yang ingin mereka gelorakan. Tanpa Prabowo sadari, politik identitas yang terkesan eksklusif kembali muncul kepermukaan, tak urung SBY pun melayangkan protesnya atas Kampanye Akbar Prabowo-Sandi hari ini, karena dianggap keluar dari strategi yang sudah diarahkannya.
Prabowo tidak bisa pungkiri, bahwa dia sedang terbawa arus misi para pengusung khilafah. HRS sebagai pemimpin bayangan yang Pro Khilafah, senantiasa terus membayangi kiprah politiknya. Prabowo seperti kerbau yang dicucuk hidungnya oleh HRS.
Tidak ada makan siang gratis, semua apa yang sudah dilakukan HRS ada famrihnya, seperti juga apa yang pernah dilakukan Prabowo pada Jokowi, Ahok dan Ridwan Kamil. HRS juga begitu, dia akan meminta imbalan apa dari apa yang sudah pernah dia lakukan pada Prabowo.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews