Bancakan

Dengan pahit saya bilang pak Jokowi tengah mengalami ini lengkap dengan segala kekecewaannya akan dampak wabah kopid ini.

Minggu, 19 Juli 2020 | 17:42 WIB
0
145
Bancakan
Prabowo dan Jokowi (Foto: Facebook/Budi Setiawan)

Saya paham kenapa Presiden Jokowi mendapuk Prabowo jadi menteri. Padahal konon kabarnya PDIP menolak keras termasuk masuknya jajaran Gerindra ke kabinet.

Pak Jokowi tahu persis rivalnya itu bakal jadi stabilisator bahkan peredam gejolak perlawanan dimanapun. Baik di parlemen maupun di jalanan.  Pak Jokowi ingin masa periode kedua kepemimpinannya berakhir gemilang. Ekonomi maju. Investor datang menciptakan lapangan pekerjaan. Aneka Undang-undang mulus lus di parlemen termasuk aneka omnibus law atau undang-undang sapu jagat.

Karena secara politis stabil maka perpindahan ibu kota ke Kalimantan berlangsung gemilang. Apalagi terpampang nama besar dalam jajaran penasihat. Mulai dari raja dari Timur Tengah, orang kaya sejagat dari Asia Timur sampai sosok berpengaruh dari Britania Raya. Dan ketika lengser, Presiden Jokowi menyerahkan kunci emas kemakmuran Indonesia. Itu skenarionya.

Tapi kopid memporak porandakan semua rencana. Wabah kopid membuat ekonomi kita nggeblak bahkan bisa tersungkur sampai minus 2 sampai 3 persen. Tentu pak Jokowi kecewa luar biasa.
Impian dan rencananya terbentur oleh kejadian tidak terduga.

Yang tidak hanya menghentak Indonesia tapi dunia. Yang membuat orang ogah membincangkan soal kepindahan ibukota.

Karena keadaan berubah. Yakni bagaimana caranya agar semua kembali bisa cari makan.
Untungnya kabinet dan parlemen bersatu kata dalam semua kebijakan pak Jokowi. Hingga kita yakin kita bisa bangkit cepat.

Meskipun kita tertegun bahwa Presiden menjamin semua orang yang terlibat dalam penggunaan dana penanggulangan kopid senilai ratusan trilyun bebas dari jeratan hukum. PKS, PAN dan Demokrat gagal menjadi oposisi tangguh karena langkah dan ucapannya yang clometan.

Dan yang mengkritik beleid bebas hukum itu dihujat dan dimaki sebagai kadrun. Sementara secara kasat mata, kita melihat oligarkis sedang giat-giatnya menggangsir perekonomian negara.

Saat KPK tidak lagi galak dan terlihat seperti kucing kecelup air. Laporan majalah Tempo soal benur adalah puncak gunung es pesta pora oligarkis di periode kedua pak Jokowi. Mereka bancakan diatas kemenangan pak Jokowi.

Kononnya, mereka tutup rapat akses pendukung ke Presiden hingga jarak semakin lebar.
Sementara Pak Jokowi tentu getun setengah mati.. Kopid meluluh lantakannya impian beliau..
Hingga yang tersisa hanyalah bagaimana menyelamatkan negeri ini dari kejatuhan dan keterpurukan akibat kopid. Yang dampaknya sedahsyat krisis 1998. Yang butuh waktu 10 tahun bagi Indonesia untuk bangkit.

Manusia berangan dan bekerja keras mewujudkan impian lengkap dengan segala sumber daya dan manusia yang dimiliki. Tapi impian itu amblas karena sesuatu yang tak terduga. Dengan pahit saya bilang pak Jokowi tengah mengalami ini lengkap dengan segala kekecewaannya akan dampak wabah kopid ini.

Dan juga kekecewaan beliau melihat kaum oligarkis lalu lalang menggendong uang trilyunan. Tanpa bisa berbuat banyak. Sebab semuanya sudah dilemahkan. Semua sudah dirangkul.  Demi stabilitas politik untuk mengedepankan laju ekonomi.

Yang membuat pihak diluar kekuasaan dan yang mengkritik di hujat sebagai kelompok kualitas se dengkul. Atau dituding kodran kadrun.  Hingga tak heran jika sekarang muncul anggapan.
Yang menang siapa. Yang bancakan siapa.

***