Lawan Berat Presiden Jokowi Itu "Proxy" dan Korupsi Terorganisir

Rasanya ya hanya Jokowi dan beberapa gelintir orang saja. Sementara yang lain kita agak pesimis, pada mikir diri dan kelompoknya, ngatur strategi bagaimana berkuasa pada tahun 2024.

Jumat, 20 September 2019 | 18:57 WIB
0
520
Lawan Berat Presiden Jokowi Itu "Proxy" dan Korupsi Terorganisir
Presiden Jokowi (Foto: Facebook/Presiden RI Joko Widodo)

Komisioner KPK sudah terpilih melewati beberapa tahapan, terakhir di DPR, sah sudah. Tetapi persoalan pergantian para punggawa pemberantas korupsi tidak juga reda, tetap saja "baribut." Konflik terjadi, karena banyak kepentingan yang bermain. KPK kini makin masuk ke pusaran puting beliung politik.

Penulis mencoba melihat dari sisi intelijen, ancaman proxy dari luar negeri dan ancaman dalam negeri  (ideologi dan korupsi). Apabila sudah dilantik pada 20 Oktober 2019 nanti, Presiden Jokowi sebaiknya fokus serta tabah menghadapi bahaya korupsi yang terorganisir bak belalai gurita, di samping juga proxy luar negeri yang terindikasi sudah beraksi.

Ancaman ideologi akan dibahas pada artikel lainnya. Apakah kekuatan dan kemampuan presiden bisa mengatasnya? Inilah yang dalam ilmu intelijen disebut UUK dan tugas intelijen untuk menjawab.

Korupsi Terorganisir dan Sistem

Hasan Hambali (2005) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa sumber korupsi mencakup dua hal pokok yaitu, "Kekuasaan Kelompok Kepentingan dan Hegemoni Elit". Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung lebih berwawasan politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi.

Piranti korupsi umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan. Interaksi sumber dan peranti menimbulkan empat klasifikasi.

Pertama, Manipulasi dan Suap, terjadinya interaksi antara penyalah gunaan kekuasaan dan hegemoni elit.

Kedua, Mafia dan Faksionalisme, golongan elit menyalah gunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi.

Ketiga, Kolusi dan Nepotisme, elit mapan menjual akses politik dan menyediakan akses ekonomi untuk keuntungan diri, keluarga dan kroninya.

Keempat, Korupsi Terorganisir dan Sistem, korupsi yang terorganisasi dengan baik, sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan.

Menurut Sindhudarmoko (2000), pada korupsi tersangkut tiga pihak, pihak pemberi, penerima dan objek korupsi. Secara teori, korupsi apabila dibiarkan akan berdampak terhadap makroekonomi, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek pengaruhnya belum akan terlihat, tapi dalam jangka panjang korupsi sangat mematikan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Ekonomi Indonesia pada tahun 2018 tumbuh 5,17 persen. Persentase ini di bawah dari target yang ditetapkan yaitu 5,4 persen. Tapi pertumbuhan ini lebih besar dibanding angka pertumbuhan tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi pertumbuhan ekonomi sbb; 2015 ( 4,8), 2016 ( 5,03 ), 2017 (5 , 07), 2018 (5,17 persen ).

Menurut Bank Dunia (World Bank), saat ini perekonomian global dibayangi dengan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dan potensi resesi ekonomi AS. Hal ini disebut akan memicu aliran modal keluar yang lebih besar dari Indonesia.

Indonesia dikatakan akan makin terpuruk akibat masih tingginya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Bank Dunia memproyeksi, CAD Indonesia di akhir 2019, US$ 33 miliar naik dari tahun sebelumnya US$ 31 miliar. Kemudian investasi asing atau foreign direct investment (FDI) hanya US$ 22 miliar hingga akhir tahun ini.

Dengan kondisi itu, Bank Dunia menilai, Indonesia membutuhkan dana asing masuk (inflow) minimal US$ 16 miliar per tahun untuk menutup gap defisit tersebut.

"Indonesia harus reformasi besar-besaran dengan membangun kredibilitas dengan membangun bisnis yang terbuka, kepastian peraturan, dan kepatuhan dengan kebijakan presiden," tambah Bank Dunia.

Presiden Joko Widodo saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/9/2019) menyatakan kecewa, karena investor asing masih sedikit menanamkan modal ke Indonesia.

Para investor asing, kata dia, justru lari ke negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Ia mencontohkan beberapa waktu lalu 33 perusahaan asal Tiongkok memutuskan untuk menanamkan investasi di luar negeri. Namun dari 33 perusahaan itu, tak ada yang menengok Indonesia.

"23 memilih di vietnam, 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita. Tolong ini digarisbawahi," kata Jokowi.

Investor dan Kredibilitas (Komponen Ekonomi Intelstrat)

Sejak awal menurut penulis, Amerika tidak suka Indonesia dekat dengan China, karena persaingan hegemoni kawasan (muncul istilah debt trap dan pay day loan). Kini Indonesia menjumpai kesulitan menarik investor luar. Mengapa 33 investor China lebih memilih ke Vietnam, Kamboja dan Malaysia? Apakah persoalannya pada kepastian hukum, kondisi politik dan keamanan? Pada pokoknya, kredibilitas Indonesia di mata investor China rendah.

Statement mengiris Bank Dunia atau World Bank (WB) adalah " Pentingnya kepastian peraturan, dan kepatuhan dengan kebijakan presiden", ini simple tapi merusak kredibilitas, mengecilkan nyali investor, termasuk dari China yang dikenal berani spekulatif. Indikasi WB, ketidak patuhan kepada kebijakan presiden sangat membahayakan investasi mereka, kira-kira begitu.

World Bank kita faham sangat dipercaya di dunia, statementnya itu solid dan valid, kantornya di Washington, DC, Amerika. Ini bukan sekedar urusan Word Bank, tapi ada bau pekerjaan intelijen, harus kita baca sebagai ATHG, yang sukses membuat barrier. Selama ini kita gembar-gembor bersohib dengan China, toh ternyata mereka berpaling, hingga presidenpun gundah.

Pemerintah Indonesia dinilai susah dilarang, buat barrier, lempar data buruk dan kalau perlu sesatkan info tentang Indonesia, di intelijen disebut sarana penggalangan yaitu PUSProp, perang urat syaraf, propaganda plus kegiatan.

Di saat kesulitan kredibilitas tadi, ke depan di dalam negeri "geng koruptor" makin kental dengan yang namanya Manipulasi, Mafia dan Faksionalisme, Kolusi dan Nepotisme. Tetapi yang membuat kita paling "ngeri" dan tercengang adalah "Korupsi yang terorganisir dan Sistem".

Kelompok kepentingan yang berkuasa adalah politisi, hegemoni elit itu pengusaha. Kalau diamati korupsi dapat perlindungan politis dan tandem berupa menyalah gunakan kekuasaan para pemegang amanah. Kira-kira itu implementasi dari teori Hambali.

Mampukah Presiden Jokowi?

Dari fakta ancaman di atas baik dari luar maupun dari dalam negeri, sepertinya berat masalah yang akan dihadapi Pak Jokowi. Investor China saja yang tadinya menjadi andalan, kini saat kita butuh, mereka kabur ke negara tetangga. Dari sisi ini, AS yang lebih happy, apakah hanya itu?

Indonesia masih berharap akan memberikan peluang ke investor China berinvestasi ke Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara dan Bali. Akan berjalankah? AS jelas tidak suka, karena apabila ditarik garis tiga wilayah Utara, bisa terbaca sebagai bagian dari strategi Jalur Sutera China, konsep China menguasai dua Samudera.

Penulis percaya Presiden Jokowi apabila berkesempatan melanjutkan pemerintahan periode kedua, akan berubah, lebih tegas. Pak Jokowi kini harus waspada, tetap saja ada upaya menggagalkan pelantikan, ada yang sedang mencari momentum. Siapa kini yang mikir Indonesia?

Maaf, rasanya ya hanya Jokowi dan beberapa gelintir orang saja. Sementara yang lain kita agak pesimis, pada mikir diri dan kelompoknya, ngatur strategi bagaimana berkuasa pada tahun 2024.

Kita tunggu, pada 1 Oktober pelantikan anggota DPR, tanggal 11 Oktober pimpinan DPR baru terpilih, 20 Oktober presiden dan wapres dilantik dan 21 Oktober pengumuman kabinet. Setelah itu akan terlihat dari komposisi di atas, apakah Jokowi seorang "Godfather" yang mendapat Wahyu Cokroningrat atau pemimpin yang terpaksa masuk ke pusaran badai politik yang bisa menceraiberaikan Indonesia dan membuatnya tertegun melihat konspirasi elit politik serta sistem canggih dari korupsi yg terorganisir.

Maju terus Pak Jokowi, rakyat yang mendukung dan berkuasa di medsos sangat kuat akan melindungi bapak, jangan gentar. Contoh teranyar, Tempo si raksasa media saja saat ini pusing gemetar dihajar medsos pro Jokowi karena bikin karikatur Jokowi dengan bayangan Pinokio.

Salam hormat dan semoga mendapat barokahNya. Semoga bermanfaat tulisan sederhana ini.

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen

***