Pada Pilpres 2019 kali ini, Prabowo dengan seenaknya melakukan hal-hal yang masuk dalam kategori melawan hukum: menyebarkan kabar bohong soal real count.
Ketegangan yang berlanjut menjadi kerusuhan yang terjadi di Jakarta sejak 21 Mei 2019 menunjukkan bahwa Prabowo memang biadab. Dia rela mengorbankan anak-anak bangsa untuk bertarung di lapangan, diadu domba melawan aparat keamanan, menciptakan ketakutan, mendorong konflik berdarah, hanya karena dia tidak terima bahwa dia kalah.
Dia sudah tahu bahwa dia sudah pasti kalah. Dia tahu tidak akan mungkin gugatannya ke MK akan dikabulkan. Dia sudah tahu bahwa pertarungan seharusnya sudah selesai.
Tetapi berbeda dengan 2014, kali ini Prabowo tidak akan membiarkan bangsa ini merayakan hasil akhir pilpres dengan bahagia. Dia tahu dia kalah, dan dia akan menghukum bangsa ini karena tidak memilih dia.
Ini bukan soal ambisi kekuasaan. Ini soal kebusukan hati. Karena itu kita jangan mengulang kesalahan yang sama, membiarkan Prabowo melenggang melakukan kerusakan.
Baca Juga: Tentang "Nggege Mangsa"
Dua puluh tahun yang lalu, dia tidak jadi dibawa ke mahkamah militer karena para anah buahnya – Tim Mawar – pasang badan menyatakan penculikan aktivis dilakukan bukan karena perintah Prabowo. Pimpinan militer kemudian membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang menyimpulkan Prabowo bersalah dalam kasus penculikan dan penyiksaan para aktivis.
DKP mengajukan rekomendasi agar Prabowo diberhentikan dari dinas keprajuritan. Namun Presiden Habibie mengeluarkan keputusan yang lebih lunak: ia memberhentikan Prabowo ‘dengan hormat’. Prabowo bahkan tetap berhak menerima pensiun.
Pemerintah dan pimpinan militer kita saat itu sekadar bermain aman dan mungkin berharap bahwa sebuah pemberhentian akan memberi efek jera terhadap Prabowo. Ternyata harapan itu keliru. Prabowo kembali ke Indonesia dan bertarung di politik.
Dia dibiarkan ikut dalam Konvensi Golkar 2004, pemilihan wakil presiden pada 2009, pemilihan presiden 2014 dan 2019. KPU mengabaikan fakta bahwa DKP pernah menyatakan dia bersalah sebagai perwira militer. Sekadar catatan, pada pilpres 2014 itulah, Prabowo mulai melancarkan kampanye yang menonjoolkan penyebaran kebohongan dan sentimen agama.
Pada Pilpres 2019 kali ini, Prabowo dengan seenaknya melakukan hal-hal yang masuk dalam kategori melawan hukum: menyebarkan kabar bohong bahwa menurut real count dia menang sejak hari pilpres dan kemudian diulang di berbagai kesempatan berbeda, menyebarkan kabar bohong bahwa terjadi kecurangan KPU, menyatakan tidak akan menerima hasil penghitungan KPU karena terjadi kecurangan yang luar biasa tanpa menyajikan bukti.
Baca Juga: Prabowo Lebih Percaya Ratna Sarumpaet daripada KPU dan Bawaslu
Selanjutnya pernyataan maupun hasutan itulah yang bisa diduga menyebabkan ketegangan, konflik dan bahkan kerusuhan yang kini secara riil sudah terjadi. Bahkan, hampir pasti, gerakan untuk menduduki Bawaslu, atau KPU, atau bahkan DPR, adalah hal yang tidak secara alamiah terjadi, melainkan dimobiisasi (kubu) Prabowo.
Oleh sebab itu, Prabowo harus diadili untuk tuduhan kejahatan yang dia lakukan. Setidaknya ada tiga dugaan pelanggaran hukum yang dapat dikenakan padanya:
Kali ini, kita tidak boleh mengulang kesalahan 20 tahun yang lalu. Prabowo harus diperiksa dan diadili. Selama dia merasa bahwa dia 'tidak bisa diadili', dia akan terus melakukan kerusakan di negara ini.
***
Solo, Rabu, 22 Mei 2019. 11:25 am
'salam kritis penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews