Pertanyaan penting tentang mengapa foto karyanya penuh dengan rumor, barangkali bisa merujuk pada pendapat Richard Winer, peneliti misteri Segitiga Bermuda. Di
Sampai saat ini, rumor tentang foto karya Kevin Carter (Afrika Selatan) yang ada di bagian atas di tulisan ini masih simpang siur. Foto peraih Hadiah Pulitzer tahun 1994 yang menampilkan seorang anak kecil kurus kering dengan latar belakang seekor burung pemakan bangkai ini hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa bunuh diri yang dilakukan pemotretnya.
Rumor yang beredar mengatakan, Carter bunuh diri karena menyesal tidak menolong anak itu, tetapi malah memotretnya, bahkan lalu meraih hadiah jurnalistik bergengsi.
Rumor yang tak jelas benar asal-usulnya ini bertutur lebih jauh, Carter menulis di buku hariannya seusai memotret foto itu, ”Ya Tuhan, aku tidak akan menyia-nyiakan makanan lagi walau rasanya setidak enak apa pun.” Di situs BBC, jelas-jelas ada bantahan bahwa kalimat itu tidak pernah ditulis atau diucapkan Carter di mana pun.
Dari penelusuran ke berbagai sumber, didapat kesimpulan bahwa Carter tak mungkin bunuh diri karena foto itu. Carter tahu benar bahwa anak itu tidak dalam bahaya sama sekali.
Tempat ramai
Foto itu dibuat bukan di tempat terpencil, melainkan di sebuah acara pembagian makanan. Bahkan, Carter berlutut sekitar 20 menit di depan anak itu. Ia memotret beberapa kali sampai tiba-tiba seekor burung pemakan bangkai hinggap di latar belakang. Carter juga sempat menunggu agar sang burung pemakan bangkai mengembangkan sayapnya untuk mendapatkan foto yang lebih dramatis.
Selain itu, orangtua atau kerabat si anak juga berdiri tak jauh dari situ, sibuk meraih pembagian makanan. Seusai memotret, Carter juga sempat mengusir sang burung pemakan bangkai.
Berikut ini cerita yang disampaikan Joao Silva yang bersama Carter berada di tempat pemotretan, seperti dituturkan kepada penulis Jepang, Akio Fujiwara, dan dimuat dalam buku berjudul The Boy who Became a Postcard (terbitan Ehagakini Sareta Shonen).
Saat itu, tanggal 11 Maret 1993, Carter dan Silva mendarat di bagian utara Sudan untuk meliput kelaparan parah yang sedang terjadi di sana. Mereka berdua turun dari pesawat PBB yang memang akan menurunkan bantuan pangan. Tim kesehatan PBB memberi tahu keduanya bahwa mereka akan tinggal landas lagi 30 menit kemudian.
Dalam 30 menit itu, tim PBB memang membagi-bagikan makanan. Carter dan Silva cukup terkesima melihat orang-orang kelaparan yang berebut makanan pembagian. Anak yang dipotret Carter pun dipotret Silva walau tidak dipublikasikan. Menurut Silva, Carter memotret dari jarak sekitar 10 meter dan di belakang Carter adalah suasana orang ramai berebut makanan.
Satu yang penting dari kejadian itu adalah seusai memotret, Carter duduk di bawah pohon dan tampak tertekan.
”Dia berkata rindu dan ingin memeluk Megan, putrinya,” kata Silva.
Carter memang punya seorang anak perempuan bernama Megan, kelahiran 1977, di luar nikah dengan Kathy Davidson, seorang guru sekolah.
Pada waktu bunuh diri pun, surat yang ditinggalkan Carter berisi tulisan sebagai berikut: ”I am depressed ... without phone ... money for rent ... money for child support ... money for debts ... money!!! ... I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain ... of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners...I have gone to join Ken if I am that lucky...”
Carter bunuh diri 27 Juli 1994 beberapa pekan setelah meraih Hadiah Pulitzer dengan cara menutup diri di dalam mobil pikupnya, lalu mengalirkan gas knalpot ke dalam. Ia bunuh diri karena depresi pada kenyataan hidup yang kejam dan keras. Carter juga menangisi kematian sahabatnya, Ken Oosterbroek, sesama fotografer jurnalistik, yang meninggal saat meliput sebuah kerusuhan.
Pembela kebenaran
Sebenarnya Carter yang lahir 13 September 1960 di Johannesburg, Afsel, berjiwa pembela kebenaran sejak kecil.
Ibunya, Roma Carter, bercerita bahwa Kevin kecil sering meradang kalau melihat seorang polisi kulit putih memperlakukan orang kulit hitam dengan kejam. ”Kevin berteriak kepada ayahnya agar menghentikan ulah polisi itu,” kata Roma.
Demikianlah, profesi sebagai fotografer jurnalistik sering membawanya menjadi saksi peristiwa-peristiwa keji, seperti orang yang dibakar hidup-hidup ataupun orang yang dibantai beramai-ramai di tengah keramaian.
Carter tidak tahan hidup menjadi saksi kekejaman. Ia memilih mengakhiri hidupnya.
Pertanyaan penting tentang mengapa foto karyanya penuh dengan rumor, barangkali bisa merujuk pada pendapat Richard Winer, peneliti misteri Segitiga Bermuda.
”Manusia pada dasarnya senang mitos. Walau sudah ada penjelasan ilmiahnya, sebuah mitos atas suatu peristiwa selalu ada,” kata Winer.
***
Catatan: tulisan telah dimuat Harian Kompas beberapa tahun lalu.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews