Kondisi serupa, kini terulang kembali. Sejarah memang selalu berulang dan berputar. Yang berganti hanyalah tokohnya.
Amerika Serikat dan Tiongkok, keduanya mitra strategis perekonomian Indonesia. Mitra dagang yang sangat dibutuhkan. Namun, kini keduanya berseteru hebat di kawasan Laut Cina Selatan (LCS).
Kedua negara super power itu mempertontonkan alat utama sistem senjata (alutsista) paling canggih. Termasuk senjata pemusnah massal. Ketegangan tingkat tinggi ini bisa menjadi pemantik Perang Dunia Ketiga.
Namun, keduanya tidak akan gegabah meluncurkan rudal balistik ke arah rival utamanya. Sebab jika terjadi akan sangat merugikan kedua negara, utamanya dari sisi pertahanan dan ekonomi. Mereka hanya pamer dada. Belum pamer paha. Apalagi pamer yang paling vital. Seperti sinematografi elektronik (sinetron), bagai opra sabun. Ulur-ulur waktu sampai satu pihak lengah.
Bagaimana posisi Indonesia? Jika dua gajah berseteru, pelanduk terjepit di tengah. Itulah posisi Indonesia. Jangan coba-coba berpihak kepada salah satu. Pasti akan diserang oleh pihak lain. Secara kekuatan militer, kita masih di urutan kisaran dua digit. Jauh tertinggal dan tak akan bisa menandingi keduanya.
Di sinilah, kita perlu kembali menyimak pidato Bung Hatta (Mohammad Hatta) pada tahun 1948. Ia mengibaratkan "mendayung di antara dua karang” untuk menjalankan politik luar negeri Indonesia.
Apa maksudnya? Bukan sekadar menjadikan Indonesia memilih jalan tengah antar dua blok yang berpengaruh (Komunis dan Liberal). Melainkan politik internasional Indonesia harus didasarkan tanpa sentimen dan lebih memperhatikan aspek realitas dan kepentingan negara.
Pastilah dalam pemerintahan dan penduduk Indonesia, ada yang merasa nyaman banget jika kita berlindung di kandang panda di bawah pohon bambu yang rindang. Ada pula yang merasa lebih baik di rumah koboi yang bebas liberal, bisa letakkan kaki di meja.
Saat itu Hatta sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada 2 September 1948, berpidato tentang politik luar negeri bebas aktif.
Komunis dan liberal sebagai pemenang Perang Dunia Kedua, berupaya mempengaruhi agar negara-negara lain ikut dalam gerbongnya. Tapi Indonesia menolak ikut blok barat (liberal yang dipimpin Amerika Serikat) dan blok timur (komunis yang dipimpin Uni Soviet). Indonesia memilih membentuk Gerakan Non Blok.
Kondisi serupa, kini terulang kembali. Sejarah memang selalu berulang dan berputar. Yang berganti hanyalah tokohnya.
Jadi, Indonesia mesti pandai menari di antara Naga dan Elang yang sedang berseteru. Jangan ikut gendang mereka. Kita melenggak-lenggok ikuti gendang jaipong sendiri saja.
Tarik, Mang....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews