Hijab Pertama di "DPR"-nya Amerika

Minggu, 6 Januari 2019 | 08:27 WIB
0
594
Hijab Pertama di "DPR"-nya Amerika
Ilhan Omar (Foto: Wikipedia)

Pernah ke Somalia?

Pernah.

Kapan?

Tahun lalu.

Lho, tahun lalu kan, ke Amerika?

Benar. Tapi ada ‘distrik Somalia’ di Amerika. Yang sekarang bikin heboh. Mengubah sejarah Amerika.

Letak distrik itu di negara bagian Minnesota. Saya ke sana. Makan di sana. Salat Jumat di sana.

Serba Somalia.

Salah satu wanitanya terpilih jadi anggota DPR Amerika: Ilhan Omar. Dilantik tanggal 3 Januari lalu. Pakai jilbab. Satu-satunya di DPR Amerika.

Ilhan wanita Islam pertama jadi DPR Amerika. Sebenarnya berdua. Dengan Rashida Tlaib. Wanita Palestina. Wakil dari Detroit Selatan. Tapi Rashida tidak pakai jilbab.

Amerika terpaksa mengubah undang-undang. Untuk satu orang Ilhan. Agar tetap bisa pakai jilbab.

UU lama mengharuskan anggota DPR mencopot tutup kepala. Siapa pun. Saat masuk ke ruang sidang. UU itu sudah berumur 181 tahun.

DPR menyediakan tempat topi. Di luar ruang sidangnya. Tapi topi Ilhan itu bukan sembarang topi. Itu jilbab. Yang sudah dikenakannya sejak lama. Pun saat kampanye. Pemilih tahu. Ilhan pakai jilbab. Bahkan jadi identitasnya. Meski biasanya jilbab itu hanya menutup rambutnya. Leher dan tengkuknya tetap terbuka.

Tentu tekanan sangat kuat. Agar Ilhan mencopot jilbab. Saat masuk ruang sidang. Agar tidak perlu mengubah UU. “Hanya saya yang berhak mencopot jilbab ini,” ujar Ilhan.

Dia kekeuh. Hak itu dijamin UU Dasar. Lebih tinggi dari UU. Tapi Ilhan tidak pernah menantang-nantang. Misalnya mengancam tidak mau dilantik.

Ia hanya selalu mengatakan satu kalimat itu.

Kebetulan partai Demokrat menguasai DPR. Cepat sekali. Sehari sebelum pelantikan UU itu diubah. Tidak perlu pansus. Begitu fleksibelnya Amerika.

Ilhan dilantik dengan jilbab hitam. Kali ini penuh. Sampai menutup leher.

Modelnya masa kini. Yang biasa dipakai wanita Indonesia.

Pengambilan sumpahnya model Amerika. Qurannya tidak di atas kepala. Melainkan di taruh di meja. Tangan Ilhanlah yang diletakkan di atas Quran itu.

Itulah Quran pemberian kakeknya. Saat Ilhan masih di Somalia. Umur 10 tahun. Lari dari rumah. Saat perang sipil berkecamuk. Ibunya sudah meninggal dunia.

Ilhan masuk barak pengungsian. Di Kenya. Lalu migrasi ke Amerika. Bersama 150 ribu pengungsi lainnya.

Ilhan pindah-pindah rumah. Ikut orang tuanya. Akhirnya menetap di Minneapolis. Di Minnesota itu. Umurnya sudah 14 tahun. Mulailah Ilhan belajar bahasa Inggris di situ.
Dan jadilah distrik itu mirip Somalia beneran.

Saat dilantik Ilhan mengajak serta ayah, suami dan anak-anaknya. Foto-foto bersama. Dengan jilbab yang sudah berganti warna: krem bermotif. Dengan model yang masih sama.

Ada satu lagi wanita yang menghebohkan DPR. Juga baru terpilih. Katholik. Umurnya baru 28 tahun. Wakil dari Bronx-Queens, New York.

Namanya: Alexandria Ocasio Cartez. Keturunan Costa Rica.

Ocasio hanya mengenakan blaser kerja dan celana panjang kerja. Warna krem muda. Melambangkan pemberontakan. Terhadap kemapanan. Ocasio memang wanita pekerja. Pelayan di bar. Cafe. Restoran. Bahkan setelah dia lulus studi ekonomi dari Boston University.

Ideologi Ocasia sosialis. Khas pekerja. Itulah yang akan dia perjuangkan. Upah buruh harus naik. Dari 8 dolar perjam menjadi 15 dolar. Sekitar Rp 170 ribu/jam. Jaminan kesehatan harus menyeluruh.

Ocasio memang menjadi tim pemenangan Bernie Sanders. Di konvensi partai Demokrat. Yang akhirnya kalah dari Hillary Clinton. Dan Hillary kalah dari Donald Trump.

Selama bergabung Bernie itulah Ocasio terbentuk. Lalu mencintai politik. Dapilnya ini sama dengan tempat kelahiran Trump: Queens.

Ketika ditanya media bagaimana hubungannya dengan Trump nanti ia cuek saja. “Saya kira Trump tidak paham gadis seperti saya,” katanya.

Tiga wanita imigran itu begitu mewarnai DPR baru Amerika. Ditambah satu wanita baru dari suku Indian. Dari Dapil New Mexico: Dep Haaland. Yang saat dilantik mengenakan baju adat Indian.

Ada juga pemberontak jenis lain di DPR itu. Namanya: Frederica Wilson. Dari Florida.
Dialah yang sebenarnya berjuang pertama. Untuk mengubah UU yang melarang pakai tutup kepala itu. Tahun 2010 lalu.

Frederica memang terbiasa pakai topi. Untuk menambah kecantikannya. Dia punya koleksi ratusan topi.

Saat terpilih jadi DPR Frederica ingin tetap bertopi. Saat bersidang. “Laki-laki memang terbiasa copot topi. Terutama kalau masuk ruangan,” ujar Frederica.

“Tapi bagi wanita topi itu bagian dari kecantikan,” ujarnya. “Lihatlah kalau saya pakai topi. Kan cantik.”

Ditolak.

***

Dahlan Iskan