Brazil, The Flavour of Love

Beberapa kali dalam perjalanan aku memang sering ditolong oleh orang-orang baik yang sebagian pernah ke Indonesia mereka sangat terkesan dengan kebaikan orang Indonesia

Jumat, 20 September 2019 | 13:29 WIB
0
341
Brazil,  The Flavour of Love
Iguazu Fall from Argentina's side

Sejujur nya aku sedikit khawatir saat aku memutuskan untuk mengunjungi Brazil, selain Brazil  kurang aman untuk solo travel juga merupakan negara yang  saya tidak tahu banyak selain Party di Rio De Janeiro dan Carnival.

Saat akhirnya aku tiba disana , rasa nervous tiba-tiba menghilang mungkin karena the moment aku pertama kali bertemu dengan orang Brazil, mereka sangat ramah, walaupun jiwa penolong nya tidak sebagus orang Jepang dan Indonesia akan tetapi sangat mudah untuk membuka percakapan dengan mereka,   semakin lama aku ngobrol dengan mereka semakin membuat aku ingin tahu lebih jauh tentang mereka.

Setiap traveling aku selalu memilih tinggal dengan local people agar lebih mudah berinteraksi dengan mereka dan tahu lebih banyak budaya mereka, kecuali ada hal-hal di luar rencana baru aku stay di hostel. Di Rio aku tinggal di rumah teman ku yang berprofesi sebagai photographer, selain aku ada cewe dari Polandia.

Saat itu lagi parah-parahnya “Virus Zika” menyerang Brazil, ketika baru satu hari aku tiba disana aku langsung kena flu aku langsung panic walapun sebelum berangkat aku sudah tanya ke beberapa dokter bahwa Virus Zika tidak berbahaya kecuali untuk orang yang sedang hamil, lalu aku langsung di bawa oleh teman ku ke puskesmas di dekat rumahnya.

Ternyata berobat disana tidak bayar termasuk untuk orang asing, puskesmas disana buka 24 jam, 3 jam menunggu akhirnya aku dipanggil oleh dokter muda di periksa katanya itu flu biasa jadi cukup di kasi obat flu dan istirahat yang cukup.

Benar kata dokter belum habis obatnya flu aku sudah mendingan, tapi aku masih tetap harus waspada dengan Virus Zika, kalau aku pilih semprot autan tiap 2 jam sekali  keseluruh badan si Polish girl pilih pakai winter outfit untuk menghindari Zika padahal saat itu lagi summer, sedangkan my Brazilian friend enjoy menikmati keanehan kita berdua.

Kita membuat rencana untuk ke Yesus Statue {Crito Redentor], setelah hitung budget, kami putuskan untuk masuk lewat "jalur khusus"  agar bisa menghemat budget.   Karena Si Polis girl senangnya tiap malam nongkrong di bar, dan temannya banyak,  dia dapat info dari teman ngupi nya  bahwa untuk mamasuki area tersebut bisa  lewat perumahan elit yang ada didekat area itu, cukup kasih satu  bungkus rokok ke satpam di pintu gerbang langsung bisa masuk.

Perjalanan menuju Yesus Status  via "jalur khusus" memang sangat murah tapi ternyata sangat-sangat melelahkan  karena ternyata untuk mencapai area tersebut at least perlu jalan kaki 3km dan  jalanya yang menanjak banget jadi 3 km terasa 6 km.

Satu minggu aku menghabiskan waktu di Rio, tidak lupa aku ikut merasakan bejemur  di  the famous beach, Capacabana yang menurut aku pantai di Bali jauh lebih cantik, teratur dan bersih, dan yang paling menggangu adalah “ too many people trying to sell stuff that it takes away from the enjoyment ,  di Rio aku pun menyempatkan  ambil kelas samba, tidak bayar ko cukup masuk ke local bar, disana tiap malam mereka menari samba dan dengan senang hati mengajari orang asing.

Tidak seperti Latin America lainnya, buat mereka “lunch in Brazil is a serious matter’ mereka makan dengan proper time dan enjoy good conversation while they eat, mereka juga sangat concern terhadap kebersihan gigi nya, dalam sehari setidaknya mereka sikat gigi 4 kali, I think they have a special obsession with keeping their teeth clean.

Puas party di Rio aku naik bus ke Iguazu Fall di tempuh sekitar 7 jam, Iguazu fall termasuk salah satu 7 Wonders of Nature dan bisa dilihat dari sisi Brazil dan dan sisi Argentina, sama seperti Niagara Fall di Amerika bisa dilihat dari sisi Canada dan Amerika.

Enaknya traveling sendiri bisa menentukan mau jalan sesantai apapun tidak ada yang protes, lagi asik-asiknya jalan eh tiba-tiba hujan, engga siap dengan rain coat karena waktu berangkat cuaca cerah, walau hutan  tetap jalan terus.

Dengan semangat patriot aku tetap melanjutkan perjalanan berusaha tetap menikmati pemandangan walau di guyur hujan, tiba-tiba ada  cowo pakai payung berjalan sendirian disamping aku lalu dia tawarin aku untuk share payung nya, aku terima tawarannya, dan karena dia juga traveling sendirian jadi walaupun hujan sudah berhenti kita tetap menikmati Iguazu fall bersama-sama.

My travel buddy namanya Santino dia asli Argentina, walaupun dia asli Argentina  tapi baru pertama kali ke dia Ke Iguazu Fall dari sisi Brazil, menurut dia view dari sisi Argentina jauh lebih indah, dia tawarin  aku liat dari sisi Argentina,  masalah nya aku tidak punya visa Argentina karena selain susah mendapakan visa tersebut prosesnya hampir 1 bulan,  Santino bilang dia punya saudara yang bekerja di imigrasi perbatasan Iguazu, lalu di telp ke saudaranya untuk cek apa dia sedang bertugas,  sayangnya hari itu dia lagi off.

Setelah mereka janjian di tentukan ke Iguazu dari sisi Argentina esok hari,  saudaranya minta kita antri di baris pemegang passport Argentina. Saat itu aku lumayan deg-degan tapi karena kata saudara nya the worst case jika ketahuan tidak di apa-apain kok hanya disuruh balik ke Brazil border aja.

Tiba giliran aku tiba di meja saudaranya, dia pura-pura tanya-tanya sedikit tapi dia tidak stamp passport aku langsung di suruh masuk, begitu pula dengan Santino, Yes aku berhasil masuk Argentina tanpa visa, walaupun tidak se-drama waktu aku masuk Bahamas.  

Iguazu Fall dari Brazil side panoramic nya lebih classic  dan lebih crowded, sedangkan Argentina side lebih natural,  less crowded, devil’s throot view points  aerial banget, dan  lebih banyak air terjun karena 70% falls berasal dari Argentina.

Karena sudah terlanjur masuk Argentina aku pikir tanggung banget kalau hanya liat Iguazu Fall, aku putuskan untuk stay disana beberapa hari menikmati indahnya kota Puerto. Oh iya  kenapa passport aku tidak di stamp agar tidak bisa di track by system, jika passport aku di stamp dan di scan maka automatically data aku masuk ke system padalah di situ tidak ada history aku perna apply visa Argentina.

Senang, bangga dan deg-deg ngeri selama 3 hari di  di Puerto takut ke tangkep, jadi aku pun tidak berani pulang malam selama disana, alhamdulilah aku bisa kembali ke Rio De Janeioro dengan aman.

Ketika aku tanya teman ku yang orang Argentina, kenapa dia mau melakukan hal yang bisa beresiko dengan mengajak aku masuk ke Argentina tanpa visa dia bilang salah satu teman nya cerita beberapa tahun yang lalu  temanya pernah datang ke bali sendiri dan dibali temanku itu kecelakaan waktu mengendari motor, lalu oleh orang Bali dia dibawa ke RS bahkan setelah dari rumah sakit karena dia masih memakai tongkat dan perlu perawatan dia di ajak tinggal di rumah orang Bali tersebut untuk di rawat lebih baik lagi, dia sangat terkesan dengan kebaikan orang bali yang menurut dia sangat genuine.

Beberapa kali dalam perjalanan aku memang sering ditolong oleh orang-orang baik  yang sebagian  pernah ke Indonesia mereka sangat terkesan dengan kebaikan orang Indonesia, aku merasa aku mendapatkan “karma baik” dari orang-orang Indonesia yang berbuat baik terhadap turis asing.

Buat aku kalau perjalanan lancar-lancar saja  sepertinya kurang seru  jika ada sedikit nyerempet bahaya dan sengsara rasanya perjalanan aku jadi sempurna and these will be the moments that turn into memories I’ll look back and smile on. Sweet

I have been lucky to have seen and experienced so many countries but the more I travelled the more I realized how lucky I am to live in Indonesia.

***