Tangis Selebgram Rusia vs Tangis Rakyat Ukraina

Lain soal kalau media sosial itu terindikasi mendukung invasi Rusia ke Ukraina, seperti sebagian penduduk negeri berflower ini, Putin mungkin akan tersenyum puas.

Jumat, 18 Maret 2022 | 07:47 WIB
0
368
Tangis Selebgram Rusia vs Tangis Rakyat Ukraina
Olga Buzova (Foto: Russia Beyond)

Putin harus segera dihentikan!

Demikian kata Yuval Noah Harari, sejarawan, filsuf, penulis sekaligus futurolog ternama mengenai perang Rusia– Ukraina yang masih berlangsung saat ini, khususnya mengenai sepak terjang Vladimir Putin. Alasannya, Putin telah merusak tatanan dunia yang sudah disepakati bersama selama ini. 

Perang selalu berdampak buruk. Dominasi keburukan sangat berdaulat atas "kebaikan" perang yang harus terlebih dahulu dicari di mana sisi baiknya tersebut. Invasi Rusia -meski kata 'invasi' bakal ditolak Rusia- telah mengakibatkan ribuan orang Ukraina meregang nyawa dan menjadikan jutaan orang-orang Ukraina menjadi musafir yang terlunta-lunta di negeri tetangga tanpa kepastian, setidaknya dalam waktu dekat. 

Itu dampak perang kepada kehidupan yang berujung pada kematian, pengusiran dan dehumanisasi oleh pemenang terhadap pecundang.

Dampak lainnya menjalar pada hal-hal sepele, yang tidak terkait dengan kelangsungan hidup orang banyak, tetapi pada "masa depan" seseorang atau pribadi-pribadi.

Di Rusia, dampak perang menyebabkan Putin menutup atau memblokir Facebook dan Instagram. Kedua media sosial bikinan Mark Zuckerberg paling populer di jagat tidak bisa lagi hidup di Rusia. Putin menggantung leher Facebook dan Instagram di Lapangan Merah, Moskow. Maka para pengguna kedua media sosial dengan platform berbeda itupun berteriak nyaring, sebagian terisak-isak.

Contoh untuk kasus ini menimpa selebgram Rusia yang terisak-isak seprti tak terkendali saat mengucapkan "do svidaniya" (selamat tinggal) kepada jutaan pengikutnya setelah Putin bertitah menutup Instagram yang di Rusia digunakan oleh 80 juta orang. Olga Buzova, bintang reality TV Rusia berusia 36 tahun yang menjadi selebgram itu mengunggah video yang menunjukkan ekspresi kesedihan luar biasa dengan menangisi larangan Putin tersebut.

Dalam video berdurasi tujuh menit itu Buzova mengungkapkan perasaan kepada 23,3 juta pengikutnya bahwa hidupnya telah didirenggut.

"Saya tidak takut untuk mengakui bahwa saya tidak ingin kehilangan Anda. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Saya tidak tahu. Saya hanya berbagi hidup saya, pekerjaan saya, dan jiwa saya. Saya tidak melakukan ini semua sebagai pekerjaan untuk saya, ini adalah bagian dari jiwa saya,” isak Buzova dalam bahasa Rusia sebagaimana dikutip Insider.

Apakah isak-tangis Selebgram ini medapat simpatik? Mungkin benar oleh sebagian pengikutnya, tetapi kebanyakan malah mencibirnya. Alih-alih mendapat simpati, Buzova malah menuai antipati. Dalam bayangan pengeritiknya, influencer itu menangisi kehilangan jutaan penggemar atau pengikutnya -yang berarti kehilangan pendapatannya- sementara ribuan orang mati terbunuh akibat invasi Rusia ke Ukraina.

Menangisi Instagram yang ditutup dengan kematian ribuan rakyat Ukraina korban perang memang sangat kontras dan mengusik kemanusiaan. Boleh jadi kalau ada ungkapan prihatin atau belasungkawa atas kematian ribuan warga Ukraina akibat invasi negaranya, Buzova tidak akan menjadi bulan-bulanan. Setidak-tidaknya pernyataan itu menyisakan sisi kemanusiaan daripada sisi kepentingan pribadinya.

Pemerintah Rusia melarang Instagram sekaligus menuduh pemilik Facebook, Meta, sebagai organisasi “ekstremis”, karena mengizinkan penggunanya menyerukan kekerasan untuk pasukan Rusia di Ukraina.

Sementara itu, Pavel Durov, miliarder kelahiran Rusia yang juga pendiri Telegram dan VKontakte (VK), telah dipecat dari perusahaan dan dipaksa meninggalkan Rusia oleh FSB, badan keamanan nasional setelah menolak memberikan data pribadi pengguna VK Ukraina.

Perang merembet kemana-mana, bahkan kepada akses media sosial seperti Instagran dan Facebook. Boleh jadi Putin akan menutup akses medsia sosial lainnya jika terindikasi (oleh Putin sendiri) bahwa media sosial itu "menyiarkan kebohongan" terstruktur dan massif, tidak berpihak pada Rusia dan mem-branding Rusia sebagai agresor, biadab, penjajah dan stigma buruk lainnya.

Lain soal kalau media sosial itu terindikasi mendukung invasi Rusia ke Ukraina, seperti sebagian penduduk negeri berflower ini, Putin mungkin akan tersenyum puas dan menyilakan platform Internet itu hidup aman di negaranya.

***