Terlalu ribet dan ambisius karena menggabungkan banyak hal dalam satu aplikasi? Mungkin iya, tetapi basic yang saya sasar adalah "niche" alias ceruk kecil saja.
Dalam foto ini saya berpose bersama almarhum Boy Muhammad Iqbal, jagoan IT yang merupakan Arkademi-1, sebutan orang-orang pertama yang bekerja di Arkademi.com. Peristiwa diabadikan di kantor aplikasi video mengajar online bersertifikat pertama di bilangan Depok, sebelum pindah ke kantor yang lebih representatif di Cinere.
Tentu saya tidak sedang bercerita tentang Boy yang tepat setahun lalu berpulang, meninggalkan "jejak digital" yang sekarang bisa dinikmati siapa saja, khususnya mereka yang ingin mengembangkan keilmuan dan keterampilannya melalui aplikasi Arkademi.com. Saya sedang ingin bercerita tentang manfaat pergaulan yang luas.
Meski usia merayap senja, sudah pensiun sejak lima tahun lalu dari pekerjaan statis dan mekanistis di sebuah perusahaan media, saya tetap meluaskan pergaulan. Antara mempertahankan pertemanan dengan menambah "dot" pertemanan agar selalu tersambungkan, sama pentingnya.
Kepada mereka -teman-teman itu- saya belajar kelebihan, sekaligus kekurangan mereka. Saya tidak segan bertanya dan mencermati apa yang mereka lakukan. Bukan maksud ingin seperti mereka, tetapi "mencuri" ilmu bagaimana mereka bekerja menghasilkan karya. Toh selalu saja ada manfaat dan hikmah yang dipetik, setidaknya menghadirkan ide baru.
Umpama saja, saya bergaul serba terbatas dengan almarhum Boy, tetapi saya belajar darinya tentang konsistensi dan mencintai suatu pekerjaan rumit yang cenderung membosankan. Darinya, saya belajar ketekunan. Tatkala saya bergaul dengan Ahmad Zaky, boss Bukalapak, saya belajar darinya bagaimana sebuah e-commerce berbasis aplikasi dikembangkan dan menemukan jalan suksesnya.
Masih banyak jagoan IT yang tidak mereka sadari sedang saya sedot ilmunya. Saya menyimak apa yang dikerjakan mas Zoelmi Hendriex saat mengembangkan Selasar.com, saya tetap menyambungkan pertemanan dengan Henry Mth boss IT Kompas-Gramedia.
Dengan anak muda seusia anak saya Alfatih Timur boss Kitabisa.com, saya belajar tentang kecerdikan. Dengan Hilman Fajrian boss Arkademi, saya belajar mengenai perlunya percaya diri tinggi dalam menjalankan bisnis digital rintisan.
Mereka semua mengajari saya tentang ketekunan dalam bekerja, kecerdikan dalam bertindak dan seterusnya. Alhasil, pandangan saya selaku terbuka mengenai IT, media digital dan aplikasi.
Mengapa menulis tentang hal ini, semata-mata saya sedang menuai hasil "benchmarking" saya kepada mereka dan atas kemurahan Allah jugalah saya dan teman-teman mendapat investor yang menitipkan modalnya untuk mengembangkan sebuah aplikasi media sosial yang insya Allah akan meluncur di akhir Juli 2021 ini.
Tentu sebuah aplikasi medsos yang tidak akan sama dengan Facebook atau Bukalapak, misalnya, tetapi saya mencoba mengombinasikan sebuah kebutuhan warganet yang ingin menulis, bercakap-cakap (chat), diskusi melalui tanya-jawab ala Quora atau Selasar, mencari lowongan pekerjaan dan marketplace untuk produk-produk khas dalam sebuah aplikasi.
Terlalu ribet dan ambisius karena menggabungkan banyak hal dalam satu aplikasi? Mungkin iya, tetapi basic yang saya sasar adalah "niche" alias ceruk kecil saja.
Jika saya ibaratkan Facebook itu seluruh air yang ada di lautan, maka aplikasi yang saya "cum suis" buat ini hanya mengambil setetes air dengan cara mencelupkan jari telunjuk, itupun saya celupkan di sebuah muara sungai di pedalaman negeri ini.
Apa nama aplikasi medsos yang sedang saya bangun itu? Tentu tidak akan saya sebutkan saat ini, nanti saya sampaikan saat peluncuran resmi aplikasi tersebut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews