Ketika mesin"AI" menghitung Karjakin yang bakal jadi juaranya dan faktanya Karjakin terjungkal di tengah jalan, maka gugurlah ramalan mesin pintar milik Drucker itu.
Dengan terhentinya langkah Sergey Karjakin di tangan rekan senegaranya, Nikita Vitiugov, sebagian penyuka catur lantas berpaling kepada Sagy Drucker.
Siapa Sagy Drucker?
Menelisik data digital di Internet, salah satunya dari LinkedIn, Drucker menyebut dirinya sebagai Software Developer di Explorium. Ia lulusan Universitas Ben Gurion di Negev, Israel, mengambil jurusan matematika dan ilmu komputer. Dalam kehidupan sehari-harinya, Drucker selalu bersinggungan dengan matematika dan ilmu komputer.
Nah, beberapa pekan sebelum Piala Dunia Catur 2019 dihelat di Khanty Mansysk, Rusia, pria yang menamatkan SMA-nya di Frankfurt International School ini memprediksi siapa yang bakal tampil sebagai finalis kejuaraan dunia catur versi FIDE ini dan bahkan berani meramal siapa yang bakal ke luar sebagai juaranya.
Berdasarkan prediksi "Artificial Intelligence" alias kecerdasan buatan yang dikembangkan Sagy Drucker itu, yang bakal keluar sebagai juara di Piala Dunia 2019 catur adalah Sergey Karjakin setelah di final berhasil mengalahkan Maxime Vachier-Lagrave. Itu baru ramalan.
Tak pelak, akurasi prediksi berdasarkan olah data dan algoritma yang dikembangkan Drucker menggunakan "AI" ini menjadi pertanyaan besar, juga reputasinya sebagai ahli pengembang piranti lunak komputer dipertaruhkan; kok mesin yang dikembangkannya bisa gagal. Pasalnya itu tadi, Karjakin terlempar dari ruangan pertandingan setelah ditendang Vitiugov.
Bagaimana mungkin pecatur yang sudah di luar arena dengan format pertandingan menggunakan sistem gugur alias Knock Out masih bisa berharap juara?
Benar bahwa langkah Karjakin sepertinya akan mulus setelah pada putaran pertama ia berhasil menaklukkan pecatur Indonesia Susanto Megaranto 1,5-0,5 dan pada babak kedua sukses menggulung Samuel Sevian dengan skor 2-0 tanpa balas. Namun pada putaran ketiga, Karjakin ketemu batunya. Ia tersandung dan jatuh.
Bagaimana mungkin Drucker telah keliru memprediksi siapa yang bakal keluar sebagai juara Piala Dunia 2019 ini padahal ia telah mencatat daftar semua peserta turnamen, mengumpulkan data permainan historis mereka -konon lebih dari 120.000 partai di masa lalu yang diambil dari chessgames.com- dan tentu saja mengolah mesinnya sedemikian rupa sehingga keluarlah nama Karjakin sebagai juara?
Dalam upayanya itu, Drucker tentu saja mengumpulkan data lain seperti usia, negara, dan lain-lain dari situs FIDE, memproses dan memperkaya data tersebut dengan statistik tambahan dan "memasukkannya" ke algoritma "AI". Hasilnya menunjukkan bagaimana pikiran komputer ini bekerja dan berikut ini prediksinya berdasarkan mesin "AI" buatannya itu:
Diagram "AI" Sagy Drucker
Dari diagram itu terlihat bahwa GM Ding Liren, GM Sergey Karjakin, GM Anish Giri dan GM Maxime Vachier-Lagrave akan bertemu di babak semifinal. Kemudian partai final mempertemukan Sergey Karjakin dan Maxime Vachier-Lagrave.
Baca Juga: Prediksi "Artificial Intelligence", Susanto Gagal Lewati Babak Pertama
Kecuali Karjakin; Ding Liren, Anish Giri, dan Maxime Vachier-Lagrave masih melaju ke babak selanjutnya. Boleh jadi, tanpa bantuan "AI" milik Drucker, salah satu dari ketiga finalis yang lolos itu adalah Vachier-Lagrave yang diramal Drucker "sekadar" finalis alias "runner-up" saja.
Ketika mesin"AI" menghitung Karjakin yang bakal jadi juaranya dan faktanya Karjakin terjungkal di tengah jalan, maka gugurlah ramalan mesin pintar milik Drucker itu, secanggih dan sepintar apapun mesin itu. Meminjam syair lagu, mesin komputer itu kalah jauh dibanding malaikat yang tahu persis siapa yang jadi juaranya.
Jelas, nama Sagy Drucker dipertaruhkan dan ia harus bekerja lebih keras membangun mesin peramal "AI" yang lebih akurat lagi. Kiamat masih jauh, jangan bilang sudah dekat!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews