Bagi HB, apa yang dijatuhkan kepada anak buahnya itu bukanlah hukuman tetapi pembinaan fisik. Dengan disuruh berlari, berarti melatih fisik mereka agar kuat dan mentalnya menjadi disiplin.
Karakter Harianto Badjoeri alias HB sewaktu memimpin Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta amat dirasakan kuat oleh anak buahnya sampai sekarang.
Mereka masih merasakan bagaimana HB memimpin mereka dengan gaya yang keras, lucu, dan humanis. Ada yang pernah mengaku “babak belur” dihukum HB, karena kesalahannya, namun ada juga yang mengaku bahagia diperlakukan dengan manis oleh lelaki yang sekarang berkursi roda itu.
Dalam menghadapi anak buahnya, HB tampaknya membuat perlakuan berbeda. Kepada personel perempuan dia banyak berlaku manis, namun kepada personel laki-laki dia benar-benar keras.
Sobari, mantan anak buah HB yang sekarang menjadi petugas pengawas di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan menceritakan bahwa dia pernah mendapat perlakuan pedas sekaligus manis dari seorang HB.
“Bapak Harianto itu pimpinan yang rajin turun ke lapangan memantau kerja anak buahnya,” ujarnya.
Pernah pada suatu hari, Sobari bersama rekan-rekannya ditugaskan oleh HB untuk menjaga halte bus TransJakarta di kawasan Bundaran Hotel Indonesia. Waktu itu, bus TransJakarta baru saja dioperasikan oleh pemerintah, sehingga perlu dijaga untuk memastikan kelancaran operasi sekaligus memberi panduan kepada penumpangnya.
Ketika matahari terik di siang hari, tiba-tiba HB dengan menggunakan mobil patroli mengontrol cara kerja anak buahnya di lapangan. Melihat anak buahnya masih berdiri tegak menjaga halte, HB langsung turun dari mobilnya.
“Kalian lapar dan haus ya? Ini uang buat beli makanan dan minuman,” kata HB sambil membagikan beberapa lembar uang kepada anak buahnya itu.
Cara HB memperlakukan anak buahnya itu dilihat oleh anggota masyarakat dan anggota kepolisian yang kebetulan juga berdinas di situ. Mereka kagum dengan HB dalam mengurus anak buahnya di lapangan.
“Pimpinanmu baik ya?” ujar Sobari menirukan anggota kepolisian yang memuji HB.
Tetapi, kebaikan HB ini terkadang justeru membuat seseorang menjadi terlena. Hingga pada suatu sore, Sobari dan kawan-kawannya kena apesnya. Ketika hari sudah sore, Sobari dan kawan-kawannya mencoba berteduh di dekat sebuah gedung perkantoran, karena sudah lelah berjaga berjam-jam.
Ketika mereka sedang melepas penat sejenak, tiba-tiba HB datang memantau lokasi. Melihat anak buahnya tidak ada yang berjaga, HB marah. Dia kemudian memerintahkan anak buahnya untuk berbaris.
Puluhan anggota Satpol PP itu digiring menggunakan mobil patroli sambil berlari dari kawasan Bundaran Hotel Indonesia menuju Monumen Nasional (Monas). Sesampainya di Monas, mereka masih disuruh mengelilingi kawasan itu sebanyak dua putaran.
“Kami digiring mirip peternak menggiring bebek,” ujar Sobari sambil tersenyum mengenang masa itu.
Sejak peristiwa itu, semua Satpol PP di bawah kepemimpinan HB tidak ada yang berani kerja asal-asalan. Sebelum waktunya selesai bertugas, mereka tidak pernah mengendurkan diri dalam bekerja.Bagi HB, apa yang dijatuhkan kepada anak buahnya itu bukanlah hukuman tetapi pembinaan fisik. Dengan disuruh berlari, berarti melatih fisik mereka agar kuat dan mentalnya menjadi disiplin.
“Kadang-kadang saya juga membina anak buah dengan push up sampai seribu kali, namun bisa dicicil setiap hari” kata HB.
Begitulah HB. Kadang manis, namun kadang juga pedas dalam memimpin.
Krista Riyanto
***
Tulisan sebelumnya: Harianto Badjoeri [20]: Senang Kunjungi Makam di Malam Hari
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews