Kisah Sukses Sudhamek [3] "Ini Kacangku!"

Sukses menjadi professional, pengusaha, dan kepala keluarga, Sudhamek tidak pernah melupakan apa yang dikatakannya ketika mengunjungi Bukit Cinta bersama Lanny Rosiana.

Senin, 22 Juli 2019 | 05:41 WIB
0
803
Kisah Sukses Sudhamek [3] "Ini Kacangku!"
Sudhamek Agung Waspodo Soenjoto (Foto: wartawekonomi.co.id)

Dalam berekspansi, fokus Sudhamek lebih tertuju pada kekuatan perusahaan dan loyalitas customer, meski tidak menutup mata terhadap perubahan pasar dan juga competitor. “Saya lebih memikirkan apa yang dibutuhkan konsumen,” tegas Sudhamek.  

Karenanya, ketika masuk ke bisnis produk makanan kecil, Sudhamek tidak pusing dengan banyaknya pemain yang sudah eksis di pasar. Setiap produk Garudafood yang akan masuk ke pasar, terlebih dahulu dilakukan ‘riset’, agar produk Garudafood memiliki added value, harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan produk serupa yang sudah ada di pasar.

Saat ini produk makanan dan minuman Garudafood sudah mencapai 200 item, dengan beberapa branded, gery, oky jelly, mountea, dll. Dengan bertambahnya item produk makanan dan minuman, maka main product Garudafood tidak lagi kacang. Produk kacang dan yang berbasis kacang menyumbang 25% dari total revenue.

Produk-produk makanan dan minuman Garudafood membidik anak-anak dan remaja sebagai market target. Garudafood, tidak hanya menjual produk, tapi juga menawarkan life style. Hal tersebut sudah menjadi tuntutan dalam marketing modern.

Total sales Garudafood Group tahun 2006 sekitar Rp2,7 triliun. Sedangkan di tahun 2007 Garudafood Group yang digerakkan oleh 18.000 karyawan, melompat jadi sekitar Rp3 triliun. Dengan angka penjualan selama tahun 2006 sebesar Rp2,7 triliun, dapat dihitung nilai perusahaan Garudafood Group (pada tahun 20026) sekitar Rp2,26 triliun.

Sebagai perusahaan keluarga, seluruh saham Garudafood dipegang oleh keluarga almarhum Dharmo Putro, ayah Sudhamek.  Sudhamek sendiri, meski sebagai anak bungsu dari 11 bersaudara, menguasai sekitar 20% saham.

Baca Juga: Kisah Sukses Sudhamek [1] Tangan Ajaib Juragan Kacang

Bulan Mei 2008, Garudafood meluncurkan produk air mineral dalam kemasan dengan merk Mayo. Menanggapi masuknya Garudafood ke bisnis air mineral dalam kemasan, Ketua Bidang Regulasi Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Franky Sibarani mengatakan, ada dua alasan Sudhamek ikut bermain di pasar air mineral dalam kemasan. Pertama brand Garudafood bisa meng-endorse produk barunya ke pasar. Kedua, ceruk bisnis air mineral dalam kemasan di Indonesia masih sangat besar.

“Hanya tahun 2006 saja pertumbuhan pasar air mineral dalam kemasan kurang dari 10%. Tapi lima tahun sebelumnya selalu di atas 10%,” kata Franky.

Namun sebagaimana layaknya bisnis, yang tidak terlepas dari untung dan rugi. Begitu juga dengan Garudafood, yang tidak selamanya produk yang diluncurkan, sukses di pasar. Buktinya adalah produk air mineral dalam kemasan merk Mayo* itu tidak bertahan lama di pasar. Karena dinilai tidak kompetitif, produk itu ditarik kembali.

Namun demikian, menurut Franky, kunci sukses Sudhamek di bisnis makanan dan minuman meski belum lama, adalah ketekunan menggeluti bisnis inti, kekuatan riset pasar yang antara lain menghasilkan taste yang kompetitif, serta inovasi proses dan produk.

“Jadi, ketika dia masuk ke bisnis makanan dan minuman, tinggal menduplikasi strategi yang sudah terbukti sukses untuk produk sebelumnya,” Franky menjelaskan.  

Untuk membiayai ekspansi bisnisnya, Sudhamek sangat confident dengan cash flow perusahaannya. Sehingga dia merasa belum perlu untuk menarik dana dari pasar modal, melalui Initial Public Offering. Dengan debt to equity ratio di bawah 1,5 membuat Garudafood seperti ‘gadis cantik’ bagi para banker.

“Bank-bank antri lho, mereka mau menjadi kreditor kami,” ujarnya bangga.

Selain bermain di pasar domestik, Sudhamek juga sudah merangsek ke pasar Asia, antara lain Cina, India, dan Thailand. Di tiga negara itu Sudhamek joint dengan perusahaan-perusahaan lokal mendirikan perusahaan untuk menghasilkan produk-produk toiletries.

Namun Sudhamek tidak merinci berapa investasi yang ditanamkan dan nama-nama perusahaan  mitranya di luar negara-negara tersebut. Sudhamek hanya mengatakan, langkah itu diambil dengan hipotesis, tahun 2050 ekonomi India dan Cina akan melewati Amerika Serikat, bahkan jika lebih cepat tahun 2030 kedua negara tersebut sudah selevel dengan Amerika Serikat. “Kita harus sudah masuk menjadi bagian dari pertumbuhan tersebut.”  

Ditanya mengenai regenerasi kepemimpinan di Garudafood Group, Sudhamek mengatakan, pertumbuhan perusahaan mutlak harus dibarengi pertumbuhan kemampuan dan leadership sumber daya manusia. Artinya, sebagai Chief Executive Officer, Sudhamek menegaskan, dirinyapun harus menjadi bagian yang terkena regenerasi. Bahkan proses itu harus menjadi stimulus bagi pertumbuhan perusahaan.

“Tentu saja nanti mekanisme alamiah akan menuntut saya untuk tidak lagi di manajemen. Dengan demikian, kapanpun second layer manajemen akan selalu siap menggantikan saya,” Sudhamek mengisyaratkan.

Sudhamek yang mengaku sebagai seorang yang sangat rasional ini yakin, hingga kini tugasnya mengelola perusahaan, yang pada hakikatnya untuk membantu banyak orang dalam memperbaiki tarap kehidupan, belum selesai. Sudhamek masih menyimpan setumpuk agenda untuk mengembangkan perusahaan yang dipimpinnya di masa depan.

Seperti memverifikasi vonis dokter Singapura di tahun 1992, suatu hari di awal tahun 1996, Sudhamek berjalan-jalan bersama istrinya di ITC Mangga Dua Jakarta. Di sana mereka tertarik mencoba untuk foto aura. Istrinya yang lebih dulu diphoto. Kata interpreter-nya, aura Sang Istri, Lanny Rosiana berwarna ungu. Aura warna ungu identik dengan sifat-sifat sosial dan spiritual.

Sebelum giliran Sudhamek difoto, Sang Interpreter mengatakan, ingin melihat garis tangan Sudhamek terlebih dahulu. Dan apa yang terjadi?

Sang Interpreter itu kaget luar biasa. Karena berdasarkan interpretasinya, garis-garis di tangan Sudhamek menunjukkan, Sudhamek seharusnya sudah tidak ada lagi, seharusnya sudah meninggal sejak dua tahun lalu.

Sang Interpreter itu meminta Sudhamek untuk mengingat-ingat kejadian beberapa tahun lalu. Sudhamek baru sadar, apa yang dikatakan oleh dokter Singapura yang menanganinya ketika sakit di tahun 1992, tidak main-main.

“Sejak itu saya sadar, hidup saya di-extend oleh Tuhan, karena masih banyak tugas yang harus saya kerjakan. Istri saya mengerti, dan saya selalu bilang ke anak-anak saya, yang penting sekarang saya masih berada di antara mereka. Itu membuat tenang anak-anak saya,” kata Ketua Umum Majelis Budhayana Indonesia ini.

Setelah itu dia selalu berdo’a agar ia, khususnya tangannya, oleh Tuhan selalu dijadikan alat yang baik. Dan jika ia sebagai alat memberontak, Sudhamek meminta, selalu ada yang langsung mengingatkannya.

Ya, itulah cara Tuhan menghentikan derap langkah Sudhamek sebagai professional yang hebat, dan menjadikannya pengusaha sukses agar manfaatnya bisa dirasakan oleh lebih banyak orang: meletakkan penyakit misterius pada tangannya. Dan dengan tangan yang sama pula Sudhamek membangun perusahaan ‘kelas kacang asin’ menjadi gurita bisnis makanan dan minuman di Indonesia, Garudafood Group. 

Prestasi Sudhamek sebagai entrepreneur, meskipun dalam ‘masa extend’, ia meraih Entrepreneur of the Year 2004 versi Ernst & Young. Ia menerima penghargaan itu di Monaco.

Sukses menjadi professional, pengusaha, dan kepala keluarga, Sudhamek tidak pernah melupakan apa yang dikatakannya ketika mengunjungi Bukit Cinta bersama pacarnya waktu itu, Lanny Rosiana. Dari atas bebatuan bukit itu, ia memandangi bentangan cakrawala kota Salatiga kali ini Sudhamek bergumam, “Saya ingin berbuat lebih banyak lagi dalam membantu orang lain. Tugas saya belum selesai, seperti yang saya katakan di bukit kecil itu 29 tahun lalu.”

 (Selesai)

***

Tulisan sebelumnya: Kisah Sukses Sudhamek [2] Gara-gara Cuma Kacang, Ditolak Stasiun Televisi untuk Beriklan