Tapi, kami, orang pers, senang sekali. Keberanian Pak Habibie itu di luar dugaan kami. Padahal Menteri Penerangan-nya saat itu seorang jenderal: Yunus Yosfiah.
Dr Mahathir Mohamad (94 tahun) membuat tokoh seperti Prof. B.J. Habibie belum pantas meninggal dunia.
Usia Pak Habibie 'baru' 83 tahun. Saat beliau wafat di RSPAD Gatot Subroto Rabu sore kemarin.
Saya harus mengenang beliau sebagai 'bapak demokrasi' Indonesia.
Biarlah para ilmuwan yang menulis kenangan ini: bahwa beliau adalah juga bapak ilmu dan teknologi Indonesia.
Dunia perfilman Indonesia sudah mengabadikan beliau --sebagai 'Bapak Para Suami' Indonesia.
Saya sendiri mengenal beliau lebih sebagai orang media. Beliaulah yang membuat sejarah: tiba-tiba saja beliau berani menghapus segala perizinan surat kabar.
Padahal, sebelum beliau menjadi Presiden ke-3 Republik Indonesia, dunia pers sangat gelap. Indonesia termasuk negara yang tidak punya kebebasan pers.
Zaman itu surat kabar dihantui ancaman bredel. Departemen Penerangan semacam momok bagi dunia pers. Kopkamtib sangat menakutkan.
Untuk menerbitkan surat kabar diperlukan izin yang begitu banyak. Saya pernah membuat daftarnya: 16 izin. Termasuk yang disebut rekomendasi dari PWI dan SPS. Pusat dan daerah.
Tentu ada dua kritik atas gelar 'Bapak Demokrasi' itu.
Pertama, waktu pers terbelenggu Pak Habibie sudah menjabat Wakil Presiden. Mengapa tidak berjuang sejak saat itu.
Kedua, kebebasan pers itu begitu bebasnya. Banyak yang bilang 'kebablasan'. Atau: 'sekali merdeka, merdeka sekali'.
Tapi, kami, orang pers, senang sekali. Keberanian Pak Habibie itu di luar dugaan kami. Padahal Menteri Penerangan-nya saat itu seorang jenderal: Yunus Yosfiah.
Kami sendiri sering waswas dengan kebebasan yang begitu bebasnya. Lebih bebas dari Amerika. Di sana, untuk menerbitkan koran, setidaknya harus memberi tahu kantor pos. Di sini, memberi tahu RT pun tidak perlu.
Tentu masih ada keberanian beliau lainnya: membebaskan tokoh-tokoh politik yang ditahan. Tidak layak ada orang dimasukkan penjara hanya karena pandangan politik yang berbeda. Lalu dicari-cari kesalahan mereka.
Baca Juga: In Memoriam BJ Habibie: Putra Mahkota di Senjakala Orba
Kami pun, para tokoh pers, akhirnya menarik kesimpulan. Itu tidak bisa dipisahkan dari latar belakang Pak Habibie. Yang puluhan tahun hidup di Jerman. Di sebuah negara demokrasi.
Bagi orang seperti Pak Habibie beda pendapat itu biasa. Jerman telah membentuk kepribadian demokrasinya.
Sewaktu menjabat Menteri BUMN saya sowan beliau. Saya ingin mendengar gagasan pesawat terbang beliau.
Siapa tahu ada jalan keluar.
Dua minggu lalu saya masih berkirim surat kepada beliau. Saya minta izin mengganggu beliau. Agar membolehkan 350 calon mahasiswa ke kediaman beliau. Mereka akan berangkat kuliah di 9 universitas di Tiongkok. Atas beasiswa yang diusahakan yayasan kami.
Beliau sudah menyatakan. OK. Tunggal diatur waktu dan kursi-kursinya.
Para calon mahasiswa itu sudah begitu senang. Akan bisa mendapat wejangan beliau.
Tulisan ini harusnya 1 juta halaman. Agar memadai dengan jasa beliau. Terlalu banyak yang beliau sudah perbuat.
Tapi saya lagi di Inggris. Saat mendapat kabar duka ini. Saya lagi dalam perjalanan dari Skotlandia ke Irlandia. Saya mampir dulu ke sebuah tempat. Untuk menulis naskah demi Pak Habibie ini.
Akhirnya Pak Habibie kembali membuat bukti: begitu rapuh fisik seorang lelaki --setelah ditinggal istrinya, cintanya, dan kekasihnya. Dan itu baru sembilan tahun lalu.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews