Harianto Badjoeri [39]: Ibu Kota Ini Punya Utang Budi kepada Dia…

Perhatian HB yang senang menabur kebaikan ini sedikit banyak telah dia tuai di hari tuanya. Kesaksian dari orang-orang yang pernah menerima kebaikannya muncul satu demi satu.

Sabtu, 7 Desember 2019 | 10:40 WIB
0
394
Harianto Badjoeri [39]:  Ibu Kota Ini Punya Utang Budi kepada Dia…
Ilustrasi kerusuhan Mei 1998 (Foto: DW.com)

Tidak bisa dibayangkan jika kerusuhan pada Mei 1998 yang menjatuhkan rezim Soeharto tidak cepat dikendalikan oleh aparatur keamanan. Bisa jadi, negeri bernama Indonesia tinggal sebuah nama yang tidak utuh lagi.

Di antara belasan ribu personel keamanan yang terlibat dalam menegakkan dan mengendalikan Ibu Kota waktu itu, ada sosok lelaki dari kalangan sipil yang berperan penting namun tidak terlihat di permukaan. Dia adalah Harianto Badjoeri yang oleh para sahabat dan relawannya akrab disapa HB.

Peran HB dalam membantu tetap tegaknya Ibu Kota yang menjadi sentra politik, sentra pemerintahan, sentra kenegaraan, sentra ekonomi, sentra kebudayaan, dan sentra diplomasi, boleh dibilang luar biasa.

“Kalau boleh dikata, Ibu Kota atau bahkan negeri ini punya utang budi kepada dia,” kata salah seorang purnawirawan polisi bintang tiga (komisaris jenderal/Komjen) yang bersaksi atas peranan penting HB dalam ikut menegakkan Ibu Kota dari kelumpuhan dan mungkin kehancuran lebih fatal pada era reformasi 1998.

Mantan perwira kepolisian ini memang tidak bersedia diungkap jati dirinya, karena dia tidak mau menonjolkan diri dalam bersaksi tentang HB. Tetapi, dia ingin mengungkap fakta bahwa HB punya peran besar, sehingga bisa diketahui dan diteladani oleh orang lain.

Purnawirawan yang populer dengan kemampuannya dalam menganggulangi  narkotika ini menyebut HB sebagai seorang penting dan kuat di balik suksesnya apartur keamanan dalam menjaga Ibu Kota pada masa kerusuhan reformasi 1998.

Apa sih peran HB waktu itu?

Menurut kesaksiannya, HB adalah birokrat yang sanggup menyediakan logistik untuk makan dan minum hampir 15.000 personel aparatur keamanan; kepolisian dan TNI yang berjaga di Ibu Kota pada waktu itu. Pasokan logistik itu tidak hanya untuk satu atau dua hari. Atau sebulan. Tetapi, berlangsung satu tahun lamanya.

Pasokan logistik itu digalang HB dari berbagai pihak. Hampir semua rumah makan dan hotel serta dapur umum dikerahkan oleh HB yang waktu itu masih sebagai birokrat tingkat menengah di Dinas Pariwisata DKI.

HB meminta semua rumah makan dan hotel serta dapur umum untuk memasak buat memberi makan kepada aparatur keamanan yang berjaga-jaga di kawasan strategis dan vital. Peristiwa ini berlangsung setahun secara konstan.

“Bayangkan, pada waktu itu bahan pangan sulit didapat dan budget dari negara juga sedang sulit karena krisis ekonomi dan keuangan, tetapi Pak Harianto bisa menyediakan makanan dan minuman yang begitu banyak untuk aparatur keamanan. Dari sini saja sudah bisa diukur kehebatannya,” kata si jenderal ini.

Dengan sokongan logistik yang stabil dalam jangka waktu yang tidak singkat ini, aparatur keamanan di lapangan bisa bekerja dengan baik. Kesehatan dan stamina mereka terjaga dengan baik berkat asupan makanan dan minuman yang teratur.

Bisa dibayangkan seaandainya pasokan logistik tidak teratur atau acak-acakan waktu itu, mana mungkin aparatur keamanan mampu bertahan menjaga Ibu Kota berbulan-bulan lamanya. Sudah pasti stamina dan fisik mereka merosot, yang kemudian berimbas kepada lemahnya kesiagaan mereka menjalankan tugas pengamanan.

Peran ini yang tidak diketahui banyak orang, karena tertutup oleh peran orang lain yang lebih mentereng. Pekerjaan di balik layar selalu ditutup oleh karya yang muncul di panggung dan dilihat publik.

Lalu bagaimana seorang HB bisa mengerahkan banyak dapur untuk menyediakan makanan dan minuman bagi aparatur keamanan di lapangan? Itulah yang menjadi sisi menariknya.

HB sebagai birokrat bagian perizinan di Dinas Pariwisata DKI memiliki banyak teman dari kalangan pengusaha wisata. Teman-temannya ini umumnya memiliki usaha rumah makan, restoran, dan hotel.

Di kalangan pengusaha ini, HB dianggap sebagai “pelindungnya”, karena dia adalah orang yang berperan dalam menjaga iklim usaha wisata di Ibu Kota agar aman dari gangguan mafia maupun preman.

Ketika HB mengerahkan mereka untuk menyediakan logistik buat aparatur keamanan, mereka tidak keberatan. Apalagi, para pengusaha itu juga amat berkepentingan agar suasana Ibu Kota cepat aman dan kondusif, sehingga bisnis segera bisa berputar lagi.

Di kalangan aparatur keamanan, HB adalah mitra kerja yang baik. Meskipun tidak punya korelasi langsung dalam jalur koordinasi, HB punya kepedulian yang tinggi untuk urusan keamanan dan stabilitas negara, khususnya Ibu Kota ini.

Kesetiannya kepada pemerintah dan negara tidak bisa diragukan lagi. Dia selalu bekerja total untuk pimpinan, pemerintah, dan negaranya. Pembelaannya yang begitu tinggi kepada pemerintah dan negaranya dia tunjukkan lewat kemitraan yang baik dengan aparatur keamanan di segala lininya.

Bahkan kepada oraganisasi kepemudaan, kemasyarakatan, paguyuban kedaerahan, maupun keagamaan, HB tidak lupa merangkul dan mengurusi mereka. Tidak satupun elemen masyarakat ini yang dia biarkan tercecer.

Dalam membangun relasi dengan aparatur keamanan, HB adalah mitra yang mumpuni. Dia tipe pekerja keras yang bekerja sampai tuntas. Jauh sebelum Presiden Joko Widodo memopulerkan istilah blusukan, HB sudah melakukannya.

HB sering turun ke lapangan untuk memastikan kerja anak buahnya di lapangan baik dan tuntas. Dia juga sering turun ke bawah untuk menjaga hubungan dengan aparatur keamanan di waktu malam.

“Saya sering kali bersama Pak Harianto memeriksa situasi Ibu Kota ini bersama-sama pada waktu malam,” kata si jenderal ini.

Kepada personel aparatur keamanan, HB juga tergolong orang royal. Dia selalu  membantu kesejahteraan anggota yang kesusahan atau terlihat susah. Apalagi untuk urusan pendidikan anggota, HB sangat peduli.

Tidak jarang aparatur keamanan baik yang berpangkat kopral sampai jenderal yang menjadikan HB sebagai ayah asuhnya. Pengakuan ayah asuh ini, karena HB bisa “ngemong” dan memperlakukan mereka tanpa memilih pangkat maupun jabatan. Mulai tamtama, bintara, sampai perwira dia perlakukan sama dalam pergaulan. Sehingga semuanya mengenal HB sebagai figur yang hangat tanpa terhalang sekat.

Perhatian HB yang senang menabur kebaikan kepada semua orang ini sedikit banyak telah dia tuai di hari tuanya. Kesaksian dari orang-orang yang pernah menerima kebaikannya muncul satu demi satu dari sana-sini. 

 Krista Riyanto

***

Tulisan sebelumnya:  Harianto Badjoeri [38]: Mengurusi Sahabatnya yang Tak Lagi Menjabat