Anak-anak muda itu, harus berjuang bersaing berebut perhatian dengan generasi milenial yang tersedot pada sihir Atta Halilintar.
Pertanyaannya, mengapa Jokowi datang ke perkawinan Atta Halilintar? Mengapa tidak ke pernikahan Rocky Gerung?
Pertama: Saya harus menjawab apa? Jokowi datang ke perkawinan Atta-Aurel, tentu saja karena menjadi saksi. Coba kalau menjadi saksi Rizieq Shihab, mungkin akan datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Lha, kenapa tidak datang ke perkawinan Rocky Gerung, padal sama-sama youtuber? Jumlah subscribernya juga buanyak. Meski Atta jauh lebih buaanyyaaakk lagi. Pertanyaan bodoh, dalam lelucon penyiar radio Rusia, nggak perlu dijawab. Kapan RG nikah!
Tapi jangan nyerang pribadi, meski yang dia serang persoalan pribadi mulu. Hanya istilahnya saja dibikin hebat. Gampanglah. Kuliah 6 bulan di Driyarkara, orang sudah bisa menguasai retorika dan semiotika. Selebihnya, meski logika tetap lemah agak tertolong, mengingat kelas literasi kita di tingkat dunia, paling jongkok nomer dua dari bawah.
Maka yang paling lucu, tentu ketika foto Jokowi sebagai saksi diposting di laman Sekretariat Negara. Benarkah Mensesneg Pratikno ‘orangnya’ JK? Kenapa pula Menteri Perdagangan mesti membela-bela, karena Atta Halilintar mempunyai peran penting, dalam perkembangan ekonomi kreatif dan generasi milenial?
Waduh. Padal, siapa memanfaatkan siapa? Bagi Airlangga Hartarto, Prabowo, dan mungkin Bambang Soesatyo, yang datang dalam hajatan itu, penting. Karena setidaknya akan ikut dilihat oleh 25 juta followers Atta. Kalau 10 persen saja kelak mereka mendukung jadi capres? Lumayang, daripada lunyinden!
Lagian, berapa sumbangan Atta Halilintar dalam ekonomi kreatif kita? Penghasilannya saja dipotong 40% oleh admin youtube, yang bermarkas dan dipajaki pemerintahan AS. So, dia nyumbang ke Indonesia atau AS? Itu baru soal angka. Bagaimana soal nilai?
Konten kreatif semacam apa, yang membuat Atta Halilintar bernilai? Mengajari generasi milenial nge-prank? Bullying? Pamer kemewahan? Anti-sosial?
Atau seperti Baim Wong, kemiskinan bisa jadi candaannya, karena ia bisa menyelesaikan hanya dengan memotong 5% penghasilannya dari file video yang diposting?
Sebagai orang yang memakai platform youtube, tulisan saya mungkin akan dikategorikan nyinyir. Apalagi jumlah subscriber saya hanya seupil subscribernya Atta. Bukan bandingan.
Tapi dalam teori komunikasi, memang tak ada kaitan antara baik, benar, bagus, jelek, jahat, brengsek dengan banyak atau sedikit.
Hukum algoritma itu cuma pada angka, bukan nilai. Jika sebuah sinetron dibilang berating tinggi, tak ada kaitan dengan kualitas. Pemasang iklan hanya butuh angka, sebagaimana Denny JA tahu itu, bagaimana cara mendongkrak ‘puisi esai’-nya dibilang viral.
Karena itu ada istilah kuantitas dan kualitas. Ada beda antara angka dan nilai. Dalam adagium Jawa ada ujaran bener iku cem-macem. Benere dhewe, benere wong akeh. Meskipun benere wong akeh belum tentu bener secara bener. Coba saja renungkan kehadiran yang disebut nabi pada awalnya. Kenapa selalu ditolak oleh lingkungannya, hingga perlu hijrah? Mengapa Yesus dulu ditangkap, dan kenapa kini dirayakan? Begitu pula Buddha, juga Muhammad.
Jika kita percaya pada marwah kebenaran, kemuliaan, dengan apa yang disebut peradaban atau kebudayaan, di situ ada ilmu pengetahuan dan agama. Bukan hanya sekedar teknologi sebagai manifestasi ilmu-pengetahuan. Sebagai pengembangan, teknologi informasi dan komunikasi menjadikan youtube adalah media.
Namun dengan hukum algoritma dan artificial intelegence, dengan kualitas manusia yang tak merata, platform medsos dan aplikasi internet hanya butuh encoding yang persisten, masukan data yang presisi. Tak ada kaitan dengan nilai. Hukum yang berlaku adalah hukum rimba, mau diranah eksploitasi atau eksplorasi?
Baca Juga: Pesta Pernikahan Atta dan Aurel
Jika kita ingatkan soal revolusi mental, Jokowi tampak tak menghargai anak-anak muda, yag berjuang dalam sunyi di pelosok-pelosok Nusantara. Baik mereka yang melakukan pendampingan maupun menjadi pioner bagi pergerakan Indonesia dari pinggiran. Kalau Jokowi tak datang di pernikahan Rocky Gerung, kita bisa mengerti. Tetapi kalau Jokowi juga tak datang ke berbagai perkawinan spiritualitas atau sinergitas anak-anak muda di Indonesia, dalam gerakan perubahan, dan malah asyik-masuk pada sihir milenial Atta Halilintar, ya, wasalam!
Dulu kita membela Jokowi bukan untuk menjadi follower atau memuja artifisial kemewahan.
Anak-anak muda itu, harus berjuang bersaing berebut perhatian dengan generasi milenial yang tersedot pada sihir Atta Halilintar.
Lha tapi gimana, jangankan anak-anak, lha wong yang tua-tua pun sama saja. Bukan yang awam, yang lulusan PT pun, setali tiga wang. Apalagi bisa nyaci-maki tapi dapet duit pula.
Setidaknya dia bisa bangga bilang bukan buzzer bayaran, melainkan buzzer profesional. Maklumlah, di Indonesia ini seorang ibu yang tidak ikutan menyukai sinetron “Ikatan Cinta”, bisa dibully dan disingkirkan! Asiyaaaapppp!
@sunardianwirodono
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews