Pernyataan Sandiaga untuk berjuang hingga darah penghabisan merupakan seruan yang kurang elok disampaikan di masa KPU masih bekerja untuk menghitung suara rakyat.
Hari ini Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo dan Sandiaga Uno menghelat sebuah pertemuan untuk membuka data kecurangan di Pilpres 2019 versi mereka. Sandiaga Uno pun hadir meskipun sempat selalu absen di setiap agenda deklarasi kemenangan.
Di kesempatan ini, Prabowo menyatakan dirinya murni ingin memperjuangkan keadilan demi rakyat, bukan demi ambisi pribadinya. Sandiaga pun meneruskan dengan pidatonya yang membakar semangat para pendukung yang hadir dengan pernyataan “akan berjuang sampai titik darah terakhir.”
Dalam pertemuan ini BPN menunjukkan data hasil rekapitulasi formulir C1 yang mereka miliki dan menyebutkan kemenangan pasangan Prabowo-Sandiaga di kisaran angka 54%. Yang janggalnya, mereka menyatakan kemenangan mutlak sampai rencana menggerakkan kekuatan massa untuk sebuah angka kemenangan yang berasal dari 444 ribu TPS dari sekitar 810 ribu TPS yang ada.
Sebuah pengakuan yang cukup nekad menurut saya dengan data yang dimiliki hanya di kisaran angka 50 persen dan masih sangat bisa fluktatif. Padahal, di hari pertama pemungutan suara, BPN melalui deklarasi Prabowo sempat mengklaim kemenangan kubu mereka di angka 62% suara pemilih. Dan saya pun tau, data di hari itu yang mereka jadikan bekal untuk deklarasi baru di kisaran di bawah 10%.
Gegabah, mungkin kata itu yang bisa mewakili langkah yang dipilih oleh BPN ini. Mereka selalu membuat sebuah pernyataan publik dengan tergesa di saat menerima masukan berupa data atau informasi lainnya.
Yang terjadi saat ini adalah rakyat disuguhkan sebuah tontonan yang membingungkan. Bahkan seorang pendukung Prabowo saja bisa akhirnya jadi meragukan karena inkonsistensi data dan pernyataan yang kubu BPN sampaikan.
Baca Juga: Warganet Minta Pengancam Jokowi Dipancung, Lalu Apa Bedanya dengan Dia?
Klaim kemenangan dengan tambahan pengakuan terzalimi dengan kecurangan masif, sistematis dan struktural telah mempengaruhi polah tingkah pendukung Prabowo-Sandiaga yang terpicu. Hermawan Santoso (HS) adalah seorang pemuda asal Poso yang bermukim di Bogor yang menjadi satu di antara sekian pelaku ujaran kebencian dan ancaman yang dibekuk oleh kepolisian.
Bahkan, selain kasus ucapan ancaman untuk memenggal kepala presiden Jokowi, polisi juga sedang mengembangkan penyelidikan kemungkinan adanya keterkaitan pelaku dengan kelompok teroris jaringan Poso.
Andaikan benar iya memang satu di antara kelompok teroris itu berarti benar kecurigaan banyak orang bahwa kubu Prabowo Sandiaga telah disusupi jaringan terlarang. Tapi itu hanya kemungkinan, bisa saja tidak tapi harus diwaspadai.
Eggi Sudjana pun kini menghabiskan malam dalam masa penangkapan untuk penyelidikan akibat ulahnya mengucapkan kata-kata yang mengarah kepada aksi makar di kediaman Prabowo di Kertanegara, Jakarta beberapa waktu lalu. Eggi Sudjana bahkan meminta keadilan dari seorang presiden Jokowi agar ia tidak dikenakan masa penahanan.
Beberapa kasus terpola sama. Pelaku mengucapkan ancaman, sumpah serapah, berita bohong dan fitnah tapi ketika terciduk akan segera meminta maaf dan menciut nyalinya bak pesakitan.
Pernyataan Sandiaga untuk berjuang hingga darah penghabisan merupakan seruan yang kurang elok disampaikan di masa KPU masih bekerja untuk menghitung suara rakyat. Padahal, setiap aksi kecurangan yang mereka klaim punya ruang untuk dibuktikan di muka publik. Mereka pun memilih untuk melawan KPU yang bahkan belum mencapai angka final dalam pengolahan data hingga hari ini.
Data C1 milik BPN sebesar 50 persenan dari total C1 masih berpeluang sangat fluktuatif. Dalam masa ini, BPN justru telah mengambil keputusannya sendiri untuk menolak penetapan KPU kelak. Di tanggal 22 Mei 2019 jika pendukung Prabowo akan turun ke jalan bukan mustahil pendukung 02 juga akan turun untuk melawan.
Lantas, kondisi akhir yang bagaimana yang diperjuangkan BPN? Kerusuhan yang menyisakan kehancuran? Hanya Tuhan yang tau. Tapi, bagaimana jika aksi terlanjur digelar di jalan sementara tim mereka sendiri mulai menemukan bahwa memang kubu lawan mereka menang? Bisakah dicegah korban berjatuhan sia-sia di jalanan? Saya berharap faktanya jauh-jauhlah dari kekhawatiran di pikiran saya ini.
Baca Juga: Perjalanan Sandiaga, Gaya dan Tampang yang Mengundang Simpati
Rakyat ibaratnya mereka yang buta karena tidak bisa melihat secara langsung segala sesuatu yang berkaitan dengan pemimpin dan calon pemimpin mereka. Ya, rakyat buta dengan fakta yang ada karena simpang siurnya informasi.
Degradasi kepercayaan rakyat kepada pemerintah pun berlangsung semakin cepat. Saya cuma berdoa supaya Indonesia tak dijadikan Suriah kedua. Sehelai saja rambut peserta aksi jatuh, rugi rasanya kalau hanya demi membela mereka yang gegabah.
Allah tidak suka dengan hambanya yang tergesa. Maka duduklah yang tenang dan nikmati prosesnya hingga usai. Banyak jalan untuk melaporkan setiap pelanggaran. Jangan sampai kerusuhan seperti di Mei 1998 terulang. Anda, Saya, punya andil mewujudkan itu terjadi atau tidak terjadi.
Semoga ajakan itu gertakan semata… People Power ala-ala, cukuplah sampai di sini saja..
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews