Sebuah video viral di sosial media. Sebabnya karena seorang pemuda berjaket cokelat dengan berani dan mata berbinar mengungkapkan secara sadar bahwa ia siap memenggal Jokowi. Ia mengatakan hal tersebut saat ikut berdemo di depan kantor Bawaslu RI (10/5).
Inisial orang yang mengancam Jokowi tersebut diketahui bernama HS. HS secara terang-terangan mengancam akan memenggal kepala Jokowi di antara dua orang perempuan yang mengacungkan dua jari a la BPN.
Jika diurut secara lengkap, sebenarnya video tersebut hanya mengungkapkan keinginan untuk ganti presiden, narasi yang selama ini digaungkan oleh Mardani Ali Sera dan kawan-kawannya di BPN. Namun, di bagian setelah itu, muncul pemuda berjaket cokelat, dan seorang pemuda dengan penutup hidung dan mulut bertopi dengan lambang mirip bendera HTI.
Keduanya jelas secara sadar mengungkapkan kata-kata yang amat sadis dan keji. Tidak pantas dan sangat tidak layak seorang muslim apalagi orang Indonesia yang selama ini terkenal toleran mengatakan kalimat ancaman sedemikian menakutkan seperti gerombolan pemberontak ISIS yang memporak-porandakan Suriah.
Dari video itu, semakin menguatkan bahwa massa pendukung BPN memang sudah banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran HTI yang menghalalkan segala cara demi berdirinya khilafah. Bahkan dengan jalan memenggal dan membunuh saudara seiman sekalipun. Narasi yang sangat mengerikan ini secara terang benderang kita saksikan sendiri.
Respon waganet tentu saja beragam. Namun saya perhatikan justru responnya tak kalah jahat dibandingkan sang pengancam. Mereka meminta HS dipancung saja. Jika permintaan ini dikabulkan, lalu apa bedanya kita dengan HS?
Indonesia adalah negara hukum yang berbeda dengan Arab Saudi. Arab Saudi dikenal dengan hukum pancung, sementara di Indonesia tidak ada hukum pancung.
Oleh karena itu, HS tetap harus dihukum menurut UU yang berlaku di Indonesia. Sementara ini HS dijerat pasal makar dan terancam hukuman penjara hingga 20 tahun.
"Dari Poso nih, siap penggal kepala Jokowi, Jokowi siap lehernya kita penggal kepalanya. Demi Allah" kata HS.
"Amin, Amin, qobul, qobul..." kata teman disampingnya.
itulah kata-kata yang diucapkan oleh HS menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Rupanya HS sama seperti pemuda bau kencur lainnya yang hanya berani mengancam di media sosial. HS pun meminta maaf saat ditangkap oleh polisi. Dari foto yang beredar pun HS sepertinya dalam kondisi shock. Bisa jadi dia terkejut dan tidak menyangka bahwa perkataannya bisa membawanya merasakan dinginnya lantai penjara.
HS dilaporkan oleh TimJokowi Mania (Joman) yang tidak terima dengan perkataan HS. Bahkan, ketua Joman, Immanuel Ebenezer juga tengah memproses pelaporan wanita berkacamata hitam yang berada di dalam video yang sama.
Respon BPN pun tetap sama. Membanding-bandingkan dengan kasus sebelumnya dengan pemuda yang sempat mengancam Fadli Zon.
Bagaimanapun tegasnya pemerintah memberantas radikalisme, akan terus diganggu oleh oposisi. Oposisi selalu melihat cela dalam tindakan pemerintah. Seharusnya mereka sadar diri dengan beberapa konstituennya yang sudah keluar dari citra Islam dengan menebar ancaman main penggal gitu saja. Citra yang jauh sekali dengan Islam yang rahmatan lil alamin.
Apapun hasilnya nanti, warganet harus bersabar dan mau mengikuti mekanisme hukum yang berlaku. Jangan sampai kebencian kepada seseorang mematikan akal sehat kita. Itu kan yang selama ini didengung-dengungkan kelompok mereka.
Pasal 104 KUHP berbunyi:
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews