Warganet Minta Pengancam Jokowi Dipancung, Lalu Apa Bedanya dengan Dia?

Bagaimanapun tegasnya pemerintah memberantas radikalisme, akan terus diganggu oleh oposisi. Oposisi selalu melihat cela dalam tindakan pemerintah.

Senin, 13 Mei 2019 | 11:39 WIB
0
556
Warganet Minta Pengancam Jokowi Dipancung, Lalu Apa Bedanya dengan Dia?
HS, pemuda pengancam Jokowi (Foto: Lensa Indonesia)

Sebuah video viral di sosial media. Sebabnya karena seorang pemuda berjaket cokelat dengan berani dan mata berbinar mengungkapkan secara sadar bahwa ia siap memenggal Jokowi. Ia mengatakan hal tersebut saat ikut berdemo di depan kantor Bawaslu RI (10/5).

Inisial orang yang mengancam Jokowi tersebut diketahui bernama HS. HS secara terang-terangan mengancam akan memenggal kepala Jokowi di antara dua orang perempuan yang mengacungkan dua jari a la BPN.

Jika diurut secara lengkap, sebenarnya video tersebut hanya mengungkapkan keinginan untuk ganti presiden, narasi yang selama ini digaungkan oleh Mardani Ali Sera dan kawan-kawannya di BPN. Namun, di bagian setelah itu, muncul pemuda berjaket cokelat, dan seorang pemuda dengan penutup hidung dan mulut bertopi dengan lambang mirip bendera HTI.

Keduanya jelas secara sadar mengungkapkan kata-kata yang amat sadis dan keji. Tidak pantas dan sangat tidak layak seorang muslim apalagi orang Indonesia yang selama ini terkenal toleran mengatakan kalimat ancaman sedemikian menakutkan seperti gerombolan pemberontak ISIS yang memporak-porandakan Suriah.  

Dari video itu, semakin menguatkan bahwa massa pendukung BPN memang sudah banyak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran HTI yang menghalalkan segala cara demi berdirinya khilafah. Bahkan dengan jalan memenggal dan membunuh saudara seiman sekalipun. Narasi yang sangat mengerikan ini secara terang benderang kita saksikan sendiri.

Respon waganet tentu saja beragam. Namun saya perhatikan justru responnya tak kalah jahat dibandingkan sang pengancam. Mereka meminta HS dipancung saja. Jika permintaan ini dikabulkan, lalu apa bedanya kita dengan HS?

Indonesia adalah negara hukum yang berbeda dengan Arab Saudi. Arab Saudi dikenal dengan hukum pancung, sementara di Indonesia tidak ada hukum pancung.

Oleh karena itu, HS tetap harus dihukum menurut UU yang berlaku di Indonesia. Sementara ini HS dijerat pasal makar dan terancam hukuman penjara hingga 20 tahun.

"Dari Poso nih, siap penggal kepala Jokowi, Jokowi siap lehernya kita penggal kepalanya. Demi Allah" kata HS.

"Amin, Amin, qobul, qobul..." kata teman disampingnya.

itulah kata-kata yang diucapkan oleh HS menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.

Rupanya HS sama seperti pemuda bau kencur lainnya yang hanya berani mengancam di media sosial. HS pun meminta maaf saat ditangkap oleh polisi. Dari foto yang beredar pun HS sepertinya dalam kondisi shock. Bisa jadi dia terkejut dan tidak menyangka bahwa perkataannya bisa membawanya merasakan dinginnya lantai penjara.

HS dilaporkan oleh TimJokowi Mania (Joman) yang tidak terima dengan perkataan HS. Bahkan, ketua Joman, Immanuel Ebenezer juga tengah memproses pelaporan wanita berkacamata hitam yang berada di dalam video yang sama.

Respon BPN pun tetap sama. Membanding-bandingkan dengan kasus sebelumnya dengan pemuda yang sempat mengancam Fadli Zon.

Bagaimanapun tegasnya pemerintah memberantas radikalisme, akan terus diganggu oleh oposisi. Oposisi selalu melihat cela dalam tindakan pemerintah. Seharusnya mereka sadar diri dengan beberapa konstituennya yang sudah keluar dari citra Islam dengan menebar ancaman main penggal gitu saja. Citra yang jauh sekali dengan Islam yang rahmatan lil alamin.

Apapun hasilnya nanti, warganet harus bersabar dan mau mengikuti mekanisme hukum yang berlaku. Jangan sampai kebencian kepada seseorang mematikan akal sehat kita. Itu kan yang selama ini didengung-dengungkan kelompok mereka.

Pasal 104 KUHP berbunyi:

Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

***