Pandemi akibat menyebarnya virus covid-19 belum berakhir dan perkiraannya bisa sampai 1 atau 2 tahun lagi. Di tengah masa sulit, kaum radikal memanfaatkan momen ini untuk mempengaruhi banyak orang. Mereka menjelek-jelekkan pemerintah dan mengajak masyarakat untuk ikut membencinya.
Kaum radikal tak henti-hentinya menebar teror agar bisa memuluskan aksinya demi merah tujuan memiliki negara khilafiyah. Kondisi Indonesia yang masih dalam pandemi covid-19 dimanfaatkan dengan baik untuk membuat berita hoax dan meneror pikiran rakyat agar ikut memusuhi pemerintah. Predisen dan pejabat lain dituduh telah gagal mengatasi corona.
Terbukti dengan naiknya jumlah pasien jadi 900-an orang setelah dibukanya era new normal. Padahal jumlah pasien yang tercatat itu karena dari hasil tes yang digencarkan pemerintah. Lebih baik banyak pasien yang terdeteksi, daripada tidak ketahuan lalu tahu-tahu meninggal karena corona.
Virus covid-19 juga membuat masjid ditutup dan bahkan tidak boleh dijadikan tempat salat jumat dan salat idul fitri maupun idul adha. Kaum radikal langsung terang-terangan menyerang kebijakan pemerintah ini dan menganggap presiden mengambil hak muslimin untuk beribadah. Padahal penutupan masjid ini karena untuk mencegah penyebaran corona. Dikhawatirkan jamaah yang beribadah dengan berdempetan, akan saling menularkan virus covid-19. Jadi bukannya melarang untuk melakukan salat. Lagipula tempat ibadah lain juga ditutup untuk sementara.
Isu lain yang di-blow up oleh kaum radikal adalah pembukaan pusat perbelanjaan. Peristiwa ini dibentrokkan dengan berita penutupan rumah ibadah. Padahal pasar adalah salah satu tempat untuk menggulirkan kembali roda perekonomian yang sempat ambyar. Jika Mall dan supermarket dibuka lagi, maka pebisnis bisa menarik napas dengan lega dan kondisi finansial Indonesia akan sehat kembali, karena perputaran uang akan lancar lagi.
Jika pasar dibuka namun masjid ditutup, maka lihat dari fungsinya. Pasar adalah tempat berdagang dan jadi pusat perekonomian. Tidak ada penggantinya. Namun ketika beribadah di masjid masih bisa dilakukan di musala rumah atau di ruang tamu. Beribadah di mana saja dibolehkan, asalkan bersih dari najis. Salat di masjid memang meraih banyak pahala, namun bisa menaikkan resiko kena corona.
Kaum radikal juga memprotes keras mengapa Mentri Agama melarang calon jamaah haji untuk berangkat tahun ini. Padahal mereka sudah susah payah menabung biayanya dan menunggu hingga puluhan tahun, saking panjangnya antrian. Keputusan pemerintah untuk meniadakan haji tahun ini, karena kita masih dalam pandemi covid-19. Dikhawatirkan ketika bepergian ke luar negeri malah akan menularkan virus atau tertular. Situasi di Arab Saudi juga belum aman. Terbukti pemerintahnya menutup kembali puluhan masjid, karena ditemukan kasus corona baru.
Jangan mudah percaya jika ada berita apalagi hanya bersumber dari media online. semua orang bisa menulis di internet, termasuk kaum radikal. Mereka memang sengaja memanfaatkan momen pandemi covid-19 untuk mengais simpati dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia agar turut membenci pemerintah dan terutama pada Presiden. Caranya dengan membuat berita hoax dan narasi berita yang selalu mencela peraturan pemerintah.
Jadilah orang yang cerdas ketika surfing internet. Jangan malah menyebarkan berita hasil forward di grup WA, apalagi dengan embel-embel ‘dari grup sebelah’, karena kebenarannya dipertanyakan. Periksa dulu itu hoax atau bukan. Jika terbawa nafsu untuk meneruskan berita hoax, kum radikal malah senang karena berhasil memperluas pengaruhnya di dunia maya.
Kaum radikal mengambil momen pandemi covid-19 untuk menyebarkan ajarannya yang sesat. Mereka sengaja membuat berita hoax dan menjelek-jelekkan pemerintah. Jangan mudah percaya pada kata-kata hasil broadcast karena bisa jadi itu berita palsu.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews