Narasi yang dikemukakan Prabowo dan kelompoknya masih sama sebagaimana yang ditujukan kepada KPU dan Bawaslu, yaitu adanya kecurangan.
Sinyalemen mengejutkan datang dari Hendardi.
Ketua Setara Institute itu mengatakan, Prabowo Subianto dalam kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019 hanyalah sekadar pion atau sosok yang dipionkan. Ia menyebut, aktor utama atau "mastermind" yang sesungguhnya adalah sejumlah pensiunan tentara dan kelompok radikal.
Pernyataan Hendari kemudian ramai dikutip sejumlah media online, antara lain Beritasatu.com dan Tribunnews.com.
Mengenai pensiunan tentara dan kaum radikalis, Hendardi menjelaskan, kedua kelompok utama ini hanya menunggangi pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden Nomor Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Hendardi, kedua kelompok aktor utama kerusuhan itu beraksi dengan kepentingan masing-masing.
Baca Juga: Apakah Prabowo Mendukung HTI?
Meski tidak menyebut motifnya, sebagaimana yang ramai diberitakan, kelompok pensiunan tentara bermaksud makar alias mengganti pemerintah yang sah dengan Prabowo sebagai "pion"-nya. Sedang kelompok radikal mendompleng Prabowo dengan niat mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah, sekaligus menumbangkan Presiden Joko Widodo yang dinilai telah membubarkan kelompok garis keras, HTI.
Merujuk pada kerusuhan 21-22 Mei itu, menurut Hendardi pula, Prabowo sesungguhnya tidak bisa dikatakan mampu mengendalikan aksi-aksi yang dirancang dua aktor utama aksi tersebut. Bahkan, tidak ada faktor yang bisa menghentikan atau mengendalikan aksi-aksi mereka.
"Karena mereka pada dasarnya punya agenda masing-masing. Prabowo juga tidak. Di tengah-tengah kelompok itu, Prabowo bukan solidarity maker. Prabowo adalah figur elite yang juga sesungguhnya 'dipionkan' sebagai simbol oleh mereka, bahwa ini seakan-akan kontestasi elektoral dalam kerangka demokrasi," kata Hendardi sebagaimana dikutip Beritasatu.com.
Hendardi menilai, skenario utama di balik aksi-aksi para perusuh pada 21-22 Mei lalu adalah memaksakan kemenangan Prabowo-Sandiaga melalui dua saluran utama, yaitu pseudo-yuridis dengan memaksakan kehendak kepada Bawaslu untuk mendiskualifikasi Paslon Jokowi-Ma'ruf dan politik jalanan secara inkonstitusional.
"Mereka memaksakan tindakan rusuh dengan berharap ini akan melahirkan efek domino politik seperti di Suriah. Ada martir yang dikorbankan, harapannya memicu instabilitas politik skala besar, dan diharapkan presiden tidak bisa mengendalikan situasi," kata Hendardi.
Sebagaimana diberitakan, Prabowo-Sandi telah menunjuk 8 pengacara untuk sebuah pertarungan yuridis di Mahkamah Konstitusi. Sejauh ini bukti permulaan "kecurangan" yang disampaikan baru sekadar klipping atau tautan berita online, belum menyertakan klaim berapa suara yang menjadi sengketa atau yang dianggap "dicurangi" pihak lawan itu.
Menuju jalannya sidang MK, tidak tertutup kemungkinan adanya kekhawatiran meningkatnya ekskalasi meski menurut Hendardi sudah bisa dIantisipasi oleh aparat TNI dan Polri.
Narasi yang dikemukakan Prabowo dan kelompoknya masih sama sebagaimana yang ditujukan kepada KPU dan Bawaslu, yaitu adanya kecurangan. Di MK ini kecurangan itu harus dibuktikan adanya.
Baca Juga: Kerusuhan 22 Mei, Murni Gerakan Inkonstitusional
Aparat keamanan sendiri sudah menerungku sejumlah pensiunan tentara seperti Kivlan Zen yang mengorbarkan People Power dan Soenarko, mantan Danjen Kopassus yang disangka memiliki senjata secara tidak sah untuk keperluan kerusuhan.
Adapun tokoh sipil yang juga sudah mendekam karena mengobarkan People Power adalah Eggy Sudjana dan Lieus Sungkarisma. Sedang Amin Rais yang juga dianggap sebagai "Bapak People Power" masih bolak-balik diperiksa aparat kepolisian.
Belakangan tersiar kabar Prabowo Subianto melancong ke luar negeri, yaitu ke Wina, Austria. Para petinggi Gerindra bersilang pendapat atas kepergian Prabowo dengan jet pribadinya itu. Satu mengatakan Prabowo sedang berobat karena sakit, lainnya mengatakan Prabowo ada urusan bisnis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews