Aneh juga, menuduh sebagai penumpang gelap tetapi menikmati dukungan dari kelompok mereka yang dituduh sebagai penumpang gelap.
"......malah kau tuduh akulah segala penyebabnya."
Sebait lirik lagu dari Band Exist dari negeri jiran dengan judul: "Mencari Alasan."
Politisi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menuduh ada "penumpang gelap" dalam barisan koalisinya yang ingin memanfaatkan nama Prabowo Subianto untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Benarkah ada "penumpang gelap" dalam barisan koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno? Dan siapakah "penumpang gelap" yang sebenarnya?
Dalam duni politik itu tugang-menunggangi itu hal biasa atau saling memanfaatkan. Bahkan kawan seiring sejalan dalam koalisi pun bisa berubah menjadi lawan dalam sekejap karena perbedaan pandangan dan arah politik.
Bagi yang menang-tentu tinggal bagi-bagi kue kekuasaan. Tapi bagi yang kalah-tentu meninggalkan luka dalam. Bahkan malah saling tuduh dan munculah tuduhan ada "penumpang gelap" sebagai penyebab kekalahan.
Tuduhan "penumpang gelap" itu tentu amat menyakitkan bagi mereka atau kelompok itu. Apalagi mereka pernah berjauang dengan sangat militan bersama-sama demi kemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tapi setelah mendapat gandengan atau gebetan baru,malah meninggalkan dan menuduh sebagai penumpang gelap.
Dan tuduhan sebagai penumpang gelap muncul setelah Prabowo mesra dengan Jokowi. Apalagi ada rumor akan mendapat kue kekuasaan atau ingin bergabung dengan pemerintahan Jokowi lima tahun kedepan. Nikmat mana lagi yang kau dustakan!
Baca Juga: Prabowo Presiden 2024?
Seperti kita ketahui, pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bisa memenangkan di sebagian besar wilayah Sumatera, Banten, Jawa Barat dan Sulewesi Selatan berkat jasa atau kerja keras yang sangat militan dari kelopok yang dituduh sebagai penumpang gelap tersebut. Mereka sering memainkan isu agama untuk menggait pemilih yang berdasarkan kesamaan keyakinan dan aliran. Tapi mengapa malah mereka dituduh sebagai "penumpang gelap"? Ini seperti pepatah habis manis sepah dibuang.
Bisa jadi kalau pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memenangkan pilpres 2019, kelompok yang dituduh sebagai "penumpang gelap" itu akan dianggap sebagai pahlawan. Karena mereka sangat militan dalam memberikan dukungan dan suara.
Hanya karena kalah saja, sekarang mereka sekarang dituduh sebagai penumpang gelap.Sorry yaa... gua udah dapet gandengan baru, demikian kira-kira.
Aneh juga, menuduh sebagai penumpang gelap tetapi menikmati dukungan dari kelompok mereka yang dituduh sebagai penumpang gelap.
Sebenarnya siapakah sejatinya "penumpang gelap" itu?
Kalau politisi Gerindra bisa menuduh ada penumpang gelap dalam barisan koalisinya, maka begitu juga sebaliknya, koalisi Jokowi-Makruf Amin bisa menuduh Gerindra sebagai "penumpang gelap" bagi koalisi Jokowi-Makruf Amin. Karena mendekat atau merapat setelah kue itu sudah matang. Dan bisa mengurangi jatah kue kekuasaan itu.
Ada cerita begini:
Ibu-ibu komplek perumahan mengajak ibu-ibu yang lain untuk patungan membuat kue. Ada yang mau ikut patungan, tapi ada juga yang tidak mau dengan nada sinis dan nyinyir. Akhirnya beberapa ibu tadi pada patungan. Ada yang nyumbang telor, terigu,susu, coklat dan bahan lainnya untuk membuat kue. Mereka saling berbagi tugas untuk membuat kue. Bahkan mereka juga berkeringat karena efek panasnya oven kue.
Setelah kue matang dan menebarkan orama yang sangat menyegat, mendekatlah ibu-ibu yang tidak mau diajak patungan tadi, bahkan juga sepat sinis dan nyinyir-sambil berkata, "bagi dong kueanya, boleh icip-icip gaa?" Nikmat mana lagi yang kau dustakan!
Begitulah gambaran politikus dan partai-partai politik yang menjadi lawan tanding, diajak koalisi dari awal tidak mau malah mencela dan menghina, tapi setelah kue matang mereka pada mendekat.
Sesama penumpang gelap dilarang saling tuding dan tuduh dong ah.
Dasar ga tahu malu!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews