Secara mengejutkan, Prabowo dan Megawati yang selama ini disebut "bertemuan" bertemu dalam sebuah jamuan, di lain pihak Surya Paloh bertemu Anies Baswedan.
Kemungkinan ini bisa terjadi apabila pertemuan Megawati dan Prabowo, Selasa ( 24/7/2019) hasilnya adalah semacam Letter of Intent bahwa PDIP dan Gerindra akan bekerjasama memenangkan pilpres dan pileg 2024. Terasa sangat awal namun tapi kan ini vital bagi kelangsungan pemerintahan Jokowi 5 tahun kedepan dan juga nasib dua partai besar itu. Sebesar 45 persen suara di Pilpres 2019 sangat berharga bagi Prabowo menuju RI satu.
Kolaborasi
Jika memang berkolaborasi, maka dipastikan Gerindra akan menjadi partai pemerintah untuk mengamankan roda administrasi Joko Widodo mewujudkan cita-cita besarnya. Tanpa harus dihadang sana sini. Sehingga ketika Jokowi lengser hasilnya bagaikan pesta kembang api yang sangat indah, meriah dan susah untuk dilupakan.
Siapa yang diuntungkan dengan prestasi gemilang itu? Sudah barang tentu PDIP dan Gerindra jika – sekali lagi—jika mereka berkolaborasi. Duet ini pastinya akan diikuti oleh PKB, PPP, PAN yang dalam perjalanannya memang selalu ngintil.
Meski ngintil tapi penting karena –terutama PKB dan PPP- bisa dijadikan cantelan untuk meraih suara Islam dengan merangkul erat NU dan Muhammadiyah.
Golkar, Nasdem dan Demokrat Kemana?
Mereka nampaknya akan buat aliansi. Demokrat jelas susah menembus kolaborasi PDIP dan Gerindra karena faktor sakit hati Megawati terhadap SBY yang nampaknya akan dibawa sampai mati. Jadi Golkar dan Nasdem –dua partai yang sebenarnya bersaudara— akan menjalin lagi hubungan kekeluargaan.
Cukupkah bagi keduanya untuk bersatu melawan the Titan of PDIP dan Gerindra?
Nampaknya tidak. Golkar sebagai partai berkumpulnya jagoan politik akan sangat licin dipegang buntutnya apalagi kepalanya. Dia akan bermanuver dengan parameter siapa dapat apa. Pragmatis hedonis semacam ini yang akan membuat siapapun yang ingin berdekatan dengan Golkar harus teliti membaca “ syarat dan kondisi” yang berlaku.
Jadi artinya Golkar bisa saja akan merapat ke PDIP dan Gerindra. Pertimbangannya lebih baik berenang di kolam raksasa ketimbang menjadi raja di kolam yang sempit.
Sementara Demokrat tidak kunjung sembuh dari pernyakit super galaunya
Anies Berat
Apabila skenario Golkar ini terjadi, maka peluang Anies menjadi Presiden sangatlah berat. Nasdem tidak mungkin mengulangi keberhasilannya menggamit Ridwan Kamil. Dalam pemilihan gubernur Jabar, Nasdem ibarat kata cuma ndompleng belaka tanpa bisa menghasilkan usaha maksimal. Meskipun dia mau.
Kapasitasnya kalah jauh dengan mesin PDIP yang meraung keras di pilkada Jabar serta permainan cantik Golkar. Golkar setuju menampilkan Deddy Mizwar dari Demokrat dan mengesampingkan kadernya Dedi Mulyadi. Tujuannya adalah memotong jalur suara calon gerindra dan PKS agar terpecah.
Lalu kemana PKS ? Jelas dia akan memilih calon bukan dari PDIP. Jadi boleh jadi dia merapat ke Nasdem dan Golkar. Atau mungkin dia akan sendirian. Apalagi jika Garbi pimpinan Fahri Hamzah memecah habis kesatuan partai itu.
212 Makin Hancur
Jika demikian, sangat boleh jadi PKS akan jadi partai emperan di 2024 nanti. Sementara 212 dan kelompok Islam radikal akan tidak mendapat tempat di 2024. Dalam konstelasi politik, nasibnya lebih soal dari gelandangan.
Sementara imam besarnya pasti akan kebingungan melihat maneuver Prabowo. Mau caci Prabowo? Bakalan dia kena sleding kemana-mana. Hingga mau pulangpun dia bingung mau buat apa ?
Tapi tentu saja dalam perjalanan lima tahun kedepan akan banyak sekali maneuver politik dagang sapi.
Tapi akhirnya, menjelang 2024 nanti, siapapun yang akan menjadi capres dan cawapres, termasuk Prabowo, dalam menuju kemenangannya akan sangat berharap perolehan suara besar hasil dari satu anggukan setuju orang yang satu ini.
Yakni...
Jokowi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews