“Jaenudin Nachiro"-nya Jokowi Bukan untuk Membalas Keseleo Lidah-nya Prabowo

Selasa, 11 Desember 2018 | 07:28 WIB
0
955
“Jaenudin Nachiro"-nya Jokowi Bukan untuk Membalas Keseleo Lidah-nya Prabowo
Nissa Sabyan (Foto: Tribunnews.com)

 
Saya menanggapi tulisan Syahirul Alim berjudul Sosok Jaenudin Nachiro dalam Puisi Fadli Zon yang ditayangkan beberapa waktu lalu.
 
Saya terpaksa harus katakan sekali lagi, menulis itu gampang. Terlalu mewahlah kalau saya katakan harus ada riset. Cukup dengan data sederhana saja.
 
Kalau syarat minimal ini saja tidak terpenuhi, bukan karena penulis tidak cerdas, tapi memang malas atau bisa jadi sengaja menyembunyikan data untuk kepentingan tertentu. Tapi tentu saja ada resikonya. Mempermalukan diri sendiri.

Sebelum Fadli Zon (FZ) membuat puisi ini, “Jaenudin Naciro” sudah sangat populer di medsos. Jadi FZ itu follower, bukan orang yang pertama mengucapkan itu.
 
Kalau dibilang “Jaenudin nachiro “ untuk membalas ucapan keseleo lidah Prabowo saat mengucaplan shalawat kepada Nabi, kita buka datanya. Jokowi menyanyikan reff Deen Assalam pada tanggal 29 Nopember 2018. Prabowo keseleo lidah mengucapkan shalawat pada tanggal 2 Desember 2018. Bagaimana mungkin peristiwa sebelumnya untuk membalas peristiwa sesudahnya?

Menyeret persoalan Jaenudin Naciro ke persoalan agama juga bentuk gagal paham berikutnya. Memang betul, AlQur’an ditulis dalam bahasa Arab dialek Quraisy, tapi bukan berarti setiap bahasa Arab itu sudah pasti berisi ajaran Islam.

Di kalangan jamaah salafy, yang di sini populer disebut wahabi, yang mengharamkan demo termasuk 212 termasuk juga dalam bentuk reuni, juga mengharamkan mengeritik pemerintah. Makanya nggak heran, pendukung pro petahana terkadang nyinyir terhadap wahabi, terkadang memuji.
 
Mereka juga mengharamkan lagu-lagu qasidah, walaupun liriknya shalawat pada nabi. Bahkan MTQ pun diharamkan. Apalagi lagu Deen Assalam bukan lirik shalawat. Karena ada khilafiyah seperti ini, jadi menghubungkan lagu Sabyan ini dengan urusan “syariat” Islam, rada nggak nyambung.

Lirik lagu Deen Assalam sendiri netral. Lagu itu bicara soal Islam sebagai agama yang damai, anti kekerasan.
 
Jadi kalau misalnya, penulis teks pidato Jokowi lebih jeli, membahas lirik lagu itu lebih punya makna yang dalam ketimbang memaksa Jokowi menyanyikan lagu itu.
 
Demikian.
 
***