Oktober, Anies Menjadi Menteri Jokowi Lagi?

Selasa, 26 Juli 2022 | 14:36 WIB
0
158
Oktober, Anies Menjadi Menteri Jokowi Lagi?
Presiden Jokowi dan Anies Baswedan

Jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir bulan Oktober 2022 mendatang. Ia akan meninggalkan embel-embel sebagai orang nomor satu  di bekas pemerintahan  ibu kota negara itu.

Jabatan gubernur itulah yang  melambungkan nama Anies Baswedan hingga disebut-sebut menjadi  salah satu calon presiden RI pada pemilu 2024.

Manuver politiknya pendukungnya  pun semakin kencang di tahun 2022 ini, tanpa mau melepas eklusivisme politik identitas tertentu.

Poster, flier, pamflet, meme, tagar  tersebar luas kemana-mana. Suara teriakan dan seruan  “Anies Harus Presiden2024” membahana dimana-mana.

Tetapi, apa yang akan terjadi di bulan Oktober nanti, usai  Anies tak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta. Ketika Anies bukan lagi siapa-siapa dan tak punya jabatan untuk menata kata. Apakah seruan itu masih sekeras teriakan sebelumnya?

Bagi seorang tokoh politik  tanpa jabatan politik atau jabatan publik, semuanya terasa hampa. Menanti dua tahun menuju Pilpres 2024 sudah tentu akan terasa lama. Apalagi bagi seorang tokoh yang popularitasnya sangat ditentukan oleh jabatan publik yang diembanya.

Harus diakui popularitas dan elektabilitas Anies sebagai capres  tidak lepas karena jabatannya di pemerintahan. Jabatan Gubernur DKI telah memberikan dia kesempatan untuk mementaskan dan memantaskan sosok dirinya di masyarakat.

Bisa saja kelak  nasibnya akan sama dengan mantan panglima TNI  Gatot Nurmantyo. Yang ketika masih menjabat banyak memperoleh dukungan, seruan dan bisikan” kamu layak jadi presiden”. Namun, ketika  lengser dari jabatan panglimanya, semuanya auto hilang, hanya  tinggal bisikkan ‘gaib’, Popularitas dan elektabitasnya yang sebelumnya mentereng pun seketika  berkurang secara ajaib. Tidak ada lagi teriakan “ Gatot Presidenku”. Sampai-sampai, banyak orang awan bertanya” ia kerjaannya apa?”

Tapi agar     Anies Baswedan tidak bernasib sama seperti Gatot Nurmantyo, pasca lengser dari jabatan Gubernur DKI Jakarta, ada beberapa langkah politik yang dapat dilakukan.

Seperti diketahui, Partai Nasdem- meski harus berkoalisi dengan partai lain-  merupakan satu-satunya partai politik yang secara  terbuka dan tegas menyatakan akan mengusung  Anies Baswedan sebagai capres 2024.

Sebagai salah satu partai koalisi yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi, partai Nasdem dapat  melakukan manuver politik dengan mengusulkan Anies Baswedan masuk ke dalam kabinet presiden Jokowi. Dengan mengganti salah seorang   dari tiga  kadernya   yang ada di kabinet saat ini.  

Syahrul Yasin Limpo Menteri Pertanian, Jhonny G Plate Menteri Komunikasi dan Informasi dan Siti Nurbaya menteri kehutanan,  yang salah satu dari mereka dapat  ditukar dengan Anies Baswedan.

Apa mungkin langkah ini diterima Jokowi? Sangat mungkin sekali Jokowi menerimanya.  

Bukankahh jatah menteri Nasdem itu memang slot kabinet yang diberikan Jokowi, dan nama-nama yang menteri yang diangkat Jokowi  merupakan  usulan partai Nasdem.

Yang harus diingat, partai yang diketuai Surya Paloh ini memang terkesan “ Jokowi Banget”, karena sejak 2014 hingga sekarang partai Nasdem itu konsisten mendukung Presiden  Jokowi.

Jadi apapun yang diputuskan Nasdem, dapat dimaknai sebagai upaya partai  mendukung pemerintahan Jokowi, termasuk  mengusulkan  Anies Baswedan sebagai menterinya Jokowi.

Apalagi, Anies Baswedan sendiri pernah menjadi  tim sukses pemenangan  Jokowi di Pilpres  2014 lalu. Dan sempat  menjadi menteri di kabinet Jokowi selama dua tahun. Hingga kini pun hubungan Anies dan Jokowi masih baik-baik saja.

Jadi,  tidak ada alasan apapun untuk menghapus jejak politik Anies sebagai pendukung Presiden Jokowi. Lagi pula dengan memasukan nama Anies,   semakin menegaskan posisi Jokowi sebagai “King Maker Pilpres 2024”. Karena nantinya, sebagian besar nama-nama yang bertarung di Pilpres 2024 adalah anak buahnya.

Dan, itu semakin menjaga    “legacy” Jokowi di pemerintahan baru nanti karena  orang yang    akan menjadi presiden berasal mantan menterinya  dan atau orang dekatnya sendiri.

Selain itu, menerima Anies menjadi menteri, akan mengurangi keterbelahan atau polarisasi   yang selama ini terjadi. Meskipun polarisasi tidak menghilang   sama sekali. Paling tidak, langkah ini menunjukan kesungguhan Jokowi yang berusaha merangkul dan mendamaikan kelompok-kelompok arus bawah yang masih saling serang.

Jokowi pun sadar, ia sengaja melepas Anies selama ini,  agar kelompok-kelompok keras   di lapisan bawah yang sulit ia jangkau tetap berada dalam kendali tokoh-tokoh  yang altruis, moderat dan punya hubungan komunikasi yang baik dengan dirinya, misalnya Anies Baswedan, Sandiaga dan tentunya Prabowo Subianto.

Bagi pendukung Anies yang cerdas  akan berterimakasih kepada presiden Jokowi karena memberi panggung politik yang lebih tinggi kepada Anies agar kiprahnya tidak hilang di pentas politik nasional. Tapi bagi pendukung Anies yang hanya sekedar memanfaatkan Anies sebagai simbol identitas politik mereka, tentu langkah ini akan  membuat mereka kecewa. 

Anies Baswedan memang dapat memperhitungkan  langkah politik ini, ia pasti akan “ menimbang-nimbang” apakah  hal ini berpotensi menurunkan peluang dan elektabilitasnya.

Tapi jika  itu menjadi keputusan Partai Nasdem dengan membaca dukungan analisis yang positif dan strategis, Anies sudah pasti tak kuasa tuk menolak. Ia butuh Partai Politik yang tak ragu mendukung dan memberi dirinya pijakan yang kuat untuk melangkah.

Dengan pun partai Nasdem, gerak dan langkah mereka tuk  mengangkat elektabilitas Anies semakin mudah. Figur yang  cakap didukung  partai yang tepat akan menciptakan pengaruh politik yang kuat. Anies butuh Nasdem, partai politik tempatnya berpijak, Nasdem butuh Anies untuk menarik dua kutup dukungan sekaligus, yakni pemilih Anies dan pemilih Jokowi.

Kita Lihat aja setelah bulan Oktober, apakah Jokowi dan Nasdem punya pikiran yang sama untuk menjadikan Anies sebagai menterinya.