Jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir bulan Oktober 2022 mendatang. Ia akan meninggalkan embel-embel sebagai orang nomor satu di bekas pemerintahan ibu kota negara itu.
Jabatan gubernur itulah yang melambungkan nama Anies Baswedan hingga disebut-sebut menjadi salah satu calon presiden RI pada pemilu 2024.
Manuver politiknya pendukungnya pun semakin kencang di tahun 2022 ini, tanpa mau melepas eklusivisme politik identitas tertentu.
Poster, flier, pamflet, meme, tagar tersebar luas kemana-mana. Suara teriakan dan seruan “Anies Harus Presiden2024” membahana dimana-mana.
Tetapi, apa yang akan terjadi di bulan Oktober nanti, usai Anies tak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta. Ketika Anies bukan lagi siapa-siapa dan tak punya jabatan untuk menata kata. Apakah seruan itu masih sekeras teriakan sebelumnya?
Bagi seorang tokoh politik tanpa jabatan politik atau jabatan publik, semuanya terasa hampa. Menanti dua tahun menuju Pilpres 2024 sudah tentu akan terasa lama. Apalagi bagi seorang tokoh yang popularitasnya sangat ditentukan oleh jabatan publik yang diembanya.
Harus diakui popularitas dan elektabilitas Anies sebagai capres tidak lepas karena jabatannya di pemerintahan. Jabatan Gubernur DKI telah memberikan dia kesempatan untuk mementaskan dan memantaskan sosok dirinya di masyarakat.
Bisa saja kelak nasibnya akan sama dengan mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo. Yang ketika masih menjabat banyak memperoleh dukungan, seruan dan bisikan” kamu layak jadi presiden”. Namun, ketika lengser dari jabatan panglimanya, semuanya auto hilang, hanya tinggal bisikkan ‘gaib’, Popularitas dan elektabitasnya yang sebelumnya mentereng pun seketika berkurang secara ajaib. Tidak ada lagi teriakan “ Gatot Presidenku”. Sampai-sampai, banyak orang awan bertanya” ia kerjaannya apa?”
Tapi agar Anies Baswedan tidak bernasib sama seperti Gatot Nurmantyo, pasca lengser dari jabatan Gubernur DKI Jakarta, ada beberapa langkah politik yang dapat dilakukan.
Seperti diketahui, Partai Nasdem- meski harus berkoalisi dengan partai lain- merupakan satu-satunya partai politik yang secara terbuka dan tegas menyatakan akan mengusung Anies Baswedan sebagai capres 2024.
Sebagai salah satu partai koalisi yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi, partai Nasdem dapat melakukan manuver politik dengan mengusulkan Anies Baswedan masuk ke dalam kabinet presiden Jokowi. Dengan mengganti salah seorang dari tiga kadernya yang ada di kabinet saat ini.
Syahrul Yasin Limpo Menteri Pertanian, Jhonny G Plate Menteri Komunikasi dan Informasi dan Siti Nurbaya menteri kehutanan, yang salah satu dari mereka dapat ditukar dengan Anies Baswedan.
Apa mungkin langkah ini diterima Jokowi? Sangat mungkin sekali Jokowi menerimanya.
Bukankahh jatah menteri Nasdem itu memang slot kabinet yang diberikan Jokowi, dan nama-nama yang menteri yang diangkat Jokowi merupakan usulan partai Nasdem.
Yang harus diingat, partai yang diketuai Surya Paloh ini memang terkesan “ Jokowi Banget”, karena sejak 2014 hingga sekarang partai Nasdem itu konsisten mendukung Presiden Jokowi.
Jadi apapun yang diputuskan Nasdem, dapat dimaknai sebagai upaya partai mendukung pemerintahan Jokowi, termasuk mengusulkan Anies Baswedan sebagai menterinya Jokowi.
Apalagi, Anies Baswedan sendiri pernah menjadi tim sukses pemenangan Jokowi di Pilpres 2014 lalu. Dan sempat menjadi menteri di kabinet Jokowi selama dua tahun. Hingga kini pun hubungan Anies dan Jokowi masih baik-baik saja.
Jadi, tidak ada alasan apapun untuk menghapus jejak politik Anies sebagai pendukung Presiden Jokowi. Lagi pula dengan memasukan nama Anies, semakin menegaskan posisi Jokowi sebagai “King Maker Pilpres 2024”. Karena nantinya, sebagian besar nama-nama yang bertarung di Pilpres 2024 adalah anak buahnya.
Dan, itu semakin menjaga “legacy” Jokowi di pemerintahan baru nanti karena orang yang akan menjadi presiden berasal mantan menterinya dan atau orang dekatnya sendiri.
Selain itu, menerima Anies menjadi menteri, akan mengurangi keterbelahan atau polarisasi yang selama ini terjadi. Meskipun polarisasi tidak menghilang sama sekali. Paling tidak, langkah ini menunjukan kesungguhan Jokowi yang berusaha merangkul dan mendamaikan kelompok-kelompok arus bawah yang masih saling serang.
Jokowi pun sadar, ia sengaja melepas Anies selama ini, agar kelompok-kelompok keras di lapisan bawah yang sulit ia jangkau tetap berada dalam kendali tokoh-tokoh yang altruis, moderat dan punya hubungan komunikasi yang baik dengan dirinya, misalnya Anies Baswedan, Sandiaga dan tentunya Prabowo Subianto.
Bagi pendukung Anies yang cerdas akan berterimakasih kepada presiden Jokowi karena memberi panggung politik yang lebih tinggi kepada Anies agar kiprahnya tidak hilang di pentas politik nasional. Tapi bagi pendukung Anies yang hanya sekedar memanfaatkan Anies sebagai simbol identitas politik mereka, tentu langkah ini akan membuat mereka kecewa.
Anies Baswedan memang dapat memperhitungkan langkah politik ini, ia pasti akan “ menimbang-nimbang” apakah hal ini berpotensi menurunkan peluang dan elektabilitasnya.
Tapi jika itu menjadi keputusan Partai Nasdem dengan membaca dukungan analisis yang positif dan strategis, Anies sudah pasti tak kuasa tuk menolak. Ia butuh Partai Politik yang tak ragu mendukung dan memberi dirinya pijakan yang kuat untuk melangkah.
Dengan pun partai Nasdem, gerak dan langkah mereka tuk mengangkat elektabilitas Anies semakin mudah. Figur yang cakap didukung partai yang tepat akan menciptakan pengaruh politik yang kuat. Anies butuh Nasdem, partai politik tempatnya berpijak, Nasdem butuh Anies untuk menarik dua kutup dukungan sekaligus, yakni pemilih Anies dan pemilih Jokowi.
Kita Lihat aja setelah bulan Oktober, apakah Jokowi dan Nasdem punya pikiran yang sama untuk menjadikan Anies sebagai menterinya.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews