Demo- demo mahasiswa turun ke jalan-jalan kini semakin barbar, rusuh, jadi arena pembantaian lawan politik, pengeroyokan, dan primitif dan sangat rentan disusupi pihak lain buat konflik horizontal. Tidak intelek.
Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa - Seluruh Indonesia (BEM-SI), Kaharuddin mengeluarkan pernyataan yang menyesatkan. Mahasiswa berwajah culun dari Univeritas Riau itu mengatakan, "di zaman Orde Baru, kesejahteraan dan kebebasan itu bisa didapatkan oleh rakyat."
Lalu, Kaharuddin mempertanyakan kesejahteraan di masa Jokowi. "Orde Lama, kita peroleh kebebasan, tapi kesejahteraan tidak. Orde Baru kita peroleh kebebasan, kesejahteraan kita punya. Hari ini yang kita tanyakan apakah kita peroleh kesejahteraan? Apakah kita peroleh kebebasan?" kata Kaharuddin dalam acara ‘HotRoom’ bertajuk ‘Demo untuk Apa?’ dengan host pengacara Hotman Paris Hutapea, 16 April ini.
Kaharuddin menegaskan, melalui BEM SI mahasiswa menuntut Presiden Jokowi untuk mewujudukan janji-janji kampanye, salah satunya soal kesejahteraan dan kebebasan yang meniurutnya bisa didapatkan di zaman Orde Baru.
Para aktifis 1998 yang hadir pun segera mengoreksi.
“Orde baru itu tidak ada yang namanya kebebasan, kesejahteraannya semu gitu, loh. Jadi maksud saya teman-teman mahasiswa juga harus objektif. Karena kebebasan tidak ada dalam masa orde baru, makanyalah kami dan teman-teman tahun 97-98 menentang itu, memperjuangkan adanya demokrasi," tutur Masinton Pasaribu, yang bersama sama Adian Napitupulu hadir di forum yang sama.
Pernyataan dari pelaku demo 1997-‘98 itu kelewat santun. Tak bisa dipahami oleh militan berjaket mahasiswa yang sudah dicuci otak kaum kadrun itu.
Mengutip Wikipedia sumber yang gampang diakses - selama periode 1997/1998, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan(Kontras) mencatat 23 orang telah dihilangkan oleh alat-alat negara. Dari angka itu, 1 orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini.
Korban penculikan itu masih hidup dan aktif berpolitik hingga sekarang.
Apa karena si Udin tinggal di Riau, sehingga tidak tahu ada kasus Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tragedi 13-15 Mei 1998, hingga pembunuhan Munir?
Kebodohan mahasiswa asal Riau yang jadi Ketua BEM SI bukan hanya pada sejarah bangsa Indonesia, yang begitu panjang – melainkan dan bahkan pada sejarah aktifis mahasiswanya yang notabene lingkungannya sendiri. Dia buta sejarah – atau mungkin juga dibutakan oleh bohir?
Dia tidak tahu hanya beberapa tahun sebelum bicara Orde Baru lebih sejahtera, puluhan seniornya diculik, disiksa, dihilangkan oleh rezim milter bengis Suharto. Sebagiannya tinggal nama dan tak ada kabar berita tentang mereka.
Marsinah dibunuh dengan keji, sebelum disiksa di kantor militer. Penyair Wiji Thukul dihilangkan – dan tak tentu rimbanya hingga kini. Wartawan Udin dipukul dengan linggis di rumahnya di Bantul – Jogya, hingga tewas, dan tak kunjung ketemu siapa pelakunya. Munir diracun di pesawat dalam penerbangan ke Belanda.
Puluhan ulama NU, pendukung Gus Dur, di wilayah Tapal Kuda – Jawa Timur, dibunuh dengan tuduhan dukun santet. Para penandatangan Petisi 50 – notabene para tokoh senior dan pejuang Indonesia – dimatikan sumber nafkah, dikucilkan pergaulannya. Dilarang melawat ke luar negeri.
Ratusan warga Tanjung Priok diberondong senapan mesin, September 1984 mayatnya diangkut truk dan dikubur masal di Pondok Rangon, Jakarta Timur.
Minim literasi – malas membaca - bukan hanya menimpa rakyat dan anak sekolahan, melainkan juga kalangan cerdik cendekia, kaum intelektual, warga kampus, para aktifis, pendemo yang nampak gagah berani mengatasnamakan “rakyat” tapi tak tahu sejarah rakyat.
Bahkan menggelapkan “sejarah” yang baru berlalu beberapa tahun.
Dibandingkan pendahulunya, Soe Hok Gie, Hariman Siregar, Sarwono Kusuma Atmaja, Rachman Toleng, Bambang Warih Kusuma, Fajroel Rachman, Budiman Soedjatmiko, Adian Napitupulu, aktifis mahasiswa Pasca Reformasi jauh merosot mutunya. Pada titik terendah.
Padahal, Kaharuddin – yang naif tapi pede, di depan Hotman Paris di Metro TV - selain menjabat sebagai Koordinator Pusat BEM SI, juga Presiden BEM Unri, dia juga Gubernur BEM Fakultas Mipa Unri, dan Ketua Umum Aliansi Mipa Indonesia.
Konon dia mahasiswa aktif di Universitas Riau yang baru bergabung di bangku perkuliahan pada 2017 silam.
Tak hanya tidak bermutu, lemah logika. Para aktifis BEM UI itu tega mengkhianati rekan rekan mahasiswa dan pendahulunya, yang dengan itu juga mengkhianati sejarah bangsanya.
Hanya ideolog asing saja, antek Amerika atau Ikhwanul Muslimin (IM) dan Salafi Wahabi - yang sanggup melakukan itu. Mencuci otak generasi muda kita hingga serusak itu.
Rakyat harus waspada!
Demo- demo mahasiswa turun ke jalan-jalan kini semakin barbar, rusuh, jadi arena pembantaian lawan politik, pengeroyokan, dan primitif dan sangat rentan disusupi pihak lain buat konflik horizontal. Tidak intelek.
Jika sekadar menyampaikan aspirasi dan cerdas, banyak media sosial yang bisa menjadi sarana - bentuk lain yang lebih manusiawi, demokratis, sopan dan bermartabat. Turun ke jalan di saat ini sama saja mengundang kerusuhan. Primitif.
Bumi Nusantara dijajah ratusan tahun karena pengkhianatan oleh kaum sendiri. Pangeran Diponegoro, Tjoet Nyak Dhien dikhianati. Bung Karno dikhianati. Gus Dur dikhianati
Dan apa yang diucapkan Kaharudin, mahasiswa dan BEM SI itu adalah ucapan pengkhianat rakyat dan bangsanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews