Lockdown Jakarta ini harus menghasilkan perubahan besar dalam struktur masyarakat kita. Kalau 50 rumah dianggap terlalu kecil bikinlah 100. Atau berapa saja.
Pasti banyak orang sudah menerima kiriman humor ini:
Sejak harus tinggal di rumah saja, alhamdulillah, istri ada peningkatan. Hari pertama bisa jualan kalung. Hari kedua jualan kulkas. Hari ketiga jualan TV. Hari keempat bingung: gak ada lagi yang bisa dijual.
Lucu. Meski terlalu didramatisasi.
Istri yang sudah punya kalung, kulkas dan TV, biasanya punya tipe suami yang ingin membahagiakan istri.
Suami seperti itu, biasanya, otaknya jalan. Di-PHK di satu perusahaan segera cari pekerjaan lain. Tidak dapat pekerjaan pengganti berpikir lain lagi: jual jasa.
Yang sulit itu yang harus di rumah saja sambil tidak ada perabotan apa pun yang bisa dijual.
Suami di rumah seperti itu biasanya sulit berpikir. Tidak bisa melihat peluang --apalagi membuatnya. Yang ia lihat hanya apa yang di depan mata.
Mereka ini tidak pernah berlatih mencari pilihan-pilihan untuk hidup. Biasanya juga kurang ringan kaki. Itu bukan salah mereka.
Lingkunganlah yang menciptakan begitu.
Yang seperti itulah yang harus dibantu secara menyeluruh. Agar tetap bisa hidup --sambil menunggu generasi anak mereka. Atau sambil menunggu krisis berlalu.
Hanya ekonomi makro yang bergairah yang bisa membuat mereka hidup sendiri. Begitu ada krisis mereka hanya pasrah. Bersandar pada nasib. Tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Makro ekonomi yang bagus yang bisa menyelesaikan persoalan mereka --bukan bagi-bagi bingkisan.
Ups... Maaf. DI's Way hari ini khusus untuk pembaca di Jakarta. Yang sejak Jumat malam lalu menjalani hidup lockdown. Orang Jakarta tidak boleh keluar rumah.
Bagi pembaca di luar Jakarta, berhentilah membaca. Tidak ada manfaatnya.
Di Jakarta, bagi yang masih punya kalung, kulkas, dan TV jangan keburu dijual dulu. Harganya lagi jatuh.
Kalau benar-benar memang tidak ada lagi pekerjaan, masih akan ada pilihan. Kalau benar-benar tidak ada pilihan cobalah yang satu ini:
Datangilah 50 rumah di sekitar rumah Anda. Boleh juga dihubungi lewat telepon. Atau WA. Perkenalkan diri Anda baik-baik: siapa Anda, yang mana rumah Anda.
Lalu bertanyalah apa saja keperluan yang harus mereka beli dalam seminggu ke depan.
Kalau mereka sudah telanjur belanja, tanyakan kebutuhan minggu depannya lagi.
Maka Anda akan mendapat daftar keperluan 50 rumah di sekitar Anda.
Anda jangan berniat berdagang. Jangan berniat bisnis. Jangan berniat cari keuntungan. Jangan mengail di air keruh.
Ikhlas. Ikhlas. Ikhlas.
Niatnya adalah mengatasi persoalan bersama. Mencari jalan keluar bersama. Menjalin kerukunan. Jangan pedulikan agama mereka atau suku mereka.
Anda jangan kulakan sendiri. Anda tidak boleh ke mana-mana. Semua orang kan tidak boleh keluar rumah.
Kerjakan dari rumah. Carilah vendor untuk semua keperluan tadi lewat online. Carilah tukang sayur, tukang kelontong, tukang sembako.
Bentuklah grup WA untuk 50 rumah itu. Maka jadilah 50 rumah tersebut menjadi satu tetangga yang saling terhubung. Menjadi seperti di desa dulu.
Suami yang istrinya punya kalung, kulkas, dan TV pasti mampu melakukan itu. Kalau toh merasa tidak mampu hanya karena belum pernah mau mencoba saja.
Cobalah kali ini. Pasti bisa. Situasi saat ini lagi ada kebutuhan bersama.
Jangan bentuk organisasi. Jangan bicara struktur. Langsung masuk ke persoalan. Langsung atasi kebutuhan.
Yang suka membentuk organisasi biasanya tidak bisa mengisi. Yang pandai mengisi akan mendapat sendiri organisasi.
Istri yang punya kalung, kulkas, dan TV pasti mampu membantu suami untuk menyukseskan pekerjaan rintisan itu.
Anda jangan pernah minta uang dari tetangga itu. Biarlah masing-masing membayar sendiri. Jangan sok menjadi koordinator. Lalu minta mereka membayar ke Anda.
Itu akan menjadi bencana. Ibarat sebuah rumah, bangunannya sudah roboh sebelum didirikan.
Kenapa bukan pak/bu RT saja yang melakukan itu?
Baik juga kalau Pak/Bu RT melakukannya. Tapi tidak harus. Siapa tahu pak/bu RT-nya orang sibuk.
Akan lebih baik kalau berada di luar struktur apa pun. Mandiri, independen, natural.
Lockdown Jakarta ini harus menghasilkan perubahan besar dalam struktur masyarakat kita. Kalau 50 rumah dianggap terlalu kecil bikinlah 100. Atau berapa saja. Tapi jangan lebih dari 100. Nanti akan terjerat persoalan rentang kendali.
Kalau bukan untuk bisnis dari mana dapat uang? Agar kalung, kulkas, dan TV tidak perlu dijual?
Percayalah bisnis akan datang sendiri. Mungkin tidak hari itu. Tapi tidak akan lama. Ada rahasia bisnis di balik keikhlasan, ringan kaki, dan pribadi yang bisa dipercaya.
Itu kita bicarakan lain kali.
Sekali ini, please, semua komentar ditiadakan. Kolom komentar hari ini hanya untuk pembaca yang punya ide: apa yang bisa dikerjakan selama orang Jakarta tidak bisa keluar rumah.
Boleh saja menyempurnakan ide saya itu. Atau ide baru yang beda sama sekali.
Harap cebonger dan kampreter puasa komentar negatif sehari ini.
Mereka itu pada dasarnya orang yang kreatif dan penuh antusias. Kalau tidak antusias bagaimana bisa terus berjuang bertahun-tahun --bahkan sampai yang dibela sudah berpelukan.
Hanya orang kreatif dan antusias seperti cebonger dan kampreter yang punya potensi untuk maju. Antusias. Antusias. Kunci kemajuan. Kunci perkembangan.
Saya rela mengoreksi ide itu kalau ada yang lebih baik. Saya begitu bersandar pada mereka yang bisa menjadi salah satu suami yang bisa membelikan istri kalung, kulkas dan TV.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews