Puan Maharani Jangan Dulu Dipuji

Puan tidak anti kritik, inilah yang harus diuji bukan dipuji. Inilah yang masih perlu dibuktikan sebelum mengumbar berbagai pujian.

Kamis, 3 Oktober 2019 | 07:30 WIB
0
650
Puan Maharani Jangan Dulu Dipuji
Puan Maharani (Foto: Antaranews.com)

Beruntunglah Puan menjadi anak Megawati Soekarno Putri, karena itulah Puan menjadi pusat perhatian. Dalam politik tidak perlu prestasi untuk mendapatkan sebuah jabatan, cukup dengan pengaruh kekuasaan.

Puan begitu dipuji, karena seperti kakeknya yang menjadi Presiden pertama Republik Indonesia, begitu juga ibunya, seorang perempuan yang pertama menjadi Presiden Republik Indonesia, dan Puan menjadi perempuan pertama menjadi Ketua DPR RI.

Puan dari "Trah" yang Serba pertama, itulah yang membuat Puan harus dipuji. Padahal untuk menjadi Ketua DPR bukanlah sebab itu. Bisa jadi ini hanya sebuah kebetulan yang disengaja.

Puan jangan dulu dipuji, karena Puan masih harus diuji. Tidak mudah menjadi Ketua Dewan Terhormat, dijabatan Menteri pun Puan tidak meninggalkan Legacy.

Ujian yang akan dihadapi Puan cukup berat. Meskipun Puan pernah cukup lama menjadi Anggota Dewan. Puan harus mampu mengubah citra lembaga legislatif yang anggotanya seperti "jamaah tarawih".

Masih mending jamaah tarawih, pada tarawih pertama penuh mesjidnya. Sementara Anggota dewan, baru saja satu hari dilantik, sidang Paripurna pertama cuma dihadiri setengah dari jumlah anggota.

Kalau sidang Paripurna pertama saja daftar kehadirannya sudah seperti itu, bisa kita bayangkan seperti apa saat sidang Paripurna terakhir nantinya, seperti sebelumnya selalu seperti itu.

Puan terlalu dini untuk dipuji, Puan belum menorehkan prestasi. Puan belum bisa hilangkan citranya sebagai anak mami. Lebih baik kritisi kinerja Puan daripada sekedar memuji, agar Puan bisa lebih kuat dan Mandiri.

Kita cenderung berlebih-lebihan dalam memuji, juga berlebih-lebihan jika membenci. Makanya ada istilah "lebay" karena serba berlebih-lebihan dalam semua hal.

Ketua DPR itu bukan sekedar jabatan politis. Belum ada dalam sejarah di Republik ini Ketua DPR punya peranan penting dalam mengubah wajah lembaga legislatif tersebut.

Ketua DPR itu hanya representasi dari Partai politik, sama sekali tidak mewakili kepentingan rakyat. Inilah Pekerja berat Ketua DPR dimasa Pemerintahan Jokowi. Apa lagi Ketua DPR mewakili Partai pengusung Jokowi.

Rakyat semakin cerdas berpolitik, semakin melek politik. Oligarki kekuasaan yang dibangun Partai politik bukanlah demi kepentingan rakyat.

Sejak lama rakyat hanya menjadi produk dagangan politik, yang dimanfaatkan dimusim kampanye, dan dilepehin sesudah Kampanye berakhir.

Eforia politik tidak pernah menyentuh kepentingan masyarakat secara substantif. Sebagai penggembira, masyarakat cukup menikmati itu, meskipun tidak memperbaiki keadaan hidup.

Sudahlah, jangan terlalu memuji Puan. Puan manusia biasa yang punya kelebihan dan kekurangan. Jangan mempertahankan hal yang sudah menjadi kebiasaan, sekarang memuji, setalahnya mencaci-maki.

Puan tidak anti kritik, inilah yang harus diuji bukan dipuji. Inilah yang masih perlu dibuktikan sebelum mengumbar berbagai pujian.

Kita sebagai masyarakat juga harus bisa membuang kebiasaan buruk. Mudah memuji juga mudah mencaci-maki. Memuji berlebih-lebihan, membenci apalagi.

***