Pada kondisi tertentu, blangko KTP tidak tersedia di daerah. Akhirnya, berbekal surat keterangan. Sampai dibawa kemana-mana dalam bentuk selembar surat.
Tidak saja penolakan masyarakat yang tercermin melalui media sosial dan juga wadah percakapan instan, seperti grup whatsup.
Penolakan tersulut juga dalam dialog dengan anggota DPR dalam rapat kerja dengan Mentri Kesehatan.
Itu diantara potret yang ada. Kondisi lain yang sama mencemaskannya adalah wujudnya kasus rasial.
Perbedaan pendapat dalam menyikapi program vaksin, sesungguhnya bagian dari komunikasi sesama warga.
Kondisi yang tidak dapat dipahami justru Ketika wujudnya hinaan. Bahkan itu dilakukan politisi. Bolehjadi ini tanda yang mengkhawatirkan dimana perbedaan pandangan para politisi akan memunculkan hinaan.
Adalah Ambroncius Sinaban, anak adat Kerom. Juga politisi Partai Hanura di masa pileg 2019. Melakukannya melalui media sosial, dengan menjadikan binatang sebagai personifikasi seseorang.
Atas unggahan Ambroncius Sinaban mendapatkan reaksi yang emosional. Respon spontan dan tak kalah rasisnya juga.
Akhirnya, kosakata rasis dibalas dengan kalimat rasis. Namun, bukan itu kecemasan utamanya.
Justru yang menjadi kekhawatiran kalau masyarakat di Papua justru turun ke jalan. Mengadakan protes bersama atas tindakan ini.
Pada saat yang sama, wabah masih mendera. Sehingga kalau ini terjadi, penyebaran virus covid-19 akan semakin meninggi. Sebagaimana ketika penanggulangan bencana di Sulawesi Barat, bahkan pegawai dan pimpinan BNPB terpapar korona.
Dalam kasus lain, Wakil Bupati Barru (Sulawesi Selatan) terpapar Covid-19 setelah pulang dari Masamba, dalam turut serta penanggulangan banjir bandang.
Belum lagi, jika melihat dalam kasus Surabaya 2019 dimana penggunaan kata binatang memicu kekerasan dan pembakaran di kota-kota Tanah Papua.
Baca Juga: Vaksinasi Covid dan Pemberontakan Petani Banten
Kerugian material, juga trauma yang timbul. Termasuk warung bakso dan juga tukang jahit yang menjadi langganan saya di Kota Sorong. Keduanya habis terbakar, ini dipicu oleh kata rasial.
Soal lain lagi, data tenaga Kesehatan yang belum mutakhir dan kredibel. Akhirnya, dalam kaitan dengan vaksinasi, justru menggunakan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tentang data ini, dalam kurun 22 tahun terakhir menjadi program Nomor Induk Kependudukan (NIK). Selain dana program KTP Elektronik yang dikorupsi berjamaah, akhirnya program pendataan melalui KTP-E terkendala.
Pada kondisi tertentu, blangko KTP tidak tersedia di daerah. Akhirnya, berbekal surat keterangan. Sampai dibawa kemana-mana dalam bentuk selembar surat.
Dari sini, maka dapat diidentifikasi tiga hal, penolakan vaksin, rasisme, dan agenda data tunggal kependudukan. Terkait yang terakhir, setelah reformasi justru ini belum terselesaikan, sehingga menjadi masalah menahun.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews