Entah sampai kapan kita akan menunggu hadirnya kembali sosok pemimpin seperti Gus Dur, yang selalu kita rindukan terutama saat kita semua menyambut perayaan Hari Natal.
Sejak agama Islam jadi (alat) jualan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, dengan rangkaian demo berjilid-jilid untuk menjatuhkan Ahok sejak Oktober 2016, kita selalu merindukan kehadiran sosok Gus Dur, panggilan akrab Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid yang kemudian jadi Presiden RI 1999-2001.
Hari-hari setelah itu hingga hari ini, terutama tiap bulan Desember, kerinduan kita pada Gus Dur makin terasa sangat.
Kita, ternyata, butuh sosok pemimpin yang dapat merepresentasikan Islam sebagai agama yang damai, toleran, melindungi minoritas, dan menghargai-menghormati pemeluk agama lain untuk dapat menjalani ibadah sesuai kepercayaan masing-masing.
“Seharusnya yang merayakan natal bukan cuma ummat Kristiani saja, melainkan juga ummat Islam, umat agama lainnya, bahkan seluruh ummat manusia. Sebab Yesus Kristus atau Isa Al Masih adalah juru selamat ummat manusia, bukan cuma ummat Kristiani saja,” ungkap Gus Dur - yang dikenal sebagai tokoh kemanusiaan, pejuang HAM, pro demokrasi, dan reformasi - dalam satu perayaan natal bersama.
Ungkapan Gus Dur tersebut sungguh menyejukkan kita semua, menyiratkan pesan damai yang sangat dalam, dan memperkuat ikatan kita sebagai satu bangsa yang beragam agama.
Kita semua masih ingat pada masa Gus Dur jadi presiden bahkan ada serangan teroris yang meledakkan bom di sejumlah gereja pada saat perayaan natal. Dan salah seorang korbannya (perempuan) adalah teman kantor saya yang lagi beribadah natal di satu gereja di daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Bukan cuma trauma yang ia derita tapi salah satu kakinya menjadi cacat sampai hari ini.
Peristiwa yang menghancurkan kemanusiaan dan meretakkan hubungan harmonis ummat beragama di Indonesia ini menjadi salah satu alasan mengapa warga NU, terutama Banser NU/GP Ansor, sampai saat ini atas kesadaran sendiri selalu membantu aparat keamanan menjaga gereja-gereja di seluruh Tanah Air pada saat ummat Kristiani melakukan ibadah natal. Bahkan Riyanto, salah satu anggota Banser, meninggal dunia karena terkena ledakan bom saat menjaga satu gereja di Mojokerto, Jawa Timur, pada malam natal tahun 2000 silam.
Kita sungguh sedih dan prihatin mengetahui di beberapa daerah di Indonesia saat ini masih saja ada yang berkeberatan dengan perayaan natal. Begitupun dengan polemik yang tidak pernah selesai soal ucapan selamat natal.
Sebagian dari mayoritas orang Islam di Indonesia seperti orang yang ketakutan melihat setan di siang hari bolong tiap menjelang hari natal. Orang-orang itu seperti tak kuat imannya bila menyaksikan ada ummat agama lain merayakan hari penting dan suci. Seolah pasti murtad bila melihat orang merayakan natal dan memberi ucapan selamat natal kepada sesama saudara sebangsa.
Padahal kebanyakan orang-orang yang ribut soal natal itu dapat gaji dan menafkahi keluarganya dari perusahaan-perusahaan milik orang-orang yang bukan beragama Islam, bahkan alat-alat kerja yang mereka gunakan pun buatan orang-orang yang sering mereka sebut sebagai kafir-asing-aseng. Mau enak duitnya saja tapi tidak mau mengakui keberadaan agama lain.
Kitab suci kita menyebut: “Agamaku, agamaku. Agamamu, agamamu.” Dibutuhkan sikap toleran untuk menjaga hubungan antaragama yang masing-masing kita percaya akan kebenaran-Nya. Sebab toleransi adalah jembatan yang menghubungkan kehidupan antara sesama manusia yang setara (habluminnannas) untuk bersujud tunduk merendah dan berserah diri pada ketinggian, kemuliaan, dan kebesaran-Nya (habluminnallah).
Menghormati-menghargai saudara-saudara kita yang merayakan natal dan memberikan ucapan selamat natal adalah bentuk toleransi untuk menjaga keberagaman Indonesia kita.
Sayang, apa yang sudah dicontohkan dan diwariskan Gus Dur soal toleransi pada hari natal ini tidak pernah diindahkan oleh para pemimpin kita saat ini.
Meski sudah ditugaskan Presiden Jokowi - Wakil Presiden Kyai Ma’ruf Amin untuk menjaga kerukunan ummat beragama di Indonesia, termasuk dalam menjalankan ibadah natal, Menteri Agama RI seperti bukan menteri untuk semua agama di Indonesia. Sampai saat ini pernyataan-pernyataannya justru memperkeruh suasana dan menganulir gertakannya sendiri sebagai menteri untuk seluruh agama.
Pernyataan-pernyataan Menag kalau jauh dengan pernyataan-pernyataan Yenny Wahid, anak Gus Dur, yang lebih lugas dan berani melawan orang-orang dan kelompok-kelompok intoleran yang keberatan dengan perayaan natal.
Entah sampai kapan kita akan menunggu hadirnya kembali sosok pemimpin seperti Gus Dur, yang meski sudah pergi mendahului kita sepuluh tahun lalu tapi tiap hari selalu kita rindukan terutama saat kita semua menyambut perayaan Hari Natal.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews