Politikus sebaiknya senang dan bisa menerima kritik dengan hati yang lapang. Jawab kritik dengan kerja nyata, menunjukkan kepedulian kepada masyarakat bukan hanya saat ingin mendulang suara saja.
Melihat Dinamika politik tanah air, terutama di media sosial kegaduhan itu mulai terasa. Banyak artikel click Bait, judul-judul yang membuat panas jiwa-jiwa netizen, buzzer yang senang membuat suasana seperti genting. Buzzer satu menuduh buzzer lain dibayar, menerima nasbung(nasi bungkus) hingga fanatic terhadap tokoh tertentu. Lontaran kritik terus datang berdentuman tidak henti-henti.
Politikus terkena imbas dari kegaduhan media sosial, banyak kriitik datang dari perilaku politikus yang anti kritik, kembali menyerang dengan kritikan. Kritik mengkritik terus berlangsung hingga suasana menjadi panas. Jarang melihat politikus menerima kritik dengan legowo, sepertinya sudah menjadi kebiasaan bahwa mereka harus mengcounter kritikan dengan balik mengkritik.
Perilaku anti kritik itu membuat masyarakat menilai bahwa sangat langka politikus yang bisa dengan legowo menerima kritik dengan hati terbuka, menerima dan berjanji untuk memperbaiki di masa yang akan datang.
Penulis jadi teringat dengan wali kota Solo yang baru-baru ini mendatangi rumah Rocky Gerung. Kritikus yang terkenal dengan kata “dungu”. Kebetulan Presiden Jokowi sering menjadi sasaran kritik Rocky Gerung yang kelewat berani mengatakan bahwa “Jokowi” dungu dalam hal kebijakan politik dan ketidakberdayaannya menghadapi politisi di sekitarnya yang sangat dikendalikan oleh partai politik yang menaunginya. Semua jabatan harus melalui kompromi politik, ada kuota dan hutang balas budi dari partai-partai pendukungnya.
Partai-partai pendukung itu sebagai kawan sering menelikung dari belakang, hingga membuat noktah buruk di antara populisme yang ditunjukkan presiden dengan etos kepemimpinannya yang dekat dengan rakyat.
Rocky mengkritik dengan keras, para pendukung dan pengagum Jokowi yang meradang, demikian terjadi dengan para pendukung tokoh populer saat ini seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan. Prabowo Subianto. Untungnya seorang Gibran Rakabuming Raka yang kebetulan adalah putra Presiden Jokowi malah mendatangi Rocky Gerung. Ia ingin dikritik langsung dan mau belajar menerima kritikan apapun dem kebaikan dirinya yang sedang mematangkan karir politiknya.
Tidak banyak politisi legowo menerima kritikan, yang sering muncul adalah mereka yang begitu emosional saat dikritik. Mungkin mereka belajar dari parlemen jalanan yang sering berteriak-teriak memprotes apa saja yang dirasa membuat”rakyat”sengsara. Namun ketika dikritik balik dan diprovokasi marah dan ngamuk merusak fasilitas umum.
Pada politisi-politisi saat ini yang berada dalam tataran “senior” maaf sebagai masyarakat sudah tidak bisa berharap banyak. Terlalu banyak intrik, terlalu banyak janji-janji yang menguap, sementara keberpihakan pada masyarakat sangat kurang. Banyak politisi yang hanya sigap saat menjelang pemilu, ketika harus merangkul masyarakat untuk tujuan mendulang suara. Setelah itu “kicep” diam ketika sudah duduk manis di kursi parlemen dengan segala fasilitas penunjangnya.
Politikus sebaiknya senang dan bisa menerima kritik dengan hati yang lapang. Jawab kritik dengan kerja nyata, menunjukkan kepedulian kepada masyarakat bukan hanya saat ingin mendulang suara saja. Jangan lelah dan menunjukkan rasa kesal saat dekat dengan masyarakat. Kalau sudah menjadi wakil rakyat, anda bukan petugas partai tapi wakil rakyat, dengar saja suara rakyat meskipun desakan pada tekanan partai sangat kuat.
Anti kritik politisi adalah preseden buruk. Jika ada politikus yang alergi kritik buat joke “Ke laut saja”.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews