Politisi Anti Kritik "Ke Laut Saja"

Politikus sebaiknya senang dan bisa menerima kritik dengan hati yang lapang. Jawab kritik dengan kerja nyata, menunjukkan kepedulian kepada masyarakat bukan hanya saat ingin mendulang suara saja.

Jumat, 30 September 2022 | 16:30 WIB
0
200
Politisi Anti Kritik "Ke Laut Saja"
Kritik (Foto; Kompasiana com)

Melihat Dinamika politik tanah air, terutama di media sosial kegaduhan itu mulai terasa. Banyak artikel click Bait, judul-judul yang membuat panas jiwa-jiwa netizen, buzzer yang senang membuat suasana seperti genting. Buzzer satu menuduh buzzer lain dibayar, menerima nasbung(nasi bungkus) hingga fanatic terhadap tokoh tertentu. Lontaran kritik terus datang berdentuman tidak henti-henti.

Politikus terkena imbas dari kegaduhan media sosial, banyak kriitik datang dari perilaku politikus yang anti kritik, kembali menyerang dengan kritikan. Kritik mengkritik terus berlangsung hingga suasana menjadi panas. Jarang melihat politikus menerima kritik dengan legowo, sepertinya sudah menjadi kebiasaan bahwa mereka harus mengcounter kritikan dengan balik mengkritik.

Perilaku anti kritik itu membuat masyarakat menilai bahwa sangat langka politikus yang bisa dengan legowo menerima kritik dengan hati terbuka, menerima dan berjanji untuk memperbaiki di masa yang akan datang.

Penulis jadi teringat dengan wali kota Solo yang baru-baru ini mendatangi rumah Rocky Gerung. Kritikus yang terkenal dengan kata “dungu”. Kebetulan Presiden Jokowi sering menjadi sasaran kritik Rocky Gerung yang kelewat berani mengatakan bahwa “Jokowi” dungu dalam hal kebijakan politik dan ketidakberdayaannya menghadapi politisi di sekitarnya yang sangat dikendalikan oleh partai politik yang menaunginya. Semua jabatan harus melalui kompromi politik, ada kuota dan hutang balas budi dari partai-partai pendukungnya.

Partai-partai pendukung itu sebagai kawan sering menelikung dari belakang, hingga membuat noktah buruk di antara populisme yang ditunjukkan presiden dengan etos kepemimpinannya yang dekat dengan rakyat.

Rocky mengkritik dengan keras, para pendukung dan pengagum Jokowi yang meradang, demikian terjadi dengan para pendukung tokoh populer saat ini seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan. Prabowo Subianto. Untungnya seorang Gibran Rakabuming Raka yang kebetulan adalah putra Presiden Jokowi malah mendatangi Rocky Gerung. Ia  ingin dikritik langsung dan mau belajar menerima kritikan apapun dem kebaikan dirinya yang sedang mematangkan karir politiknya.

Tidak banyak politisi  legowo menerima kritikan, yang sering muncul adalah mereka yang begitu emosional saat dikritik. Mungkin mereka belajar dari parlemen jalanan yang sering berteriak-teriak memprotes apa saja yang dirasa membuat”rakyat”sengsara. Namun ketika dikritik balik dan diprovokasi marah dan ngamuk merusak fasilitas umum.

Pada politisi-politisi saat ini yang berada dalam tataran “senior” maaf sebagai masyarakat sudah tidak bisa berharap banyak. Terlalu banyak intrik, terlalu banyak janji-janji yang menguap, sementara keberpihakan pada masyarakat sangat kurang. Banyak politisi yang hanya sigap saat menjelang pemilu, ketika harus merangkul masyarakat untuk tujuan mendulang suara. Setelah itu “kicep” diam ketika sudah duduk manis di kursi parlemen dengan segala fasilitas penunjangnya.

Politikus sebaiknya senang dan bisa menerima kritik dengan hati yang lapang. Jawab kritik dengan kerja nyata, menunjukkan kepedulian kepada masyarakat bukan hanya saat ingin mendulang suara saja. Jangan lelah dan menunjukkan rasa kesal saat dekat dengan masyarakat. Kalau sudah menjadi wakil rakyat, anda bukan petugas partai tapi wakil rakyat, dengar saja suara rakyat meskipun desakan pada tekanan partai sangat kuat.

Anti kritik politisi adalah preseden buruk. Jika ada politikus yang alergi kritik buat joke “Ke laut saja”.

***