Oleh: Nana Gunawan
Radikalisme menyasar ke semua lini dan segala usia termasuk mengarah kepada anak-anak, remaja, hingga perempuan. Kelompok-kelompok rentan tersebut harus dilindungi dari ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Maka dari itu, perlunya diperkuat literasi digital guna mampu mendeteksi dan mengantisipasi paparan paham radikal di media sosial.
Media sosial dan internet menjadi penyumbang terbesar penyebaran ajaran radikalisme yang kini sudah masuk ke kalangan terdidik dan terpelajar. Bahkan paham intoleran juga sudah masuk ke perguruan tinggi serta sekolah-sekolah akibat penyebaran keliru yang disebarkan melalui dunia digital.
Media sosial dinilai sangat rentan mengajarkan paham radikal di mana banyak oknum tidak bertanggung jawab yang mengaku sebagai pemuka agama telah memberikan rujukan ataupun bimbingan agama yang tidak tepat.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Tengah, Khairil Anwar mengatakan bahwa banyak ajaran agama bernuansa Salawi dan Wahabi yang cenderung mengkafirkan dan membid’ahkan ajaran agama lain. Khairil Anwar meminta kepada masyarakat khususnya umat-umat agama untuk mengikuti bimbingan dari pemuka agama yang memiliki kredibilitas yang baik, memiliki kemampuan dan wawasan yang luas serta mendalam. Nilai moderasi beragama di media sosial juga sangat diperlukan di sebuah kultur masyarakat yang majemuk dan multietnis untuk mencegah tersebarnya paham radikal.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) melalui Direktur Pencegahan BNPT, Irfan Idris mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk cerdas digital dalam menyikapi konten radikalisme yang berada di dunia maya. Irfan Idris menambahkan bahwa Pemerintah terus berupaya mencerdaskan masyarakat agar bisa menyikapi perkembangan teknologi kemajuan informasi di dunia maya. Menurutnya, konten radikal harus mendapatkan perhatian yang serius karena hal ini bisa berdampak terhadap kelompok rentan, seperti perempuan, anak-anak, dan remaja.
Konten radikal tidak boleh dibiarkan merasuk dan merusak pikiran masyarakat termasuk kelompok rentan tersebut. Guna mengatasi penetrasi konten radikal yang membawa pesan kekerasan dan pemecah belah bangsa, Irfan Idris mengatakan bahwa BNPT akan bersinergi dengan semua pihak untuk terus menyuarakan nilai-nilai kebangsaan, khususnya di media sosial.
Sementara itu, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, Hesti Armiwulan mengatakan bahwa kurangnya literasi digital bisa membawa dampak buruk terhadap kehidupan masyarakat. Melalui media digital, ide serta paham radikal cenderung meningkat, maka perlunya perhatian khusus dari semua pihak. Upaya pencegahan dan penanggulangan pun dinilai sangat penting karena apabila dibiarkan akan memengaruhi pola pikir dan sikap masyarakat.
Dalam riset terakhir, Hesti Armiwulan mengatakan bahwa tingkat potensi radikalisme mengarah pada kalangan anak, remaja, dan perempuan. FKPT Jawa Timur terus berupaya mengembangkan pemahaman terkait penguatan literasi digital dalam rangka mencegah paham radikal melalui sosialisasi ke masyarakat, khususnya kepada anak-anak. Hal tersebut dikarenakan anak-anak di bawah umur kelak akan menjadi pemimpin di masa Indonesia Emas 2045, dan tongkat estafet kepemimpinan berada di tangan anak-anak muda.
Sosialisasi yang dilakukan oleh FKPT Jawa Timur menyasar pada setiap wilayah di Jawa Timur sehingga diharapkan dapat terbentuk pemahaman dalam upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme sejak dini. Tidak hanya itu, pihaknya juga berharap bahwa sosialisasi yang dilakukan membawa dampak positif dan memberikan pengetahuan tentang bahaya dari radikalisme-terorisme. Pihaknya juga menegaskan akan membangun sinergi dan kolaborasi dengan banyak pihak seperti TNI-Polri, ormas keagamaan, maupun lembaga-lembaga non-Pemerintah lainnya.
Seluruh lapisan masyarakat perlu untuk berpartisipasi dalam melakukan kontranarasi terhadap setiap konten yang mengandung unsur intoleransi, radikalisme, hingga terorisme di dunia maya. Upaya penanggulangan terorisme termasuk propaganda paham intoleransi, kekerasan, dan ekstremisme di dunia maya bukan hanya tugas Pemerintah saja melainkan tanggung jawab semua pihak dalam menanggulangi ekstremisme dan terorisme.
Di sisi lain, dalam mencegah paham radikal dan intoleransi, Sihumas bersama Sat Binmas Polres Jembrana melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat di berbagai Desa di Kab. Jembrana. Himbauan atau sosialisasi tersebut terkait dengan penanggulangan paham-paham teroris dan radikal di media sosial, media online, maupun media eletronik. Untuk memaksimalkannya, Sihumas bersama Sat Binmas Polres Jembrana di bawah Pimpinan KBO Binmas Ipda I Gusti Ngurah Arya Pernata menyasar dan mengimbau agar masyarakat tetap waspada jika menemukan paham radikal yang berkembang di media sosial.
Pihaknya berharap agar aparat keamanan dengan masyarakat bisa bekerja sama, bersatu, dan bersinergi memerangi serta menolak paham dari kelompok-kelompok radikal. Jangan sampai masyarakat terprovokasi hingga terpecah belah jika ada paham terorisme yang beredar. Pihaknya juga menegaskan kepada masyarakat untuk melaporkan isu-isu radikal ke Bhabinkamtibmas atau ke pihak Kepolisian terdekat.
Mewaspadai dan melawan diseminasi konten radikalisme di media sosial adalah tanggung jawab bersama. Konten radikal tidak hanya mengancam keamanan dan stabilitas nasional, tetapi juga masa depan generasi muda. Dengan bersatu dan mengambil tindakan tegas, bersama bisa melindungi bangsa dari pengaruh buruk ideologi ekstrem. Jangan biarkan kelompok radikal merusak keharmonisan dan persatuan bangsa. Maka dari itu, diperlukan kesadaran masyarakat dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial agar bisa menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat.
*) Penulis merupakan Pengamat Politik, Nusa Bangsa Institut.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews