meskipun pertanyaan JK itu pertanyaan yang biasa, namun sudah memancing kegaduhan di media sosial. Pertanyaan itu kalau yang menyampaikannya orang biasa, maka pertanyaan itu akan biasa saja.
Mantan Wapres, Jusuf Kalla (JK), seebetulnya bukanlah tidak tahu cara mengkritik pemerintah, karena soal menyindir dan mengkritik pemerintah JK adalah ahlinya.
Semasa masih menjadi Wapres, JK pernah mengkritisi pembangunan Light Rail Transit (LRT) Layang disamping jalan Tol. Saat itu dia menilai proyek itu terlalu mahal, padahal kritik itu disampaikannya saat proyek sudah berjalan, dan hampir selesai.
Kritik tersebut disampaikannya di hadapan para konsultan, dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jum'at (11/1/2019) Detik.com
Inikan sesuatu yang aneh, masak sih seorang Wapres tidak tahu kalau LRT tersebut saat direncanakan pembangunannya, dan kenapa pula baru dikritisi setelah pembangunan berlangsung.
Nyatanya, setelah melayangkan kritik tersebut, JK aman-aman saja, dan tidak dipolisikan. Artinya JK sangat faham bagaimana mengkritik pemerintah, agar tidak dipolisikan.
Jadi pertanyaan JK bagaimana caranya mengkritik pemerintah agar tidak dipolisikan, bukanlah sebuah pertanyaan, tapi lebih kepada sebuah sindiran. Apalagi pertanyaan tersebut beliau sampaikan dalam forum partai oposisi.
Sebetulnya pertanyaan JK tersebut adalah pertanyaan biasa, dan saat menjadi Wapres saja JK sudah sering kritik pemerintah. Namun ketika pertanyaan tersebut disampaikan dalam forum partai oposisi, makanya pertanyaan tersebut terkesan menjadi sebuah sindiran.
Pertanyaan JK tersebut dilontarkan dalam mengomentari himbauan Presiden Jokowi, agar masyarakat memberikan kritik kepada pemerintah. Sehingga pertanyaan yang disampaikan JK tersebut berkonotasi sindiran terhadap pemerintah.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD, ikut mengomentari pertanyaan JK yang Mantan Wakil Presiden Jokowi. Menurut Mahfud, pertanyaan seperti itu sudah biasa disampaikan JK sejak masih menjadi Wapres.
Seperti yang dituliskan dalam akun twitternya,
Pertanyaan Pak JK ttg "Bagaimana menyampaikan kritik agar tak dipanggil polish" hrs difahami sbg pertanyaan biasa yg dihadapi Pemerintah sejak dulu, saat Pak JK jadi Wapres sekalipun. Sejak dulu jika ada orng mengkritik, sering ada yg melaporkan ke polish dan polisi polisi wajib merespon.
JK sangat tahu bagaimana mengkritik pemerintah agar tidak dipolisikan, karena dia sudah biasa mengkritik pemerintah, baik semasa menjadi Wapres, maupun setelah menjadi mantan Wapres.
Jangan polisikan JK karena pertanyaannya, agar sebuah kritik tidak berkonotasi akan dipolisikan. JK memang suka kura-kura dalam perahu, padahal tahu tapi pura-pura tidak tahu.
Sangat mustahil raja kritik tidak tahu bagaimana mengkritik pemerintah agar tidak dipolisikan, padahal JK sendiri sering mengkritik pemerintah, tapi tidak sekali pun dipolisikan.
Baca Juga: M Jusuf Kalla, Kenikmatan Tertinggi pada Perdamaian
JK sangat faham bahwa, kritik yang menyalahi UU ITE yang cenderung dipolisikan, dan kritik yang sifatnya konstruktif tidaklah layak untuk dipolisikan.
Tidak bisa dipungkiri, meskipun pertanyaan JK itu pertanyaan yang biasa, namun sudah memancing kegaduhan di media sosial. Pertanyaan itu kalau yang menyampaikannya orang biasa, maka pertanyaan itu akan biasa saja.
Pertanyaan itu menjadi persoalan, karena yang bertanya adalah Mantan Wapres, dan di dalam forum sebuah partai oposisi. Sehingga pertanyaan itu menjadi tidak biasa, dan berkonotasi sangat politis. Bukan cuma pertanyaan, tapi lebih kepada sindiran terhadap Presiden Jokowi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews